Read this carefully.
***
Bohong kalo Mark bilang dia baik-baik aja dengan semua jadwal yang menguras kewarasan. Dia hanya punya kesempatan tidur di ruang tunggu, setelah pusing dari acara satu ke acara yang lain.
Dia bahkan udah jarang banget ketemu orang tuanya, jangankan ketemu, kadang ngecek ponsel aja dia nggak bisa saking sibuknya.
Padahal dia sendiri yang milih untuk comeback di antara tour yang masih berlangsung sampai detik ini.
Bahkan manajemen dan manajernya pun udah nggak tau mau nasehatin dia kayak gimana.
"Abis ini ada ngisi acara autenthic di Senayan ya, Mark. Malem ini lu bisa pulang sekitar jam duabelas, mau diantar ke mana? Studio atau apartemen? Tapi, besok gue jemput jam empat soalnya ada penerbangan ke Brunei jam enam pagi."
Suara manajernya bikin dia mikir, udah berapa lama dia nggak nyentuh apartemen pribadinya, udah berapa lama dia nggak pulang?
Walaupun ada tukang bersih-bersih yang rutin dateng. Tapi, tetep aja, Mark ngerasa lebih safe kalo dia yang beresin sendiri.
"Apart aja."
Dia juga ngerasa kurang enak badan, cuma nggak mau ngomong soalnya dia nggak mau bikin khawatir, dibawa tidur juga pasti udah mendingan sih ini, biasanya juga gitu, kan.
Manajernya nggak mau ngebantah, dia juga tau kalo rasa lelah menggantung sejak kemarin di wajah sang artis cuma Mark tuh nggak punya telinga.
Dinasehatin nggak bakalan mempan, jadi dia nunggu sampe orangnya capek sendiri dan milih buat istirahat.
"Ada apa-apa kabarin gue ya. Bentar lagi showcase comeback, jaga kesehatan."
"Iya."
***
Sejak abangnya mulai sibuk dengan banyak kerjaan, Hevy berusaha untuk mandiri di rumah. Menyelesaikan segala sesuatu yang biasa abangnya urus buat dia, berusaha untuk nggak nambahin beban pria itu.
Dia juga kadang mikir, udah saatnya Jo punya kehidupan sendiri, nggak melulu ngurusin Hevy dengan dalih kalo cuma dia yang saat ini dimiliki gadis itu.
Hevy nggak mengelak kok, dia butuh abangnya tapi pria itu berhak untuk cinta yang jauh lebih baik dan bermakna, juga sebuah tempat lain untuk pulang.
Bukan rumah yang ada Hevy didalamya, melainkan keluarga baru yang dibangun pria itu sendiri.
Walaupun Hevy bakal ngerasa sepi dan sendiri karena bagaimanapun juga hanya abang yang dia miliki. Tapi, nggak apa-apa, Hevy bisa terima.
"Kalo ngelamun, kesambet setan loh."
"Sembarangan!"
Hevy merotasikan mata, Jana duduk di sampingnya, naro dua gelas kopi yang gadis itu beli sebelum berkunjung ke rumah Hevy.
"Lagian lu tumben banget ke sini, Jani mana?"
Nah itu.
Jana ketawa kecil, menatap taman di depan rumah Hevy yang terlihat teduh.
"Jalan sama cowoknya."
"Lah? Punya cowok? Sejak kapan?"
"YAKAN!?"
Seruan itu menandakan kalo si kembar juga baru tau berita ini.
"Gue tau kok, Vy. Gue tauuuu banget kalo Jani tuh trauma sama kisah cinta kita tapi nggak perlu sampe segininya juga ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nine Wine-Wine
FanfictionHevy, Sarjana Psikologi yang sekarang menjadi guru konseling di TK kalangan atas. Si Buta Nada, baginya musik itu hanya ada bagus, bagus aja sama bagus banget. Bertemu dengan Mark, idol top yang lagunya selalu nangkring di Top #1 under the Moonlight...