_______________
"Alpi mana?"
Tidak ada yang menjawab pertanyaan yang barusan Raka ucapkan. Semua teman-teman di kelasnya diam dan memasang ekspresi yang sama—takut.
Semenjak di kantin tadi, Raka sudah merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres, yaitu ketika Alpi—teman dekat di kelasnya—hanya menitipkan makanan kepadanya.Tentu, itu adalah hal yang asing karena biasanya mereka selalu bersama. Meski begitu, Raka tetap mengiyakan. Kemudian, setelah dari kantin dan menemukan bangku kosong di sebelahnya, Raka pun langsung mempertanyakan dan hanya berakhir ketidakjelasan. Teman-teman di kelasnya hanya menunduk atau saling tatap yang menyiratkan sesuatu.
"Alpi mana?!" pekik Raka gemas.
"K-kak Darta...." Seorang perempuan membalas takut-takut.
"Dibawa sama kak Darta. Gak tau ke mana." Raihan—ketua kelas—langsung menyahut dengan malas.
Dan, dengan begitu, maka apa yang telah menjadi firasatnya kini telah dibenarkan. Sejenak ia menghela napas. "Apa gue harus teriak dulu baru ada yang jawab," gumamnya.
Raka tidak peduli apa pun saat ini, bahkan soal laparnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung memberikan makanan di tangannya kepada sembarang orang di kelas. Mau bagaimana pun juga, Raka tidak suka membuang-buang makanan.
Entah menguap ke mana nafsunya. Entah ke mana rasa lapar yang bergemuruh di perutnya tadi. Lupakan soal itu semua, emosinya saat ini lebih menguasai.
Raka menuju satu-satunya tempat di mana biasanya Darta akan berbuat sesuatu yang buruk pada Alpi. Kakinya dengan cepat menaiki tangga-tangga yang menggiringnya pada rooftop. Pintu rooftop yang terkunci meyakinkan Raka bahwa mereka benar-benar di sana. Sekuat tenaga dan dengan berulang kali, Raka mencoba menendang pintu kayu cokelat itu hingga berhasil terbuka. Menimbulkan suara dentuman yang nyaring ketika daun pintu menghantam dinding di sebelahnya. Suara itu sukses mengundang tiga orang di rooftop untuk menoleh. Darta dan kedua temannya menatapnya tegang. Hanya Alpi yang tak menoleh padanya.
Raka mengepalkan tangannya dengan kuat tatkala menyaksikan satu figur yang seharusnya berada di kelas bersamanya, kini malah berakhir di bawah kaki Darta, sementara dua teman Darta hanya duduk-duduk menyaksikan di pagar beton rooftop. Napas Raka semakin memburu ketika menemukan bercak darah pada wajah Alpi yang bahkan telah menodai hingga di beberapa bagian pada seragam putihnya. Warna lebam dan kemerahan juga tak terhitung jumlahnya. Itu adalah bukti bahwa mereka bertiga telah melewati batas.
Tanpa menunda lagi, Raka langsung menerjang Darta dan memukulnya secara membabi buta. Tidak memberi celah untuk Darta dapat membalas. Melihat Darta kesulitan, dua orang temannya membantu. Namun, upaya mereka untuk menahan Raka, bisa dengan cepat ia selesaikan dan Raka berhasil menumbangkan mereka dalam hitungan detik. Selesai dengan dua orang itu, Raka fokus kembali pada Darta.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...