by svrinai
part of zhkansas
...
Hati Aneta menjadi tak keruan, tetapi Aneta masih punya pikiran positif tentang Elon. Lebih tepatnya sesuatu yang dia sebut pikiran positif adalah sebuah harapan. Elon pasti diperintah oleh seseorang yang lebih dewasa dan menurut hanya karena terpaksa.
Meski apa pun bisa terjadi di dunia ini—termasuk Elon yang membeli alat itu untuk dirinya sendiri—, tetapi Aneta lebih yakin bahwa tak mungkin Elon yang menggunakannya.
Ditatapnya sekitar untuk memastikan lagi keberadaan Elon, tetapi dia tak menemukan keberadaan cowok itu. Elon sudah pergi. Jeda waktu keluar dari minimarket di antara mereka memang cukup untuk membuat mereka tak bertemu.
Vina terus bicara di sepanjang dia mengemudi. Mobil yang dia lajukan cukup pelan, membuat mereka yang harusnya tiba di rumah lebih cepat kini menjadi lambat. Aneta tak bisa fokus sekarang, tetapi dia tetap berusaha untuk mendengarkan perkataan Vina. Baru kali ini kakaknya itu banyak bicara seolah mengeluarkan semua beban yang selama ini dia pendam.
"Gue males ngasih tahu ini, tapi gue nggak mungkin diem aja disaat gue tahu lo masih terlalu polos. Walaupun gue nggak tahu lo punya temen kayak gimana, tapi gimana kalau lo punya temen yang malah ngarahin lo ke hal yang negatif? Orang-orang kayak lo tuh gampang banget terpengaruh lingkungan. Nggak heran kan banyak orang yang tadinya nggak neko-neko, tiba-tiba berubah drastis karena salah pilih teman?"
Aneta melirik kakaknya yang semakin menggebu-gebu. Dia tak pernah tahu Vina punya teman yang buruk. Pikiran Aneta justru mengarah kepada Erfan. Aneta pikir Vina menjadikan pengalamannya sendiri sebagai acuan.
"Mending tahu dari awal sebagai bentuk kewaspadaan diri, daripada tetap polos dan lo enggak tahu punya temen baik apa berengsek yang ujung-ujungnya malah lo dibego-begoin. Satu lagi hal yang harus lo tahu. Gue tahu lo pinter, tapi ini sebagai hal mendasar aja. Mau tahu, kan?"
"Apa...?"
"Lo tahu kan kalau haid itu tandanya cewek udah bisa hamil kalau ngelakuin gituan tanpa pengaman?"
Aneta tahu dari pelajaran Biologi, tetapi Aneta tak bersuara atau menggerakkan kepalanya untuk mengangguk. Vina mulai membuat Aneta tak nyaman dan dia ingin segera mengakhiri pembahasan ini.
Aneta hanya tidak ingin membahas hal-hal yang bersifat dewasa bersama dengan orang lain. Sekali pun itu kakaknya sendiri. Masih banyak pembahasan lain yang bisa mereka jadikan topik selain itu.
"Aneta, gue peringetin lo buat nggak berbuat hal yang enggak-enggak. Sekarang, siapa aja bisa ngelakuin hal gituan bahkan orang yang lo nggak sangka-sangka juga ngelakuinnya."
"Gue nggak mungkin ngelakuin hal kayak gitu. Gue juga tahu norma kali. Udah. Nggak usah bahas lagi," balas Aneta cepat dan suara yang agak meninggi. Dia sudah terbawa emosi.
Vina langsung membelalakan mata karena terkejut. "Ah...." Cewek itu mengulang kembali kejadian beberapa menit lalu di memorinya dan baru menyadari bahwa dirinya terlalu menggebu-gebu membahas hal yang ternyata membuat Aneta tak nyaman.
"Iya, kita kan ... beda," lanjut Vina, lalu tak mengatakan apa-apa lagi.
Hanya ada keheningan di dalam mobil itu setelahnya. Mereka tak lagi saling bicara. Kedekatan di antara mereka malam itu kembali berakhir dengan canggung.
***
Setelah turun dari mobil yang Erfan kendarai tak jauh dari komplek, Elon lalu mengambil sepeda yang dia sembunyikan dan dia kendarai dengan cepat hingga tiba di rumah. Disimpannya sepedanya itu di tempat semula dan sebisa mungkin dia buat sama persis untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan beruntun dari papanya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Flowers
أدب المراهقينSELESAI ✔️ Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah hanya karena satu cowok. Namun, kehadiran seseorang di hidup Aneta menghancurkan harapan itu. Jatuh...