Sudah berapa hari terlewati dan Elon tak pernah menghubungi nomornya.
Bukannya Aneta menunggu Elon menghubunginya tanpa alasan, tetapi karena Alona mengatakan bahwa Elon ingin bertanya pelajaran kepada Aneta. Aneta jadi bertanya-tanya apakah Elon benar-benar ingin bertanya tentang pelajaran kepadanya? Setelah hari di mana Elon mendapatkan kontaknya, baik Elon dan Aneta tak pernah ada dalam situasi di mana mereka saling bicara. Mereka hanya tak sengaja saling pandang, lalu Aneta akan mengalihkan pandangannya dari cowok itu karena merasa aneh.
"Wah, wah. Kalian berdua bentar lagi jadi satu kelompok yakin gue."
"Lo jodoh banget ya sama Aneta!"
Aneta mengernyit saat menoleh ke belakang untuk melihat teman-teman Elon yang berisik. Dia tak akan menoleh jika saja saja tak mendengar namanya disebut-sebut.
"Kelompok selanjutnya," perkataan Bu Wati membuat Aneta dengan cepat mengarahkan wajahnya kembali menghadap Bu Wati. "Catat baik-baik. Ibu nggak akan ulang. Alona Elora. Key Davino. Elon. Aneta."
Aneta merasakan jantungnya hampir copot.
Kenapa ... Elon? Apa yang Bu Wati pikirkan? Bukannya tak adil menyatukan mereka dalam satu kelompok? Aneta bertanya-tanya, tetapi tidak bisa protes karena sejujurnya dia sedikit menginginkan kesempatan yang tak akan mungkin datang dua kali ini.
"Oke, seperti biasa, untuk memudahkan saling diskusi tolong duduk di dekat kelompok masing-masing," kata Bu Wati, mengamati murid-muridnya yang mulai berdiri mengatur meja dan kursi.
Alona mendesis saat dilihatnya Key berjalan membawa satu buku yang tergulung sambil terkekeh. "Mimpi apa gue semalam harus sekelompok sama lo?"
"Mimpi indah?" tebak Key asal. Tiba di dekat Alona, dia langsung mendapatkan pukulan di lengan.
Berbeda dengan dua orang itu yang sedang adu mulut, Aneta dan Elon tak mengatakan apa pun. Hanya ketegangan di wajah Aneta. Elon juga tiba-tiba menjadi patung.
Tidak butuh waktu lama bagi siswa-siswi kelas itu dalam mengatur meja. Kelompok Aneta ada di bagian depan. Aneta membaca materi kelompok dengan tidak tenang. Diam-diam pandangannya naik, melirik Elon yang sedang bertopang dagu tak semangat.
Tiba-tiba hanya mata Elon bergerak memandang Aneta. Aneta membelalak bahkan bersuara kaget. Dia salah tingkah dan langsung menunduk dengan jantung berdegup kencang.
Elon langsung tersenyum.
Lucunya.
***
Sebentar lagi waktu istirahat habis. Harusnya Alona dan Dania—siswi yang mejanya tepat di belakang Aneta—sudah tiba di kelas, tetapi mereka berdua tak kunjung tiba. Aneta menoleh ke sampingnya dan melihat Geisha yang sedang sibuk mengulang pelajaran. Geisha dan Alona memang bertukar tempat duduk untuk sementara waktu karena Alona dan Dania ingin bergosip di jam kedua tadi.
Sebuah buku terlempar tepat di atas meja Aneta. Aneta sampai berjengkit kaget. Disaat yang sama Elon sudah duduk di hadapannya setelah menarik kursi milik siswi lain. Cowok itu mengangkat sebentar satu alisnya saat memandang Aneta, lalu dia membuka bukunya dan mengarahkannya kepada Aneta.
Aneta hanya memandang cowok itu dengan kaku.
Apa yang harus dia katakan? Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana bereaksi sealami mungkin dan terlihat biasa-biasa saja? Pikirannya penuh oleh pertanyaan yang semakin membuatnya tak fokus. Tubuhnya jadi sekaku robot sekarang sampai meneguk salivanya saja terasa sulit.
Aneta tak biasa berhadapan hanya berdua dengan seorang cowok.
"Bisa bantuin gue nggak? Yang kerja kelompok tadi. Gue masih nggak ngerti bagian ini." Elon menunjuk sembarang tulisan di bukunya karena perhatiannya hanya terfokus pada wajah Aneta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flowers
Teen FictionSELESAI ✔️ Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah hanya karena satu cowok. Namun, kehadiran seseorang di hidup Aneta menghancurkan harapan itu. Jatuh...