—————
Nata terus saja bercerita di samping Riko dalam perjalanan singkat di sepanjang koridor setelah mereka dari perpustakaan. Sesekali Riko akan tersenyum ketika cerita Nata terdengar lucu. Jika senyum Riko terlihat tipis, berarti ceritanya menarik. Kalau senyumnya lumayan melengkung dengan panjang, maka ceritanya lucu. Ketika senyumnya lebar hingga gigi depannya mengintip, artinya cerita itu benar-benar lucu. Saat ia tertawa, itu berarti ceritanya adalah tipe humor Riko dan baru Raka juga Nata yang pernah membuatnya seperti itu.
Kali ini cerita Nata berhasil membuat senyum yang panjang di bibir Riko. Itu sudah termasuk hal yang langka untuk dilihat.
Bruk!
Riko tahu, yang salah adalah Nona karena gadis itu jalan terburu-buru sampai menyenggol lengannya dan membuat beberapa buku yang sedang dibawa oleh gadis itu terjatuh. Namun, anehnya, justru Nona yang kini melayangkan tatapan sinis padanya. Seolah kejadian barusan adalah kesalahannya. Hal ini mengingatkan dirinya pada kejadian di depan gerbang. Situasi seperti ini selalu berhasil membuat Riko mengernyit heran.
"Gak guna mata lo?" gertak Nona.
Ketika Nata baru saja akan membuka mulut untuk membalas Nona, dengan cepat Riko memegang pundaknya. Kode agar Nata tidak perlu melakukan apa pun. Riko sendiri juga terlalu malas untuk memperpanjang masalah.
Riko mengambilkan buku Nona yang terjatuh. "Maaf."
Nona tersenyum sinis. "Hm? Beneran Riko, nih? Yang gue tau gengsi lo terlalu gede buat minta maaf."
"Terus? Lo mau gue ngapain emang?"
"Lo berhutang banyak maaf ke gue. Satu aja gak cukup," ucapnya sambil menatap sengit.
Riko menghela napas. "Lo mau gue nulis permintaan maaf satu lembar penuh? Atau perlu berapa karena udah nabrak lo?"
"Bukan soal tabrakan tadi, tapi tentang fans lo." Nona menatap tajam. "Mau tau kesamaan lo dan fans lo?"
Riko mengernyitkan alisnya, bingung.
"Sama-sama gak punya hati."
Setelahnya, Nona pergi dan sempat mengantuk lengan Riko. Nata yang melihat itu rasanya geram sekali. Namun, ia berusaha menahan diri karena ia menghargai keputusan Riko yang memilih untuk diam dan tidak memperbesar masalah.
***
Ketika Raka membuka pintu kamarnya, ia tak pernah menyangka bahwa membuka pintu seperti membuka sebuah kotak hadiah yang isinya dirahasiakan. Betapa terkejut dan gembiranya Raka saat ia baru tiba di rumah, menuju kamarnya, dan menemukan Sisi tengah berbaring di atas bantal mungilnya. Ia langsung menangkup tubuh Sisi dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara.
"Sisi! Papa Raka rindu banget ya ampun! Kemana aja kamu, hm?"
Sisi menjilati tangan dan mengusap kepalanya berulang kali. Kegiatan Sisi yang sangat Raka rindukan. Raka yang bahagianya sudah tumpah pun langsung memeluknya dan berbaring menyamping di lantai. Mengelus Sisi yang berada dalam pelukannya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...