by svrinai
part of zhkansas
...
Ini adalah hari kedua proses belajar mengajar di semester genap. Aneta selesai dengan tugasnya menghapus papan tulis dan kembali ke mejanya. Dia melihat sepatunya hilang entah ke mana. Saat melihat ke pintu, sepatunya ternyata berada di tangan Alona.
"Alona itu sepatu gue!" teriak Aneta terlambat karena baru saja Alona melempar sepatu Aneta ke punggung cowok bernama Key yang merupakan salah satu teman Elon. Key memungut sepatu itu dan membawanya lari ke dekat tangga.
Aneta langsung berlari mengejar Key. Lari cowok itu terlalu cepat dan butuh waktu bagi Aneta untuk mengejarnya. Ketika tiba di dekat tangga yang merupakan tempat di mana Key berhenti, Aneta melihat sepatunya sudah penyok gara-gara dipakai oleh Elon yang tak muat di kakinya.
"Ini sepatu siapa? Ngakak anjir nggak muat!" seru Elon terbahak sampai tak sadar sepatu Aneta sudah dibuat penyok. "Kaki cewek emang sekecil ini apa?"
"Kaki lo aja yang gede, woi!" Rangga.
"Gedean kakinya Key, tuh, lihat. Kaki gue imut-imut, kok," kata Elon tak sesuai kenyataan. Perkataannya direspons dengan perkataan ambigu oleh temannya yang lain.
Aneta tak peduli yang lain. Dia hanya melihat Elon dengan kesal hingga dia berjalan menghentakkan kakinya yang hanya terbalut kaos kaki di lantai koridor.
"Sepatu gue balikin sini. Cepet," kata Aneta sambil mengulurkan tangannya.
Elon mendongak dengan terkejut. Tawanya berhenti ketika melihat Aneta memandangnya kesal.
"Sepatu gue balikin!" seru Aneta dengan tatapan datar.
"Hah?" gumam Elon saat memandang sepatu Aneta yang sudah tak berbentuk di kakinya. Dia melihat teman-temannya sudah kabur meninggalkan dirinya dan Aneta hanya berdua di tangga itu.
"Balikin nggak?!" teriak Aneta semakin kesal ketika Elon malah tersenyum mengejeknya.
Elon berdiri. Dia mengangkat tinggi-tinggi sepasang sepatu Aneta saat Aneta berusaha menggapainya.
"Balikin sini!" Aneta melompat saat Elon semakin berjinjit, membuat Aneta kesusahan menggapai sepatunya setinggi apa pun dia lompatannya itu.
"Ayo ambil kalau bisa!" seru Elon dengan semangat sambil berlari menaiki tangga. Dia semakin semangat ketika Aneta mengejarnya. Mereka kejar-kejaran sampai menjadi Elon berhenti ketika mendapati jalan buntu di lantai 2. Dia berbalik dengan napas pendek-pendek, lalu memandang Aneta yang juga sama lelahnya.
Jarak dua meter memisahkan mereka ketika punggung Elon sudah menabrak balkon tembok satu meter di belakangnya. Elon naik ke atas tembok itu, berjongkok di sana sambil tersenyum memandang Aneta yang kesabarannya sudah semakin menipis.
Raut wajah marah Aneta membuat Elon semakin ingin mengerjai cewek itu. Elon juga ingin melihat berbagai ekspresi yang dipasang oleh pemilik wajah yang lebih sering memasang poker face.
Bagaimana jika Aneta tersenyum padanya?
"Mau lo apa, sih? Ada masalah sama gue? Balikin cepet sepatu gue!" seru Aneta semakin mendekati Elon. Sepatunya menggantung di masing-masing tangan cowok itu.
Seringai tipis muncul di bibir Elon ketika Aneta mendekat. "Ya tinggal ambil, kan. Nih, gue kasih," katanya sambil mengayun-ayunkan sepatu itu.
Kelakuan Elon membuat Aneta menghela napas panjang. Dengan hentakan kaki di lantai, dia berjalan sambil menggerutu. Saat berusaha merampas sepatunya, Elon mempermainkannya lagi. Cowok itu menyembunyikan kedua sepatu Aneta di belakang punggung sambil tersenyum polos.
Aneta mundur dengan tatapan membunuh. "Mau lo apa, sih?"
"Lo."
Raut wajah Aneta sempat kaget, tapi dia sadar cowok yang saat ini memasang tampang tanpa dosa sedang mengerjainya.
"Sini cepet! Bentar lagi bel."
Elon melihat ke belakang, lalu memandang Aneta yang sedang menjaga jarak. "Bentar."
Elon berdiri hingga Aneta mendongak tinggi-tinggi. Saat Elon ingin melompat turun ke hadapan Aneta, satu kaki cowok itu terpeleset hingga dia jatuh ke arah sebaliknya.
Aneta membelalak. Semua yang melihat refleks berteriak. Kaki Aneta lemas sampai dia tak bisa ke mana-mana selain berdiri kaku.
Elon terjatuh dari lantai dua.
Aneta hampir menangis ketakutan sampai kemudian tiba-tiba saja Elon muncul sambil menyangga tangannya di tembok. Tak lupa seringai tipis dari Elon membuat wajah Aneta berubah datar.
Elon tidak terjatuh. Ada pijakan yang dia injak untuk bertahan.
"Muka lo gitu amat tadi? Khawatir ya sama gue?" Tatapan Elon sangat serius saat dia berkata, "minta nomor lo, dong!" bentaknya.
Aneta mendekat tanpa memasang ekspresi apa pun. Dia merampas kedua sepatunya dari tangan Elon, lalu meninggalkan cowok itu sambil memakai sepatunya dengan asal untuk kembali ke kelas.
"Cowok gila," gumam Aneta.
***
Aneta bertopang dagu. Tangannya yang lain sedang mencoret-coret kertas HVS kosong. Dia terus menarik garis dengan bosan sampai garis pena di kertas itu membentuk sebuah gambar bunga. Meski sibuk mencoret-coret kertas, sembilan puluh persen dari pikirannya hanya tentang Elon yang menjadi perhatian Aneta dua hari ini.
Elon tak seharusnya duduk di mejanya, menyapanya saat upacara akan berlangsung, atau pun lari membawa sepatunya untuk mengerjainya. Kenapa Elon bertindak kekanakan? Aneta bertanya-tanya dan membuatnya kesal. Sebelumnya, mereka hanyalah dua orang yang tak tahu keberadaan masing-masing.
Aneta mengernyitkan dahi, lalu mengingat-ingat kembali apakah ada interaksi lain di semester ganjil. Dia pernah dipegang oleh Elon dan dipaksa keluar kelas karena sebuah kejadian yang menimpa Riri, teman sebangku Aneta yang lama, yang sudah pindah sekolah. Aneta juga sadar cowok-cowok di bangku-bangku belakang itu beberapa kali menggodanya jika ada kaitannya dengan Elon.
Biasanya, Aneta hanya menjadi penonton dari dua murid di kelas yang dijodoh-jodohkan. Sekarang justru terjadi pada dirinya. Belum lagi, Elon juga merespons teman-temannya yang tukang rusuh itu seolah menikmati apa yang terjadi.
Ugh. Aneta tanpa sadar meremas kertas yang dia coret-coret tadi.
Alona datang dari luar kelas sambil berlari kecil, lalu dia duduk di samping Aneta sambil menghentakkan bokong hingga dia meringis kesakitan.
"Hoi, tadi Elon minta nomor kontak lo yang bisa dihubungi," kata Alona santai.
Aneta menoleh kaget. "Terus?"
"Gue kasih...."
"Kok lo kasih sih tanpa persetujuan gue?"
Alona meringis ketika melihat raut wajah Aneta. "Soalnya Elon bilang pengin nanya soal pelajaran, ya, gue kasih.... Emang nggak boleh, ya?"
Ingin bertanya soal pelajaran. Aneta heran. Untuk apa cowok itu bertanya soal pelajaran lagi? Dan lebih herannya, kenapa harus bertanya kepada dirinya?
Aneta bertopang dagu sambil menghela napas.
"Jangan-jangan kalian...," kata Alona sambil tertawa melihat lirikan tajam Aneta.
Aneta paham tatapan Alona. "Apa pun yang ada di pikiran lo sekarang, buang jauh-jauh, gih."
Saat tak sengaja melihat ke pintu kelas, Elon dan teman-temannya datang dari kantin. Elon yang memimpin jalan langsung melihat ke arah Aneta karena tak sengaja.
Cowok itu melemparkan senyum kepadanya sambil menaikkan alis.
Aneta membuang muka sambil mengerutkan hidung. "Ugh!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flowers
Teen FictionSELESAI ✔️ Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah hanya karena satu cowok. Namun, kehadiran seseorang di hidup Aneta menghancurkan harapan itu. Jatuh...