________________
"Buta lo?" tanya Aaron sinis—teman sekelas Darta. Sejenak ia melirik nametag pada seragam seorang laki-laki yang bahunya baru saja bertubrukan dengan bahu Aaron. Satu sudut bibirnya tertarik ketika menemukan nama yang tertulis di sana. Riko Aslan Pramudya.
"Saudaranya yang liar masih diskors kan? Kalo gitu, aman."
"Kakak yang nabrak saya, kenapa kakak yang malah marah?" balas Riko.
Untuk pertama kalinya, Aaron bisa menyadari perbedaan antara Riko dan Raka. Ternyata, Riko sangat tidak ramah. Bahkan kini ia berani menatapnya datar dan penuh waspada. Sangat berbeda dengan Raka saat pertemuan pertama mereka di depan ruang workshop.
"Lo yang jalannya kurang kepinggir!" balas Aaron dengan membentak. Hingga mengundang banyak pasang mata menonton mereka.
"Saya yakin saya jalan di posisi yang bener kok, sebelah kiri."
Aaron maju selangkah. Sikap angkuhnya semakin memancar. Pikirnya ia keren, padahal tanpa ia sadari, lebih banyak yang menatapnya muak. Bahkan menggeleng heran dengan tingkahnya. "Lo ngajarin gue?"
"Saya cuman ngasih tau kalau posisi jalan saya udah bener," jawab Riko lagi dan masih tetap pada posisinya. Tak berkutik sama sekali. Ia tak merasa takut menghadapi Aaron.
"Terus gue yang salah?"
"Iya kan?"
Plak!
Riko reflek membelalakkan matanya karena menerima tamparan secara mendadak. Ia tak pernah menyangka bahwa Aaron akan main tangan di depan umum seperti ini.
"Nah, maaf. Kali ini gue yang salah. Maaf, ya? Hm?"
Kalau tadi Riko masih bisa menatap sengit ke Aaron, kali ini ia hanya menunduk. Bukannya mendadak keberaniannya mengempes, tapi rasanya ia seperti dipermalukan di depan umum. Riko tahu, dirinya tidak bisa melawan dan ia juga tahu bahwa laki-laki di depannya ini berani karena ia tidak akan bisa berbuat banyak selain diam. Namun, diam-diam ia mengepalkan tangan.
"Lho? Kok diam? Ayo, nyerocos kayak tadi," pancing Aaron sambil mendorong-dorong bahu Riko.
Biasanya jika ada yang mengganggu Riko, ada Raka atau Nata yang akan maju mendukungnya. Namun, saat ini mereka tak ada. Raka diskors dan Nata sedang mengikuti rapat osis. Pada detik ia menyadari itu, selain kesal pada Aaron, ia juga kesal pada dirinya yang tak mampu membela dirinya sendiri.
"Woy! Mendadak tuli sama bisu lo?"
Lagi, bahu Riko didorong berulang kali sampai Riko termundur dan terjatuh karena tanpa sengaja menginjak sebuah batu kemudian terpeleset. Ia terduduk di atas aspal. Melihat itu, Aaron tersenyum amat puas. Orang-orang yang berada di sana mulai merasa khawatir, tetapi dominan yang ada pada mereka adalah rasa takut dan ketidakpercayaan diri dalam membantu. Kemudian, seolah belum cukup, Aaron maju lagi dengan niat hendak menarik kerah Riko. Sayangnya tak berhasil karena tiba-tiba seseorang berjaket hitam dan menggunakan helm full face langsung menepis tangannya. Mendorongnya mundur dan berdiri membelakangi Riko.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...