10

978 237 15
                                    

by svrinai

part of zhkansas

...

Aneta akui, pengecualian untuk permasalahan yang Elon alami, apa yang terjadi di antara mereka detik demi detik terasa seru sampai Aneta tak sadar rasa lelah di tubuhnya sudah melebihi batas. Diliriknya tangannya yang masih digenggam erat oleh Elon, lalu cewek itu menatap punggung Elon. Ketika lari Elon semakin pelan dan cowok itu menoleh ke belakang untuk melihat situasi, Aneta langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Mereka nggak ngejar," kata Elon, pelan. Napasnya sudah tak beraturan sekarang. Dia berhenti untuk bernapas lebih baik. Tangan kirinya dia sangga di atas lutut ketika dia menunduk sementara satu tangannya yang lain masih menggenggam tangan Aneta.

Aneta melemaskan tangannya dan dia bisa merasakan bagaimana eratnya Elon menggenggamnya. Pandangan Aneta tak bisa berhenti menatap dua tangan yang masih menyatu.

"Gila. Capek banget," gumam Elon dan perlahan dia melepaskan genggamannya pada Aneta. Kedua tangannya beralih untuk membuka sweternya. Cowok itu lalu mengikat longgar lengan sweter ke lehernya.

Angin tipis melewati mereka. Bau alami dari tubuh ketika seseorang tak memakai parfum atau pun pewangi pada pakaian tercium melewati Aneta, membuat cewek itu bisa merasakan aroma alami Elon ketika dia sedang berkeringat.

Bagi Aneta, ketika wewangian bercampur dengan keringat tubuh manusia maka baunya akan aneh dan membuat pusing. Itu juga alasan Aneta tak pernah memakai parfum dan sejenisnya.

Pandangan Aneta tertuju pada tubuh Elon begitu saja. Elon tak berkeringat banyak padahal cowok itu memakai sweter. Sementara Aneta sudah merasakan baju di balik kemeja putihnya sudah setengah basah oleh keringat.

"Lo kenapa dikejar sama mereka?" tanya Aneta, penasaran akan hal itu sejak tadi. Namun, dia tak mungkin bertanya di situasi genting.

"Biasa. Masalah antar cowok. Hah.... Kayaknya emang nggak pada ke sini." Elon bersandar ke pohon, lalu menoleh. Tangannya terulur kepada Aneta. Khawatir mereka berpisah jika tiba-tiba saja ada sekelompok siswa D'Graham yang muncul. "Ayo pergi. Lo nggak pulang?"

Aneta hanya memandang tangan Elon yang terulur dan tidak menerimanya karena merasa canggung dan ini bukan situasi mendesak. Dia hanya akan merasa malu jika menerima uluran tangan cowok itu.

Elon menarik kembali tangannya dan memperbaiki ikatan sweternya yang—sebenarnya tidak—mengendur.

"Gue kayaknya harus balik ke tempat awal," kata Aneta setelah diam beberapa saat.

"Oh.... Kakak lo?" Elon juga baru ingat itu.

Ponsel Aneta bergetar di dalam tas. Aneta buru-buru mengambilnya dan melihat nama Vina muncul di layar. Untung saja ponselnya tidak berbunyi saat bersembunyi tadi. Jika terjadi, maka itu akan menjadi situasi yang semakin menegangkan.

"Halo?"

"Lo di mana? Gue udah di lokasi, tapi lo nggak ada."

"Ah, iya. Gue tadi ada urusan. Ini mau ke sana. Deket, kok."

"Ck, cepetan." Sambungan itu langsung diakhiri oleh Vina.

Aneta menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas, kemudian menatap Elon. "Gue udah mau balik."

"Gue anter." Elon bersiap-siap melangkah.

"Gue sendiri aja. Lo nggak pulang?" tanya Aneta. Dia takut kakaknya akan salah paham jika melihat Elon. Dia hanya tak tenang saja jika salah satu dari keluarganya melihat dia bersama dengan cowok. Aneta mulai melangkah dan melambaikan tangannya dengan kaku. "Kalau gitu, Dah.... Lo pulang naik apa?"

Blooming FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang