Bab XIV - Kepercayaan

148 30 0
                                    

"Dia kasih kita peringatan dan petunjuk. Menurut kalian apa kita harus percaya?"

Pertanyaan Mingi mendapat perhatian dari semua orang. Mereka menatap Mingi dengan pandangan tidak mengerti.

"Hahh, gini. Tadi, dia bilang kita harus saling percaya kan? Mungkin itu petunjuk supaya kita bisa keluar dari sini?" jelas Mingi.

Semua terdiam mendengar perkataan Mingi. Masih mencerna ucapan pria fedora hitam tadi. Jika memang itu petunjuk, dalam hal apa mereka harus saling percaya? Apa akan ada hal yang membuat mereka goyah dan terpecah?

Dalam situasi seperti ini kepercayaan adalah kunci dari segalanya. Jika mereka tidak bisa mempercayai satu sama lain, kemungkinan besar mereka akan terpecah belah. Terbagi menjadi beberapa kubu. Tentu, hal ini akan membuat pihak musuh mudah untuk menangkap mereka.

Namun, di tengah pemikiran itu, banyak hal negatif yang menyerang pikiran mereka. Mulai dari awal mereka memutuskan liburan bersama, mempersiapkan perjalanan, masalah yang mereka hadapi ketika dalam perjalanan, sampai mereka terjebak saat ini.

Sejak mendapat kendala pertama waktu perjalanan, hati kecil mereka mengatakan untuk kembali. Memutar balik dan membatalkan liburan. Tau akan seperti ini, mereka akan memilih menghabiskan waktu di rumah. Bersantai di depan televisi.

Satu demi satu, rasa penyesalan mulai menguasai hati mereka. Rasa lelah di tubuh mereka melemahkan kekuatan hati yang menyuarakan untuk bertahan. Kini, rasa kepercayaan yang harus dipegang teguh mulai diuji.

Tidak ada satu hal pun yang bisa dilakukan saat ini. Delapan pemuda itu masih terduduk di lantai. Rasa dingin mulai menusuk kulit mereka.

"Gue percaya sama kalian", ucapan ragu-ragu itu dikeluarkan oleh Yeosang. Walaupun sulit untuk bisa percaya pada seseorang, tapi saat ini ia membutuhkan bantuan yang lain agar bisa bertahan.

Wooyoung menatap Yeosang tepat di matanya. Dua netra itu bertemu. Bola mata Yeosang menyiratkan keraguan mendalam. Wooyoung mendengus melihat itu.

"Gua bakal nyoba buat percaya kalo bukan kalian yang lakuin ini. Tapi, gak menutup kemungkinan juga salah satu di antara kita penyebab ini terjadi", kata Wooyoung.

"Lo nyurigain kita?" tanya Yunho tajam.

"Well, gua paling curiga sama lo. Di situasi kayak gini, percaya sama orang lain gak bisa gua lakuin. Termasuk kalian. Bisa aja gua naruh kepercayaan sama kalian, tapi kalian malah buat gua kecewa", Yunho mengepalkan tangan erat mendengar jawaban Wooyoung.

"Kalo kita gak bisa percaya satu sama lain, apa kita bisa bertahan?" Seonghwa membuka suara. Ia tidak ingin ada pertengkaran terjadi sekarang.

"Jawabannya ada di hati kalian masing-masing. Gua bukannya sok tau atau sok menggurui, tapi kondisi kita saat ini gak pas buat berantem. Kalo kita gak saling percaya, saling tuduh, emosi, masalah ini gak akan selesai. Tapi, malah semakin keruh"

"Kita harus bisa jadi satu kesatuan. We have to beat them! Kalo gak gitu, gua yakin mereka gak akan lepasin kita. Kita di sini sama-sama diincar. Jadi, gua harap kalian nurunin ego kalian masing-masing dan saling percaya. Itu kuncinya", ucapan panjang dari Seonghwa membuat mereka sadar dengan situasi yang mereka hadapi.

Wooyoung memandang Seonghwa dengan pandangan rumit. Ia pernah ada di posisi ini dan ketika dia percaya pada seseorang, orang itu malah meninggalkannya sendiri. Itulah yang membuat Wooyoung sulit untuk percaya.

"Woo, percaya sama gue. Gue gak akan ninggalin lo. Apapun yang terjadi", lirih San yang hanya didengar oleh Wooyoung.

"Oke. Jadi simpulannya kita harus saling percaya. Tetep inget kalo kita itu keluarga. Jangan goyah", kata Hongjoong tegas.

"Bang, ruangan ini aman? Yakin mereka gak akan ke sini?" Jongho menatap Hongjoong dengan tatapan khawatir. Dia tidak mau diserang dadakan lagi. Rasanya melelahkan.

"Di luar lebih bahaya. Gue yakin mereka gak akan nyerang ke sini. Kita halangin pintu pake meja. Usahain pintu gak akan bisa dibuka dari luar", Hongjoong langsung mengintruksikan teman-temannya untuk menghalangi akses masuk. Berjaga agar tidak ada orang yang mendobrak masuk ke dalam.

"Kalo kita pengen ke kamar mandi gimana anjir? Pintunya dihalangin", Mingi menggaruk pelipisnya bingung.

"Geser aja. Buka secukupnya. Jangan terlalu lebar. Dan kalo mau ke kamar mandi, atau kemana pun itu, jangan sendirian", kata Yunho sambil merangkul Mingi.

"Jam segini biasanya gue main game, sekarang jangankan main game, tidur aja rasanya takut", kata San sambil menyandarkan kepalanya di bahu Wooyoung.

"Game Mulu pikiran Lo!! Cari pacar sana!! Biar gak jomblo", timpal Yeosang.

"Dih, jomblo teriak jomblo!!! Seenggaknya gue gak kayak Mingi yang pacaran sama modul!!" balas San.

"Lah?! Kok gua kena?! Mending sama modul lah, daripada sama boneka!!" San merengut mendengar ucapan Mingi.

"Bener tuh!!! Katanya aja dingin, cuek, padahal hati hello Kitty. Mainnya boneka pula, hahaha", Jongho ikut menimpali sambil tertawa.

"Heh!! Shiber gue jangan dibawa-bawa ya!!! Dasar gak berperikebonekaan!!!" bibir San melengkung ke bawah. Dengan mata yang menatap tajam. Semua orang tertawa melihat reaksi San. Sangar, tapi imut. Kontras banget sama tubuhnya yang kekar.

"Udah-udah. Nanti dia nangis, liat tuh udah berkaca-kaca matanya", ucap Wooyoung sambil meredakan tawanya.

"Ulululu, temen gue gemesin banget si hahaha"

"Bisa jadi bahan aib nih"

"Kalo mantannya tau kelakuan dia gini, auto diajak balikan gak si?"

Tawa mereka semakin pecah mendengar sahutan-sahutan itu. Sedangkan San menyembunyikan wajahnya yang sudah merah padam dibalik baju Wooyoung.

Dalam hati dia sedikit bersyukur. Rasa lelah dan takut yang dirasakannya tadi perlahan memudar. Tidak apa jika dirinya ditertawakan, asal teman-temannya tetap dalam keadaan baik.

Hongjoong menatap teman-temannya yang tertawa dengan lepas. Dirinya juga terhibur. Beban yang dirasakannya sedikit terangkat dengan suasana seperti ini.

Hongjoong tidak pernah menyangka bahwa perjalanan liburan mereka akan berubah menjadi ajang uji adrenalin seperti ini. Bahkan, nyawa mereka menjadi taruhannya. Jika bisa mengulang waktu, ia ingin kembali dan tidak pernah kemari.

Hongjoong teringat dengan pria fedora yang sempat menghentikan perjalanan mereka. Pria itu juga memberi mereka peringatan.

"Guys", suara Hongjoong mengalihkan atensi mereka. Tawa yang tadi mengudara mereda seketika. Intonasi suara Hongjoong terdengar sangat serius.

"Kalian inget gak, pas di jalan kita juga dicegat sama pria fedora hitam juga?" tanya Hongjoong sambil menatap teman-temannya satu per satu.

"Gua rasa dia juga ngasih kita peringatan sebelum ke sini. Gua baru sadar sekarang. Dia waktu itu bilang 'kembali atau mati'. Gua gak ambil pusing waktu itu. Kirain dia cuman iseng, tapi sekarang dia dateng lagi. Gua yakin pria yang di jalan itu sama kayak pria tadi", Hongjoong menjeda ucapannya.

"Entah kenapa gua rasa, dia baik. Pria fedora hitam itu, dia kayaknya di pihak kita. Gua yakin. Kita bisa percaya sama dia".

***
.
.
.
.
.
.
.
.
Haii!!!
Welcome back, guys!!!

Selamat hari Kamis!!
Bentar lagi kita sampai di penghujung Minggu.

Sejauh ini, gimana hari kalian di awal tahun ini?
Semoga semua urusannya tetap lancar dan selalu dilancarkan.

Oke, itu aja buat hari ini!!💫💫

Makasih udah baca🤗🤗🤗

See you in the next chapter✨✨🙌
Byeee👋👋👋

ATEEZ | The Museum [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang