______________
"Padahal mukanya kayak orang baik-baik. Ternyata, ck. Memang menilai orang itu jangan pernah dari luarnya," gumam Raka sambil mengacak-acak sebuah laci di meja guru.Yap, Raka akhirnya berakhir masuk ke dalam ruang guru yang kosong. Aaron memerintahkannya untuk mengambil lembar jawaban ujian harian yang akan diadakan dua hari lagi. Raka mengikuti sesuai arahan. Meja nomor tiga dari belakang, persis di sebelah kanan meja Pak Joko.
Raka berhasil mendapatkannya. Namun, setelahnya ia tak meneruskan arahan dari Aaron yang menyuruhnya membawa lembar jawaban itu padanya. Ia justru duduk di kursi pak Joko, menunggu bersama lembar jawaban yang terapit di tangannya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Pak Joko yang pertama kali masuk ke dalam ruang guru terkejut akan entitas Raka di sana.
"Ngapain lagi kamu, Raka?"
"Saya barusan ambil ini dari meja sebelah, Pak."
"Itu apa?"
"Lembar jawaban." Raka menyerahkannya pada pak Joko.
"Ini kan untuk kelas 12. Kamu masih kelas 11, Raka."
"Yep, bener banget, Pak. Bapak gak nanya? Saya ke sini atas perintah siapa?
"Siapa?"
"Kak Aaron, kelas 12-3, Pak."
Biarlah dia dikatakan cepu. Toh, hampir semua orang juga sudah tahu bahwa itu yang memang Raka lakukan ketika mendapati siswa atau siswi berbuat pelanggaran. Walaupun ia juga sudah mendapat surat peringatan sebanyak lima kali. Tiga di antaranya adalah perkelahian bersama Darta, satunya lagi karena membawa Sisi ke sekolah, kemudian satunya lagi karena terlambat di hari senin ditambah perlengkapan seragamnya ada yang tak sengaja ia lupakan. Selain itu, Raka sebenarnya tak mau melanggar peraturan di sekolahnya.
"Oke, kalau begitu kamu kembali ke kelas."
"Tolong pesanin ke Bu Ani ya pak, untuk pindahkan tempat lembar jawaban ini."
"Oke."
Raka hampir saja akan pergi sebelum akhirnya ia teringat akan sesuatu. Hal yang sangat ingin ia coba dari dulu.
"Ngomong-ngomong, Pak, nanti Kak Aaron dipanggil pakai pengeras suara atau langsung didatangin ke kelasnya?"
"Kenapa kamu mau tau?"
"Kalau pakai pengeras suara, boleh saya yang panggil, Pak?" Raka menambahan kekehan di penghujung permintaannya.
Pak Joko menggelengkan kepalanya. Betul-betul heran dengan tingkah Raka yang kadang ternilai absurd. Walau dibalik ke-absurd-annya kadang bisa bermanfaat seperti yang tadi. "Ada-ada aja kamu. Buruan ke kelas."
"Please, Pak." Raka memasang wajah sedih dengan pandangan mata memelas. Mendapati itu Pak joko terpikirkan satu ide yang bisa membuat anak itu pergi tanpa perlu mengusirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...