BAB 24 : Luka Mereka

893 75 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


_____________

"Finally! Gimana lukisan aku?"

Raka segera melepas headset yang semula menutup kedua telinganya. Suara dari podcast yang sedang ia nikmati tadi seketika terputus. Tatapan teduhnya yang tadi ia haturkan pada langit sore, dengan cepat beralih ke sosok sebelah yang antusias menunjukkan hasil lukisannya. Sebuah lukisan pemandangan hijau yang menyegarkan mata.

"Kayak bukan lukisanmu."

"Saking bagusnya, ya?"

Raka mengangguk. "Beneran udah kan? Buruan beresin sebelum ketahuan Papa."

"Oh, iya, bener."

Raka kembali memasang headset, tatapannya pun kembali terkunci menatap langit dan awan yang terbang perlahan di atas sana. Suasana di balkon sore itu cukup meneduhkan. Raka suka. Rasanya tenang. Sementara Riko, ia sibuk sendiri membereskan peralatan lukisnya lalu menghilang. Berlari masuk ke kamar mandi di kamar Raka dan membersihkan tangannya yang terkena noda cat.

Ketika Raka masih fokus menatap ke langit, tiba-tiba ia merasakan bahwa seseorang baru saja kembali. Memungut sebuah lukisan dan memandanginya. Awalnya Raka menoleh dengan senyuman, tetapi ketika tahu bahwa yang kembali bukanlah Riko, Raka reflek melepas headsetnya lagi dan berdiri karena terkejut.

Pun sama dengan Riko yang baru saja keluar dari kamar mandi dan hendak menyelesaikan sisa beberesnya. Masih ada beberapa cat dan kuas yang tergeletak di lantai balkon. Ia belum sempat masukkannya ke dalam sebuah kotak, lalu menyimpannya di bawah ranjang milik Raka. Biasanya Riko melakukan itu untuk menyembunyikannya dari Pramudya.

Namun, hari ini ia gagal.

Pramudya telah menemukannya. Bahkan karyanya tadi langsung dilempar melewati batas balkon. Tak ada yang berani bersuara saat itu selain Pramudya.

"Jadi, ini yang kamu lakukan saat Papa gak di rumah?"

"Sebelum ngelukis, Riko sudah selesai belajar. Papa bisa lihat ke kamar Riko kalau gak percaya."

"Alih-alih hal gak guna gini, kenapa gak kamu gunakan untuk mengerjakan beberapa tes soal lagi?"

"Papa, Riko juga butuh istirahat. Papa kira Riko gak capek? Setidaknya, kasih waktu sedikit buat Riko untuk ngelakuin hobi Riko di antara waktu belajar itu."

"Ini sama aja kamu juga gak menghargai usaha Papa!"

Emosi Pramudya tiba-tiba memuncak. Bahkan ia tanpa permisi langsung menendang semua peralatan lukis Riko. Menyusul hasil karyanya yang sudah lebih dulu jatuh ke tanah. Riko spontan berlari, berusaha menyelamatkan barang-barangnya meski ia tahu itu sia-sia dan ia berakhir hanya mampu memegang pagar balkon dan menatap terkejut ke bawah. Ketika ia menoleh pada Pramudya, tatapannya berubah tajam. Hanya saja, dibalik tajamnya tatapan yang ia hunuskan, ada sesuatu yang mengaburkan pandangannya dan tak dapat terelakkan. Sesuatu yang berusaha ia jaga mati-matian agar tak dianggap lemah atau sebagainya.

D-DAY : Raka dan SuaranyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang