Bab XX - Strategi

142 26 0
                                    

Isak tangis bergema di ruangan itu. Enam pemuda masih diselimuti kesedihan. Mereka merasa gagal menjaga teman, sahabat sekaligus dua saudaranya yang lain. 

Dengan air mata yang mengalir Hongjoong berkata, "Udah. Semuanya udah kejadian. Percuma kita kayak gini. Mending, sekarang kita cari cara buat nemuin Seonghwa dan Yeosang".

Jongho menatap Hongjoong. Dia memeluk orang yang sudah ia anggap kakak itu dengan erat. Matanya sembab dan memerah.

"Abang sama yang lain harus diobati dulu. Nanti infeksi gara-gara lukanya", Jongho merogoh tas yang ia bawa kemana-mana. Beruntung di dalam tas itu tersedia obat-obatan yang cukup lengkap.

Jongho sudah merasakan firasat buruk sejak kemarin. Makanya dia menyiapkan obat-obatan di dalam tasnya.

Dengan telaten Jongho mulai mengobati Hongjoong, San dan Wooyoung bergantian. Yunho dan Mingi tidak paham dan sangat asing dengan peralatan yang Jongho gunakan. Jadi, mereka tidak bisa membantu.

Yunho dan Mingi berusaha untuk menghentikan laju air mata yang berlomba keluar. Keduanya ingin menghibur temannya agar tidak semakin larut dalam kesedihan. Terutama Wooyoung.

Wooyoung, dia seperti raga tanpa jiwa. Tatapan matanya kosong dan hampa. Tidak ada ekspresi di wajahnya. Sangat berbeda dengan perilakunya sehari-hari.

Kondisi Wooyoung membuat teman-temannya mengerti, bahwa ia sangat syok. Persahabatan antara Wooyoung dan Yeosang sudah sangat lama terjalin. Bahkan sebelum mengenal mereka, Wooyoung dan Yeosang sudah bersahabat. Mungkin hal itu yang menyebabkan Wooyoung terguncang.

Pergolakan batin yang dirasakan oleh enam pemuda itu cukup berefek. Mereka tidak henti menyalahkan diri mereka sendiri. Menyalahkan ego yang menguasai hati mereka kala itu.

"Kita harus apa sekarang?" tanya Mingi pelan.

"Gua gak tau", balas San.

"Haaahhh.... Gini. Gua tau ini beneran buat kita syok banget. Buat sekarang, gua mohon, gua beneran mohon sama kalian, singkirin ego kalian. Kita harus bersatu. Kalo kepecah, ini akibatnya. Gua gak mau ada yang dibawa lagi"

"Siapapun pelakunya, jangan pikirin itu dulu. Keselamatan Yeosang dan Seonghwa yang harus diutamakan sekarang. Jadi, Yunho, Mingi, Jongho, Wooyoung, dan San, gua minta kalian bisa kerjasama", Hongjoong menatap mereka satu per satu.

"Iya, bang. Gua minta maaf sama kalian. Kalo aja gua gak nyulut api duluan, pasti gak akan gini jadinya. Maaf, gua terlalu emosi tadi", Yunho menundukkan kepalanya. Dia sangat malu atas tindakan gegabahnya.

"Gua juga minta maaf. Emosi gua gak stabil. Maaf, karena gua masih belum bisa kontrol emosi dengan baik", San juga angkat bicara.

"Gua juga minta maaf", ucap Mingi, Jongho dan Wooyoung bersamaan.

Hongjoong yang melihat itu tersenyum tipis. Dia kemudian berucap, "Gua harap kalian juga maafin gua. Harusnya gua bisa bertindak tegas. Seandainya gua bisa cegah kalian tadi, ini pasti gak bakal kejadian. Jadi, gua juga salah. Gua minta maaf, ya".

Yunho mendongak. Dia menatap lurus ke arah Hongjoong. Di matanya Hongjoong bukan hanya sosok teman, tapi juga sosok kakak yang Yunho idamkan. Benar, bagi mereka Hongjoong dan Seonghwa sudah seperti seorang kakak yang melindungi adiknya.

Ketika Seonghwa mengambil senapan dan melawan orang-orang itu seorang diri, meminta Yunho dan yang lain bersembunyi, saat itu, Seonghwa menunjukkan bahwa seorang kakak akan selalu melindungi adiknya. Bahkan bertaruh nyawa.

Yunho tersenyum. Rasanya ia kembali menemukan apa yang ia cari selama ini. Sebuah rumah, tempat untuk pulang. Sosok keluarga yang selalu ia dambakan.

"Jadi, kita harus gimana?" nada suara Yunho mulai terdengar semangat lagi. Tidak muram seperti sebelumnya.

"Gua gak ahli ginian. Biasanya lu yang suka game punya banyak ide kan buat lumpuhin musuh?" Hongjoong melirik Yunho dan San.

"Hm, tapi ini kan nyata. Kalo game kita punya banyak nyawa, matipun bisa hidup lagi. Lah sekarang? Kalo mati langsung ke Rahmatullah ini", San menyahut.

"Heh! Mulut Lo!" Wooyoung memukul kepala San. Seenaknya saja temannya itu berbicara.

"Tapi, San bener. Kita harus rancang strategi yang mateng. Jangan sampe nanti ada yang jadi koleksi. Kan gak seru kalo gue ke sini lagi yang gua liat patung kalian", timpal Mingi sembari tertawa pelan.

"Duh, abang-abang. Serius dulu kenapa sih??? Ini kita mau hadepan sama psikopat loh!" Jongho jengah dengan tingkah orang yang lebih tua darinya itu.

"Ya, gimana ya. Susah si", sambung Yunho.

"Gimana kalo kita susur dulu aja? Kita kira-kira dulu aja bang Seonghwa sama Yeosang dibawa ke mana. Mungkin aja mereka dibawa ke tempat yang gak sengaja gua sama san temuin. Selain itu, kita juga kumpulin senjata. Ambil aja dah senjata yang ada. Seenggaknya kita punya alat buat ngelawan. Buat strategi, harus ada yang mancing gak sih biar mereka lengah dan nurunin pengawasan? Baru habis itu ada yang nerobos masuk dan bebasain bang Seonghwa juga Yeosang?" usul Wooyoung.

San menatap Wooyoung dengan takjub. Tidak biasanya Wooyoung memiliki otak encer seperti ini. Rasanya sangat mustahil.

"Anjir!! Woo, lu gak kesurupan syaiton kan?! Kok bisa lu mikir?!"

"ADUHH!!! SAKIT SAT!!"

Wooyoung memukul lengan Mingi dengan keras. Pukulannya tidak main-main. Perih sekali rasanya.

"Salah siapa nyebelin!" ucap Yunho sebal.

"Ish!! Lengan gue sakit tau, Yun!!" rengek Mingi.

"Udah-udah, kenapa sih? Ribuuutttt terus kerjaan kalian!" Hongjoong gemas dengan tingkah mereka. Jika tidak ingat situasi, sudah dipastikan rambut mereka habis Hongjoong jambak.

"Apa yang dibilang Wooyoung bagus si. Mending sekarang kita bagi tugas. Siapa yang bakal jadi pemancing?" San kembali menormalkan situasi.

"Gua usul bang San sama bang Yunho. Jujur aja si, bang San sama bang Yunho yang paling ganteng di antara kita sekarang. Lagian mereka juga kayaknya ngincer orang yang visualnya di atas rata-rata"

"Buat yang nerobos masuk, biar gua sama bang Mingi. Terus, bang Wooyoung sama bang Hongjoong bebasin bang Seonghwa juga bang Yeosang. Gimana?"

Jongho menatap lima pemuda lainnya. Mereka terlihat seperti mempertimbangkan usulan Jongho.

"Lu berdua sanggup alihin perhatian mereka? Sanggup buat bertahan nanti? Kemungkinan kita gak akan bisa bantu kalian sebelum Seonghwa sama Yeosang selamat", Hongjoong menatap Yunho dan San dengan dalam. Ini bukan persoalan sepele. Salah sedikit, nyawa melayang. Dan tentu, Hongjoong tidak ingin itu terjadi.

"Sanggup!" San dan Yunho menjawab dengan mantap. Tidak ada keraguan apapun dalam perkataan dan tatapan mereka.

"Oke! Kita pake rencana Jongho sama Wooyoung. Sekarang kita cari senjata yang sekiranya cocok. Walaupun di sini kebanyakan pedang, katana, sama panahan, gunain sebaik mungkin aja lah ya", Hongjoong beranjak. Dia mulai mencari senjata yang cocok untuknya bertarung nanti.

Begitupun dengan yang lain. Mereka menyebar di ruangan itu. Mengambil tanpa permisi senjata yang bisa mereka gunakan untuk melawan. Yah, kali ini mereka bukan sekedar tawuran. Tapi, ini benar-benar akan menjadi medan pertempuran pertama mereka.

Yang pertama? Ya, siapa tahu nanti mereka akan mengalami peperangan lagi bukan?

***
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai, semuanya!!💫💫

Selamat malam Minggu teman-teman!!
Biasanya kalo malam Minggu, kalian ngapain nih???
Jalan sama pacar kah?? Hehehe

Di daerahku, sekarang lagi hujan. Jadi, malmingannya di rumah saja wkwkwk.

Oke, itu aja untuk bab kali ini.

Makasih udah baca 🤗🤗🤗

See you in the next chapter ✨✨
Bye!!👋👋

ATEEZ | The Museum [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang