__________________
Makan malam keluarga Pramudya itu keadaannya selalu tenang. Hanya boleh berbicara jika sudah benar-benar selesai makan. Jadi, karena itu Riko yang telah menyelesaikan makanannya lebih cepat harus menunggu Pramudya untuk menuntaskannya juga agar dia bisa menyampaikan keinginannya. Dan, ketika Pramudya telah mengambil sapu tangan putih untuk ia usap ke bibirnya, Riko siap mengeluarkan kalimat yang telah dia rangkai dalam hati sejak tadi.
"Pa, Riko lupa beli peralatan untuk kerajinan pas pulang les tadi. Untuk tugas sekolah, Pa. Riko izin pergi malam ini."
"Heum, nanti Papa kasih tau pak Jul untuk antar kamu."
"Terima kasih, Pa."
Raina yang duduk di hadapan Raka memasang senyum manisnya sambil meraih satu tangan Riko di atas meja makan. Ia bisa melihat ada tegang yang sempat menyentuh anak itu. Apalagi tadi berkaitan dengan kerajinan yang merupakan masih bagian seni. Riko dan seni, adalah hal yang harus dipisahkan, menurut Pramudya. Namun, jika tugas sekolah, apa boleh buat.
"Di luar dingin, sayang, jangan lupa minyak telonnya dipakai dulu, ya? Terus hoodie kamu juga, jangan lupa."
"Iya, Ma."
Raka masih di meja makan tatkala Riko beranjak dari sana. Ia memperhatikan satu persatu kedua orang tuanya. Raka tidak berani meninggalkan meja makan sebelum mereka, meski ia telah selesai.
Setelah akhirnya kedua orang tua mereka telah pergi, barulah Raka juga ke kamarnya. Awalnya Raka hanya berbaring di atas ranjang dan sudah memakai headset di telinga. Namun, ia tak menemukan playlist podcast yang cocok untuk ia dengar malam itu. Jadi, ketika ia merenung sebentar di dalam kamarnya, ada sebuah ide yang datang membangkitkannya, yaitu buku catatan Riko.
Raka harus menemukan buku itu sebelum Riko datang. Ia pun bergegas ke kamar sebelah dan ia sudah menebak sebelumnya kalau Riko pasti mengunci kamarnya, tapi bukan masalah besar ketika ia memegang duplikat kunci kamar Riko. Lupakah Riko akan hal tersebut?
Raka segera masuk dan menjelajah di sekitar meja Riko. Mencari buku seperti yang ia lihat waktu itu. Buku yang sangat rahasia. Raka tahu tak seharusnya ia melakukan ini, tapi Riko yang terus tertutup padanya dan tak pernah memberitahukan kesalahan dirinya, membuatnya kian penasaran. Dan Raka biasanya selalu kalah dengan rasa penasarannya.
Barangkali ada jawabannya di buku itu.
Berhasil!
Raka mendapatkan bukunya.
"Ngapain?"
Detik itu juga Raka membeku. Itu suara Riko yang berasal dari arah belakangnya. Nadanya lebih datar dan dingin dari biasanya. Riko maju dengan tergesa-gesa. Meraih pundak Raka dan melemparnya ke samping. Jika saja keseimbangan Raka tidak bagus saat itu, ia akan jatuh dan menabrak sisi ranjang. Karena hal tersebut, buku catatan tadi terlempar dari tangan Raka. Riko membelalakkan mata menyadari benda yang menghantam lantai kamarnya dan dengan menggila memungut buku tersebut, kemudian memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D-DAY : Raka dan Suaranya
Teen FictionRaka dan Riko itu ditakdirkan kembar. Namun, itu tak menjadikan bahwa segala aspek dalam kehidupan mereka sama sebagaimana wajah mereka. Mereka memang sama, tapi ruangan mereka seolah berbeda. Ruang yang paling terang adalah ruang milik Riko. Ruang...