Hevy kebangun pas matahari udah hampir tinggi, matanya bener-bener berat dan kepalanya pusing, dia nggak inget semalem kenapa, ingatan terakhir yang membanjiri otaknya adalah Jana dan Jani yang mabuk dan dia yang nganterin mereka ke kamar.
Tapi, kenapa dia bangun sendirian? Di mana si kembar? Harusnya, mereka tidur bertiga kan?
Dengan langkah lunglai, Hevy bergerak buat ngebuka gorden jendela, ngeliat aktifitas warga ibukota di hari minggu, keningnya mengerut saat ngeliat bekas sarapan juga beberapa makanan yang belum disentuh di atas meja.
Berarti semalem dia nggak bobo sendirian dong? Ada orang lain yang tidur sama dia? Tapi, siapa? Kalo si kembar, kenapa sarapannya berkelas gini? Segala ada foie grass?
Setajir-tajirnya Jana dan Jani, mereka masih ngotak kalo mau traktir makan, paling mahal ya nasi uduk di depan sekolah.
Hevy menelan ludah saat masuk ke kamar mandi dan menemukan botol Caron Poivre di atas wastafel.
Parfum ini jelas bukan kelasnya, level Hevy sebatas Miniso atau paling mentok abis gajian belinya Zara, Caron Poivre mana masuk dalam angannya.
"Gue tidur sama siapa anjir?"
Mencoba untuk biasa aja, padahal dalam hati beneran pengen nangis. Yang bikin dia tenang adalah karena bangun dalam keadaan badan yang biasa aja, nggak pegel atau apapun itu, jadi Hevy bisa menyimpulkan kalo semalem dia nggak lepas virgin.
"OH! HP!"
Sayangnya, dia udah nyoba nyari di mana-mana tapi benda pipih segipanjang itu nggak keliatan di mana-mana, Hevy nyerah.
Jam dua belas siang, kunci kamar dikembalikan pada resepsionis dengan catatan kalo mereka nemu ponselnya pas ngebersihin kamar, tolong hubungi nomer Kak Jo, soalnya nomer abangnya doang yang dia hapal.
***
Mark masih ngantuk banget pas manajernya ngetuk pintu kamar pagi ini, dia baru bisa tidur jam empat dini hari, setelah berjuang untuk tetap tenang meskipun perempuan tak dikenal bergelung hangat dalam peluknya.
Dia ngelepasin lengan Hevy dengan pelan, berusaha untuk nggak ngebangunin gadis itu. Masih menyempatkan diri untuk mesen sarapan buat mereka sebelum mandi dan bersiap ke bandara.
Hari ini dia harus ke Malaysia, lalu lanjut ke Singapura, abis itu ke Filipina, dan berakhir di Thailand.
Badannya capek banget, nggak tau semalem abis berapa botol, tapi Mark nggak pernah selega ini.
Minum emang jadi salah satu pelampiasan stres yang paling manjur, selain ngurung diri di kamar bareng gitar dan piano.
Matanya melirik perempuan yang masih memejamkan mata di atas kasur, nafasnya terhembus lembut, poni halus yang menutup matanya ngebuat Mark ngulurin tangan dan menjatuhkan ciuman di sana.
Satu kecupan singkat, nggak bakalan berarti apa-apa, kan?
Maka dari itu, Mark menyambar jaketnya, menelepon asisten pribadi untuk datang nanti sore dan ngeberesin barang-barang juga tuxedo yang dia pake semalam.
Sebelum naik ke mobil yang akan ngebawa dia ke bandara, Mark nyempatin diri buat nitip ke resepsionis buat nggak bangunin penghuni kamar, nggak apa-apa dia bayar untuk hari ini, soalnya tidur Hevy nggak boleh diganggu.
"Cewek mana lagi?"
"Hah?"
"Yang tidur sama lu semalem, cewek mana lagi?"
Mark ketawa kecil, kesannya kayak dia seneng main cewek ya. Emang sih, dia akui kalo kerja di dunia hiburan tuh godaannya banyak banget, termasuk masalah perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine Wine-Wine
FanfictionHevy, Sarjana Psikologi yang sekarang menjadi guru konseling di TK kalangan atas. Si Buta Nada, baginya musik itu hanya ada bagus, bagus aja sama bagus banget. Bertemu dengan Mark, idol top yang lagunya selalu nangkring di Top #1 under the Moonlight...