Kamu selalu memeriksa jumlah uang di saldo tabunganmu. Kebiasaan aneh. Karena uang kadang-kadang membuatmu tenang. Meski hanya untuk sesaat. Lagi pula, semua orang memang bekerja keras untuk menghasilkan uang. Jika uangmu tak lebih dari lima ratus ribu, kamu akan cemas. Kamu akan terus terjaga terus berpikir, lalu esoknya kamu akan bekerja lebih keras hanya untuk mempertahankan sebuah kamar kos kecil dan biaya hidup sehari-hari di kota orang lain. Pekerjaan sekecil apa pun jika kamu mampu, kamu akan melakukannya.
Tapi, kamu akan cenderung menjadi sensitif, dan mudah sekali sakit hati.
Berkuliah ternyata membuatmu dipandang berbeda. Orang-orang hanya tahu bahwa kamu hidup keren dan menyenangkan karena menjadi seorang mahasiswa. Katanya hidupmu beruntung. Jauh lebih baik dari teman-teman sebayamu yang memilih bekerja. Padahal, uang lima ribu rupiah yang hilang di jalan saja bisa membuatmu gila setengah mati.
Lalu, semuanya menjadi perbandingan. Lagi.
Orang-orang mudah sekali sakit hati. Mereka yang memilih bekerja akan mengatakan hidupmu menyenangkan. Kamu hanya tinggal belajar, lulus dengan baik, dan mendapat pekerjaan yang mungkin juga lebih baik dari mereka. Padahal, tidak ada yang lebih baik. Semuanya sama saja. Mereka tidak tahu bahwa menjadi mahasiswa membuat punggung ayahmu sakit, dan wajah ibumu menjadi lebih tua dari usianya. Kamu juga mudah sakit hati.
Orang-orang mudah sekali sakit hati. Di kehidupan kuliahmu, teman-temanmu mengatakan bahwa kamu beruntung karena berusaha mendapatkan beasiswa. Katanya kamu lebih baik dari mereka. Perbandingan selalu terjadi di mana-mana. Kamu ingin sekali berteriak bahwa kamu berusaha menjadi murid beasiswa karena kamu miskin. Kamu mudah sekali sakit hati lagi.
Kamu juga mudah sakit hati saat bertemu teman-teman kuliahmu. Mereka bisa melakukan apa yang mereka sukai, membeli apa yang mereka inginkan, pergi ke tempat yang bagus, kuliah dengan baju atau sepatu yang bagus. Kamu bahkan masih memakai sepatu yang sama sejak sekolah menengah. Singkatnya, masa muda yang menyenangkan. Kamu ingin hidup sebentar saja tanpa memikirkan uang.
Jika ada kegiatan yang bisa membuatmu belajar lebih, tapi semuanya berbayar mahal. Teman-temanmu bisa melakukannya, dan itu membuatmu semakin sakit hati. Jika bertemu teman lama yang masuk universitas ternama meski tak terlalu pintar karena orang tuanya kaya, kamu juga masih sakit hati. Jika ada temanmu yang bersenang-senang tanpa memikirkan kuliah atau uangnya, kamu ingin memakinya karena sakit hati. Kamu sangat mudah sakit hati. Jika ada teman yang jauh lebih miskin tapi juga jauh lebih pintar dan mendapat beasiswa yang kamu incar, kamu semakin sakit hati.
Kamu pernah berpikir, apa boleh kamu hidup sembari terus merasa sakit hati oleh orang lain? Apa kebahagianmu diciptakan oleh mereka?
Tidak.
Hidup miskin sudah seperti menjadi darah dan daging bagimu. Tidak memiliki uang sudah menjadi fakta sehari-hari. Nyeri otot di bahumu karena kerja paruh waktu memberitahukan bahwa kamu masih hidup. Hatimu menjadi hangat saat kamu mengingat bahwa kamu sudah berusaha keras untuk hidupmu sendiri. Sekedar untuk bertahan.
Kamu berusaha untuk tidak sakit hati melihat kehidupan orang lain. Mungkin mereka juga punya perjuangan mereka sendiri. Meski orang-orang mudah sekali sakit hati, tapi sebenarnya hatimulah yang mudah terluka. Selalu ada hal yang harus disyukuri sekecil apa pun itu.
Kamu memutuskan untuk menerima semangat yang diberikan oleh kemiskinan. Kamu memupuk kebahagianmu dari hal-hal kecil setiap harinya. Menumpuk kebajagiaan sedikit demi sedikit, tidak ada yang tahu mungkin saja akan ada segudang keberuntungan menimpamu suatu hari nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAUSE, YOU JUST HATE YOURSELF
PoetryEntah bagaimana caramu jatuh cinta pada dirimu sendiri, caraku adalah dengan membencinya lebih dulu.