Elon ingin mengakhiri panggilan video itu, tetapi tangannya tak mau bergerak untuk mengakhirinya. Dia terdiam memandang Aneta yang tidur dengan tenang. Bukan suara dengkuran Aneta yang terdengar, melainkan suara dengkuran Tata.
Ini adalah perpaduan yang indah.
"Meong!" Tata bergerak hingga ponsel Aneta terjatuh dan kamera mengarah ke langit-langit kamar. Saat itu juga Aneta terbangun dengan terkejut. Cewek mengambil ponselnya dan melihat wajah Elon masih ada di sana.
"Maaf banget. Gue ketiduran." Aneta terduduk dan Tata naik ke pangkuannya.
"Nggak apa-apa, kok. Santai aja," balas Elon. Dia memilih untuk tidak membahas apa yang sebenarnya terjadi karena khawatir Aneta malu jika mengetahuinya dan berakhir canggung padanya.
"Lo ngantuk banget, ya?" tanya Elon.
"Ah, hehe...." Aneta hanya tertawa. Dia tak mungkin mengatakan alasan mengapa dia ketiduran adalah karena memikirkan kedatangan Elon dan yang lain. Cewek itu beraring kembali. Diarahkannya kamera ponselnya sambil membaringkan Tata di sampingnya.
"Net?"
"Hm...?"
"Apa pandangan lo tentang pacaran?"
Aneta mengernyit. "Pacaran itu ... aneh?"
"Aneh? Coba jelasin aneh gimana."
"Ini konteksnya seumuran kita yang masih piyik. Maksudnya, buat apa gitu pacaran? Katanya buat saling kenal gitu kan, tapi kenapa saling kenalnya pas masa-masa remaja labil yang emosi aja belum stabil? Kecuali kalau emang udah mau nikah kalau lulus SMA, tapi bahkan yang seumuran kita, yang masih kelas sepuluh aja pacaran. Ah, enggak, bahkan yang masih SMP bahkan SD aja udah pacaran." Aneta merasa kata-katanya aneh, tetapi dia tak bisa menarik semua kata-katanya itu. "Menurut lo sendiri ... gimana?"
"Sama, sih. Pacaran tuh aneh. Ngapain pacaran? Buang-buang waktu aja." Elon sudah mempersiapkan dua jawaban dan karena Aneta terkesan kontra dengan pacaran, maka Elon juga mengikuti jawaban Aneta itu.
Jika Aneta pro dengan pacaran, maka Elon merasa senang karena bisa menembak cewek itu dan juga sekaligus khawatir karena suatu saat Aneta akan pacaran bukan dengan dirinya. Jika Aneta kontra dengan pacaran, maka Elon merasa sedih karena tidak bisa menembaknya, tetapi juga senang karena Aneta akan menjaga dirinya dari cowok-cowok yang ingin mengajaknya pacaran. Karena Aneta terkesan kontra, maka Elon merasa jauh lebih senang dibanding sedih yang hanya secuil. Apa yang paling penting adalah Aneta tak akan mudah pacaran dengan pemikiran yang seperti itu.
"Gue kayaknya udah mau balik," kata Elon sambil keluar dari kelas dan menguncinya. "Nggak usah dimatiin. Ayo lanjut ngobrol."
"Hm."Aneta menarik Tata dan memeluknya.
"Kayaknya gue pecemburu berat," kata Elon sambil terus melangkah. Ekspresinya terpampang jelas, membuat Aneta merasakan hatinya berbunga-bunga. "Kalau lo?"
"Apanya...?"
"Menurut lo sifat yang akan lo punya andaikan lo pacaran. Andaikan aja. Misalnya kalau gue, gue itu pecemburu berat."
"Kalau gue lihat selama ini ... sifat gue tuh nggak suka kalau punya gue disentuh. Gue nggak suka pakaian gue dipinjem orang lain. Atau mie goreng gue diminta orang lain. Atau Tata deket-deket dengan orang lain," balas Aneta sambil mengingat semua hal yang ada pada dirinya. "Gue pernah mikir ini..., kayaknya gue terlalu posesif kalau punya pacar."
"Kalau gue, justru seneng diposesifin," kata Elon sambil senyum-senyum.
Arghh kenapa ngoongnya gituuuu huhu. Aneta membatin. Perasaannya tak keruan. Dia jadi terlalu percaya diri bahwa kalimat yang Elon lontarkan tertuju untuk dirinya. Seolah Elon memberikan sebuah kode.
Namun, bagaimana pun juga Aneta tak mau berpikir berlebihan.
Elon menghampiri penjaga sekolah dan mengembalikan kunci. Cowok itu berjalan keluar dari gerbang dan kembali berbincang dengan Aneta. Suasana sore hari di sekolah tanpa adanya orang-orang berseragam sekolah terasa sangat sepi. Seperti sebuah lokasi sejarah. Elon sengaja ke sekolah hanya untuk menghubungi Aneta karena dia tak mungkin bebas melakukan semua itu di rumah.
"Udah di mana?" tanya Aneta.
"Mau lihat?" Elon menyalakan kamera belakang.
Aneta jadi bisa melihat jalan-jalan yang Elon lalui. Keduanya berbicara tanpa kehabisan materi. Aneta yang bahkan tak bisa sebebas ini berekspresi di depan ketiga temannya justru bisa seperti ini di depan Elon.
Itu artinya, Elon telah membuat Aneta nyaman seperti bagaimana Aneta berbincang dengan teman sebangku lamanya, yaitu Riri.
"Lo jalannya jauh juga, ya?" gumam Aneta.
Namun, Elon tak mendengar. Suara kendaraan lalu lalang menghalau pendengaran Elon dari ucapan Aneta yang memang pelan. Cowok itu menghentikan langkahnya saat lampu merah untuk pejalan kaki menyala. Dia menunggu untuk menyeberang bersama beberapa orang di sana.
Lampu hijau untuk pejalan kaki akhirnya menyala. Elon tak lagi fokus pada ponselnya karena fokus menyeberang.
Suara klakson bus, teriakan dari beberapa orang, kendaraan-kendaraan lain yang lewat. Semua suara itu menyatu. Elon secara tak sengaja mengarahkan kamera ponselnya pada sebuah bus yang sedang mengalami rem blong, lalu ponselnya terlepas dari tangannya.
Aneta tak bisa berkata-kata. Tak ada yang bisa dia lihat karena kamera Elon tergeletak di jalanan setelah terlempar. Semua yang didengarnya mengarah pada satu hal;
kecelakaan besar sedang terjadi.
***
thanks for reading!
love,
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flowers
Teen FictionSELESAI ✔️ Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah hanya karena satu cowok. Namun, kehadiran seseorang di hidup Aneta menghancurkan harapan itu. Jatuh...