__________
Beberapa murid memandang aneh ke Raka. Sebab, tidak biasanya Raka berlari tanpa membawa wajah riangnya. Kali ini bersama tatapan yang berapi-api. Bahkan saking merasa asing dan takutnya, koridor-koridor yang ramai akan langsung terbelah ketika Raka melewatinya. Aura yang melekat pada Raka saat itu memang luar biasa pekat.
Raka segera masuk begitu sampai di kelas Darta dan mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang kelas untuk mencari keberadaan laki-laki tersebut. Semula Raka hanya menemukan orang-orang yang menatapnya heran, tetapi sebuah presensi yang ia sedang cari akhirnya ketemu di antara orang-orang itu. Di bangku paling pojok, persis seperti miliknya di kelas. Darta tengah duduk santai dengan kaki yang ia naikkan ke atas meja. Lagi-lagi seperti biasa, seolah ada sesuatu di tangannya yang ia simpan kemudian sembunyikan di kantong celana, Darta bertingkah sok keren lagi. Di sebelahnya ada Fajar dan Ian yang setia mendampingi. Mereka sedang membicarakan Raka dan seketika terjeda dengan kedatangan orang yang dibicarakan.
Darta tersenyum semringah entah karena pemikiran apa di kepalanya. Raka kini berada persis di dekat mereka dengan sorot matanya yang kian menyala-nyala. "Cukup saya aja, Kak. Gak usah libatin Riko."
Kerutan mencuat di kening Damar. Terlihat bingung. "Gue belum mulai berbuat apa-apa, lho."
Raka mencoba sabar. Mungkin saja laki-laki di depannya ini berpura-pura, ia tak akan mudah percaya begitu saja. Tangannya sudah terkepal bahkan hingga bergetar karena saking kuatnya dia menahan diri. "Katak di kolong meja Riko itu perbuatan Kak Darta kan?"
"Hm? Jadi sudah ada yang mulai duluan?"
"Maksudnya?"
Darta menurunkan kakinya dari meja, kemudian memutar tubuhnya ke samping dan bersandar di dinding dengan masih tetap duduk di bangkunya. Agar ia bisa sepenuhnya berhadapan dengan Raka.
"Yah, mungkin ada yang niatnya kayak gue juga. Mancing lo dengan ngeganggu Riko. Karena itu kan kelemahan lo?" Darta berdecak tak suka. "Yah, jadi keduluan, deh."
Satu kelas dibuat terkejut ketika Raka mendadak mengambil langkah untuk maju dan meraih kerah seragam Darta. Hingga membuat tubuh laki-laki itu sedikit tertarik ke depan. "Sekali aja... Kak Darta berani nyakitin Riko sekali aja, saya gak bakal tinggal diam, Kak."
"Lo ngancem gue?"
"Iya, ini peringatan."
Raka kemudian melepaskan tangannya dari kerah Darta. Ia berniat akan meninggalkan Darta, tetapi Darta malah menyampaikan sesuatu yang sukses menahan langkahnya.
"Gue sekarat gara-gara lo waktu itu, abang gue biasa aja, tuh. Gak jadi segila lo. Riko bahkan belum kenapa-kenapa? Serem amat jadi abang."
"Kalau begitu, maaf, Kak Darta berarti bukan orang yang berharga buat dia."
Lalu, Raka meninggalkan Darta tanpa peduli fakta bahwa ia telah menyisakan sedikit kehebohan dari teman-teman sekelas Darta yang mulai berbisik-bisik.
Begitulah.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...