BAB 10 : Mati Lampu

575 60 15
                                    

_____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____________

"Riko? Papa.... Mama? Bibi?"

Tak ada satu pun yang menyahut. Hal itu membuktikan bahwa Raka benar-benar sendiri di tempat yang dia sendiri tidak tahu di mana. Hanya gelap di sekelilingnya. Ia mulai meringkuk. Memeluk dirinya sendiri tatkala tak ada tangan yang dengan sukarela membagikan hangat untuknya. Gelap benar-benar mengerikan. Seolah ada yang sedang mengawasinya dan Raka tidak pernah siap akan apa yang terjadi selanjutnya. Raka tidak bisa apa-apa selain meringkuk, memeluk lutut dan menunduk. Dirinya yang tidak tahu apa-apa semakin membuatnya terasa kecil, lemah, dan takut.

Bugh!

"Jadi, kamu yang laporin kita?!"

"Bilang ampun!"

"Minta maaf!

"Cepu!"

"Dasar cepu!"

Dari suara-suara samar yang terdengar, Raka dapat mengetahui bahwa ada tiga orang yang saling bersahutan. Melontarkan kata-kata tak menyenangkan disertai seperti beberapa kali suara pukulan. Kemudian, kegelapan di depannya perlahan memudar dan menampilkan seorang anak kecil yang sedang dipukuli oleh 3 laki-laki yang lebih besar dari anak itu. Tepat seperti tebakan Raka tadi. Mereka sama-sama menggunakan seragam SD. Namun, yang membedakan adalah tubuh dan tingkat kelas mereka.

Raka menutup mata, mengusap dan membukanya kembali untuk memastikan apa yang ia lihat adalah nyata. Detik di mana ia membuka mata, tatapannya dengan anak kecil itu bertemu. Saat ia menyadari bahwa anak itu adalah dirinya, ia seketika merasa tersedot masuk ke dalam tubuh anak kecil itu. Kemudian, gelap lagi.

Di dalam kegelapan itu, ada banyak sekali umpatan yang menagih maaf darinya. Kemudian yang semakin membuatnya merasa kecil dan lemah adalah hantaman yang menghujaninya tanpa mengerti jeda. Kepala, tangan, kaki, perut, hampir semua tidak luput dari serangan itu. Rasanya sakit, seperti dihajar oleh sepatu. Sepatu yang banyak. Bertubi-tubi tanpa ampun.

Gelap.

Sakit.

Sesak.

Payah.

Raka membutuhkan bantuan.

"A-aku nggak salah," ucap Raka gemetar.

"Stop kalian! Stop pukulin Bang Raka! Bukan salah dia, itu aku! Aku! Kalian mau aku laporin lagi?! Aku bisa telepon polisi, lho!"

Suara itu terdengar bersamaan dengan derap langkah yang mendekat. Raka bisa merasakan bagaimana tubuhnya yang kecil terangkat, menyerap kehangatan yang diberikan oleh seseorang melalui dekapnya. Kemudian setelah itu, ada saat di mana semua mendadak tenang. Sepi dan hangat sekali. Namun, itu hanya beberapa saat sebelum ada tangan yang lebih besar dari tangan yang memberinya sebuah peluk perlahan merambat, meraih lehernya dan mencekiknya. Sayangnya, Raka masih tidak bisa melihat apa pun, itu yang paling ia takutkan. Rasanya semakin sesak.

D-DAY : Raka dan SuaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang