05

979 249 4
                                    

by svrinai

part of zhkansas

...

Istirahat kedua baru saja berlangsung. Setelah guru keluar, siswa-siswi kelas IPA 5 mulai bubar untuk keluar kelas. Aneta juga keluar dari kelas itu bersama ketiga siswi yang beberapa hari ini menjadi dekat dengannya.

Aneta mencuri pandang ke bangku Elon dan Elon juga sedang menatapnya, membuat Aneta langsung memalingkan wajah dengan raut wajah panik. Dia melangkah buru-buru menyusul ketiga temannya hingga menghilang di balik pintu kelas.

Kedua siku Elon dia sangga di atas meja. Kedua tangannya menutupi setengah wajahnya untuk menyembunyikan senyuman yang tak bisa dia tahan.

"Bro, berani banget lo tadi!" Key merangkul Elon dan cengengesan. "Kalau lo berhasil diterima Aneta, pajak jadiannya jangan lupa!"

Elon menepis kasar rangkulan Key, kemudian dia berdiri.

"Mau ke mana lo?" teriak Key.

"Beli chiki," balas Elon asal-asalan. Dia hanya ingin keluar kelas.

Dia melangkah tak tentu arah sampai akhirnya bertemu dengan Erfan—senior kelas XI—yang masih mengenakan seragam basketnya.

"Wew, habis tanding, ya?" tanya Elon, basa-basi. Erfan mendekatinya dan merangkulnya sehingga membuat Elon risi dan berusaha untuk menjauh. "Apa, sih? Lengket!"

"Ikut gue!" seru Erfan sambil menarik Elon setelah melepas rangkulannya sebelum akhirnya dia melepaskan Elon lagi karena anak itu berontak dengan kuat.

Elon tetap mengikuti Erfan yang membawanya ke sebuah ruangan ganti anggota basket yang belum pernah Elon masuki.

"Ada apa?" tanya Elon heran. Di dalam ruangan itu ada teman-teman Elon, yaitu Rana dan Arvi yang bukan merupakan tim basket. Keduanya berjalan ke pintu dan duduk di masing-masing kursi yang tersedia, lalu memainkan ponsel mereka dengan santai.

Agak aneh. Elon pikir Erfan memanggilnya karena berkaitan dengan Geng Rahasia, tetapi kedua teman Erfan saja bukan anggota.

Pandangan Elon tertuju pada Erfan yang sudah mengganti seragam basketnya menjadi seragam sekolah. "Woi."

"Bingung, ya?" Erfan mendekat, lalu duduk di bangku panjang. "Lo di sini aja sampai pulang sekolah."

Elon terdiam sesaat, lalu dia berbalik menghadap pintu untuk keluar dari ruangan itu. Akan tetapi, Rana dan Arvi langsung menggeser kursi mereka agar tepat di belakang pintu yang tertutup.

Elon berbalik, menatap kesal Erfan. "Gue bakalan ketinggalan pelajaran!"

"Itu sih risiko lo," balas Erfan. "Lo lagi deket sama cewek, ya?"

Elon langsung mendekat dan berbisik. "Lo gila ngomong hal-hal ambigu di depan temen-temen lo? Mereka kan bukan anggota."

"Lah, emang kenapa?" tanya Erfan dengan suara normal. "Walaupun lo nggak suka jadi anggota, tapi lo tetep taat aturan, ya? Hm, bocah yang baik," lanjut Erfan dengan suara yang sangat pelan. "Nurut aja bisa kan? Cuma nyuruh lo di sini, gue dapat lumayan dari Tigris."

"Apa peduli gue?" tanya Elon dengan kesal.

"Oh, lo mau berontak?" Erfan menatap Elon dengan pongah. "Apa gue kasih tahu Tigris aja, ya? Kalau misalkan mau buat permainan Game Over lagi, gue saranin targetnya cewek yang lo deketin aja dan gue mau ajuin diri jadi salah satu pemain."

Elon tak bisa lagi berkata-kata.

"Sekarang duduk." Erfan menggerakkan kepalanya ke samping untuk menyuruh Elon duduk. Tatapannya beralih pada Arvi dan Rana. "Kalian berdua keluar dulu."

Keduanya langsung pergi dan menutup pintu.

"Apa tujuan dia nyuruh lo bawa gue ke sini?" tanya Elon. Dia berusaha untuk tidak mengomel karena ancaman Erfan barusan.

Meski Elon tak menyebut nama Tigris kali ini, tetapi Erfan langsung paham siapa dia yang Elon maksud. Toh, Erfan dan Elon tak akan saling kenal jika tidak berada dalam sebuah kelompok yang dibuat oleh Tigris.

"Mau ngomong sama lo. Lo nggak baca chat dari dia, ya?" Erfan mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Tigris. "Dia ada urusan nanti. Jadi cuma waktu sekarang."

"Halo?" Suara Tigris masih terdengar karena Erfan yang mengatur volume suara paling tinggi.

"Gue udah bawa Elon ke tempat sepi. Lo mau ngomong, kan?" Erfan memberikan ponselnya kepada Elon. "Nih, ngomong."

Elon terpaksa menerima ponsel Erfan. Kedua bahunya terkulai. Perasaannya mulai tak tenang. "Apaaa?"

"Lo punya temen-temen, kan?"

"Iya, kenapa...?" tanya Elon, sedikit terkejut.

Erfan langsung menimpali. "Wah, lo serius mau nyari kandidat dari temen-temennya?"

"Apa?" Elon menoleh terkejut pada Erfan.

"Gue cuma mau mastiin aja apa dia punya temen," balas Tigris. "Gue perlu anggota yang saling kenal."

Perasaan Elon sudah tidak enak hanya karena kalimat itu. "Enggak. Enggak. Mereka bertiga mulutnya suka bocor. Jangan harap sama mereka."

"Oh, ya? Hm, berarti anak-anak lain nggak ngasih keterangan salah."

Elon langsung terdiam. Benar kata yang lain bahwa Tigris punya banyak mata. Mereka sampai tahu bagaimana kelakuan Key, Rangga, dan Mulyo.

"Gue mau ngasih pilihan. Khusus buat lo karena lo yang termuda."

Elon meneguk ludah. "Apa?"

"Apa lo bersedia jadi salah satu pemain game over untuk target selanjutnya?"

Permainan Game Over dalam Geng Rahasia adalah istilah halus dari taruhan. Lima pemain dari geng rahasia akan membuat sang target jatuh cinta kepada salah satu dari mereka. Pemain yang berhasil membuat target itu jatuh cinta adalah pemenangnya, tetapi permainan tak akan selesai di sana.

Elon sadar. Tigris bertanya. Itu adalah sebuah ujian.

Artinya, target yang diincar Tigris selanjutnya adalah seorang cewek yang ada di sekitar Elon saat ini.

***


 

Blooming FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang