______________
Setelah kejadian kemarin di rumah sakit, ada gelagat aneh dari Darta. Entah itu hanya perasaan Raka saja atau memang Darta sebenarnya memiliki tabiat pemalu yang telah terbungkus oleh sifat sadisnya. Jam istirahat pertama, Raka kerap kali mendapati Darta sedang mondar-mandir di depan kelasnya sambil sesekali melirik. Ketika pandangan mereka bertemu, setelahnya Darta menghilang dan tak muncul lagi. Lalu, pada jam pulang sekolah dalam jarak tiga meter di koridor, Raka bisa merasakan bahwa Darta mengikutinya dari belakang. Saat Raka berbalik, saat itu juga Darta segera membalikkan tubuh dan melanjutkan langkah untuk menjauh.
"Kenapa, Kak? Ada yang mau disampaikan?"
Pertanyaan Raka berhasil menghentikan langkah Darta. Awalnya Raka hanya melihat punggung tegap Darta, tapi kemudian Darta kembali berputar dan menampilkan wajahnya yang berusaha ia buat datar dan setenang mungkin. Kali ini ia berjalan mendekat.
Namun, ia hanya sekedar melewati Raka.
Besoknya, pada jam istirahat pertama, Darta tiba-tiba datang membawa susu cokelat dan roti. Makanan yang Darta bawa itu mengingatkan Raka pada saat pertama kali mereka bertemu setelah Darta melewati masa skorsnya. Tak hanya itu, istirahat ke-2 pun ia juga membawa sesuatu, yaitu sosis bakar.
Kemudian hal itu berlanjut sampai hari berikutnya. Tak hanya tiba-tiba memberi makanan, Darta juga tanpa izin langsung duduk di sebelahnya yang di mana itu adalah bangku Alpi dulu. Jika ditanya sedang apa, Darta hanya menjawab, "Numpang duduk, kelas gue sumpek."
Suasana baru itu tak hanya aneh untuk Raka, tapi juga teman-teman sekelasnya. Raka tak masalah mendapat perhatian, hanya saja tatapan mereka yang terlalu penasaran itu rasanya tidak terlalu menyenangkan, meski masih bisa Raka abaikan. Namun, untuk sekarang tatapan-tatapan itu telah lenyap tak bersisa. Penghuni kelasnya telah meninggalkan tempat mereka. Memilih pulang atau entah kemana karena jam sekolah telah berakhir lima menit lalu.
Namun, tiba-tiba ada satu kehadiran baru yang muncul tepat ketika kelas telah sepi.
"Kenapa lo lihatin gue gitu?" Darta melirik sekilas. Raka seperti tengah menyelidikinya.
"Kayaknya saya baru sadar soal sesuatu. Hukuman skors sebulan itu, sebenarnya dipotong kan kak? Saya baru sadar, kok rasanya baru sekitar dua mingguan doang terus tau-tau Kak Darta udah muncul depan saya."
"Yap! Kan gue kangen sama lo, haha!"
"Waktu itu, sih, kangen pengen nyiksa kan?" Raka mendengus. "Kak Darta kalau datang ke sini cuman mau main game, mending pulang aja, Kak. Saya lagi pusing karena tugas bahasa inggris, ditambah berisik lagi sama suara HP, mau pecah rasanya."
"Kan gue datang ngasih lo itu." Darta menunjuk makanan di atas meja dengan dagunya—kali ini adalah roti bakar yang kini tersisa bungkusnya saja, setelah itu ia lanjut fokus pada permainan di HP-nya. Tampak serius padahal hanya permainan potong buah.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...