by svrinai
part of zhkansas
...
Ian keluar dari ruang kelas itu beberapa menit lalu dan membuat Aneta bisa bergerak bebas sekarang. Aneta menggerakkan kedua tangannya yang terikat di belakang dan terikat juga dengan kursi. Ikatan itu adalah simpul mati. Pergelangan tangannya memerah karena berusaha untuk melepas tali itu. Meski kedua kakinya tak ikut diikat oleh Ian, tetapi dia tak bisa mengangkat kursi yang dia duduki sekarang karena merupakan kursi guru yang jauh lebih berat daripada kursi para murid.
Aneta menatap ponselnya di atas tas miliknya sembari berusaha menggeser kursi. Cara Ian mengaitkan kursi dan ikatan di tangan Aneta membuat Aneta kesusahan untuk menggeser posisinya. Pergelangan tangannya semakin sakit sementara lokasi ponselnya masih cukup jauh.
Dia tak melakukan apa-apa lagi ketika mendengar keributan di luar kelas. Ian memasuki kelas itu bersama dengan dua temannya. Aneta ingat siapa yang datang bersama Ian saat ini. Dua orang yang membawa Geisha.
Ian duduk di meja, lalu dia mengamati Aneta dan sekitarnya. "Lo lagi berusaha kabur, ya? Gue kan udah bilang nggak bisa."
"Temen gue di mana?" tanya Aneta pada kedua teman Ian. "Bawa dia ke sini."
"Eng—nggak—bi—sa," kata salah satu dari mereka.
"Dia di ruangan lain," sahut Ian. "Tenang aja. Dia nggak akan diapa-apain, kok. Dari tadi dia juga nanya-nanya tentang lo."
"Terus mau kalian apa, sih?" Aneta menghela napas panjang. "Nggak mungkin temen gue punya masalah sama kalian, kan? Tolong lepasin dia. Dia nggak ada urusannya dengan ini."
"Supaya dia bisa cari pertolongan di luar sana dan nolongin lo. Gitu kan harapan lo?" tanya Ian, lalu tertawa. "Nanti gue lepasin. Tenang aja. Nanti lo juga gue lepasin, kok." Ian beralih menatap kedua temannya. "Kalian berdua keluar. Udah pada lihat, kan? Gue nggak salah bawa. Biarin gue berdua sama dia."
"Oke, gue juga pengin mainin anak tadi," kata siswa itu, lalu keluar dari kelas bersama temannya dan menutup pintu rapat-rapat.
"Kasih tahu temen-temen lo buat nggak macem-macem ke temen gue!" seru Aneta, kesal.
"Itu sih bukan urusan gue." Ian mengangkat bahunya. "Kayaknya lo punya jawaban sendiri alasan lo gue bawa ke sini?"
Aneta menunduk. "Kejadian waktu itu, kan? Ada hubungannya sama temen gue?"
"Temen...?" Ian mengernyit. "Bukan pacar, ya? Gue pikir cowok lo. Jadi, kayaknya gue lebih leluasa nih buat berbuat semaunya sama lo?"
Aneta menggigit bibir dalamnya.
"Setengah bener. Setengah enggak. Harusnya sekarang gue hubungi temen lo yang pernah ngerusuh di warnet itu karena temen-temen gue udah enggak sabar buat ngasih dia pelajaran, tapi karena gue bilang pengin bersenang-senang sama lo akhirnya mereka ngikut aja."
Aneta tak bisa berpikir jernih. Kepalanya terasa panas karena menahan emosi.
"Gue bakalan lepasin ikatannya," kata Ian sambil memutari kursi yang Aneta duduki, lalu dia membuka ikatan di pergelangan tangan Aneta dan juga ikatan di kursi. Setelah melepasnya, dia mengikat satu pergelangan tangan Aneta dan memaksa Aneta untuk berdiri.
Aneta dibawa ke dekat meja, lalu cowok itu mengikat tali itu di kaki meja agar Aneta tak bisa ke mana-mana. Meski hanya satu tangan Aneta yang terikat, tetapi Aneta tak bisa bebas menggunakan tanganya yang lain untuk membuka ikatan itu karena keberadaan Ian di dekatnya, tepat di depannya dan membuatnya tak bisa bergerak 1 sentimeter pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flowers
Teen FictionSELESAI ✔️ Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah hanya karena satu cowok. Namun, kehadiran seseorang di hidup Aneta menghancurkan harapan itu. Jatuh...