Nine Wine-Wine #15

1.1K 244 6
                                    

Hevy berguling di atas ranjang, kepalanya disembunyikan dalam bantal yang empuk, pertemuan tadi sore dengan Mark bikin dia malu dan canggung, apalagi cowok itu nyinggung tentang gimana Hevy pas lagi mabuk.

Rasanya Hevy udah nggak punya harga diri lagi buat ketemu sama cowok itu. Untung sesi curhat—Hevy menyebutnya demikian—hanya berlangsung tiga kali seminggu,

Tyana juga udah minta nomer rekeningnya, yang nggak dia sangka adalah wanita itu ngirim uang sebesar lima juta rupiah untuk sekali sesi padahal yang Hevy lakukan hanya dengerin Mark cerita.

Dia enggan menyebut ini sebagai konsultasi professional karena dia sendiri nggak punya izin untuk itu dan Mark juga udah paham kok, katanya anggap aja cerita antar teman sama kayak pas Hevy jadi konselor sebaya di kampusnya dulu.

Mark Dharmawangsa.

Gimana ya Hevy mendefinisikan cowok itu?

Tampan? Jelas.

Kaya raya? Siapa yang meragukan kekayaan jaringan hotel, mall, retail dan semua yang bernaung dalam nama besar Dharmawangsa Group? SPP TK cucu mereka perbulan aja jauh lebih gede dari UKT Hevy selama dua semester.

Tapi, kembali lagi, depresi tidak pernah memilih orang. Mau keluargamu harmonis, rusak atau hancur, semua tentang mental dan mindset.

Hevy bangun dan duduk di atas kasur, udah jam dua pagi, harusnya dia udah tidur dari tadi karena nanti bakalan ngajar. Tapi, otaknya nggak bisa berhenti bekerja.

Tangannya meraih buku kecil yang sengaja dia beli, isinya tentang gimana perasaan Mark dari awal pertemuan mereka, Hevy membacanya satu persatu, sembari dengerin lantunan suara cowok itu yang terputar dari spotifynya.

Hevy ingin kenali Mark lebih jauh dan lagunya adalah wadah yang tepat karena Hevy tau kalo lagu itu ditulis dengan mencurahkan semua yang dia rasakan selama ini.

***

Mark benci banget perasaan ini.

Terbangun dengan rasa deg-degkan yang menyelimuti, juga kepala yang berat karena kurang tidur, obat-obatannya udah dibuang Hevy kemarin, gadis itu berjanji buat bawa dia ke psikiater biar lebih tau resep obat yang benar jadi nggak asal minum aja.

Jantungnya masih berdebar kencang, masih nggak tau apa yang terjadi, Mark rasanya hampir hilang kendali saat dia mencoba meraih ponselnya dan mereka angka sembilan.

Angka yang menghubungkan dia dengan nomer Hevy yang udah diatur kemarin saat Mark menyimpan nomer pribadinya.

***

"Selamat pagi kiddos!"

"Morning Miss Hevy!"

"Christo come here, warna apa hari ini sayang?"

"PINK!"

"Great!" senyum Hevy terkembang lebih lebar, tangannya mengelus lembut kepala anak itu, memintanya untuk bercerita hal-hal baik apa yang terjadi sampai warnanya bisa merah muda.

"Kemarin aku jalan-jalan ke taman safari, Miss. Aku lihat lion! Elephant! Also, tiger! That soooo fabulous."

"Great to know that, baby. Thanks for sharing, ya. next, Nilam."

Seorang anak perempuan melangkah malu-malu, rambut panjangnya dihias bando lembut berbentu telinga kucing.

"How about you little lady?"

Anak itu belum menjawab saat ponselnya tiba-tiba berbunyi, Hevy mengerutkan dahi, siapapun tau kalo jam mengajarnya dimulai dari pagi sampai siang dan Hevy nggak akan terima panggilan di jam tersebut.

Nine Wine-WineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang