Haloooo
Lia kembali bersama tujuh Bagong kesayangan kalian
Enjoy the reading para pacarnya Dreamies
____________________Lain lagi di kamar Renjun. Untuk sementara kita tinggalkan dulu Jisung yang masih nyangkut di atas pohon. Kita lihat duku apa yang sedang di lakukan oleh siluman rubah dan siluman lumba-lumba itu.
Terlihat dua pemuda berbeda usia dan berbeda ukuran tubuh sedang adem ayem mengolesi kanvas putih dengan berbagai warna. Kaos putih keduanya pun sudah tak terbentuk lagi gambarnya. Renjun dan Chenle pesta cat.
"LELE! Udah dong, nanti kena rambut mas susah ilangnya!" Teriak Renjun kala Chenle sudah bersiap mencipratkan cat berwarna kuning ke rambut gelapnya.
Sedangkan yang di teriaki hanya cengengesan mendengar peringatan Renjun, lalu meletakkan kembali kuas yang niatnya ingin ia lempar ke kakaknya itu.
"Udah ah Lele capek!" Anak itu merebahkan dirinya di lantai menghadap langit-langit kamar Renjun yang penuh dengan hal-hal yang berbau luar angkasa.
Sedangkan si pemilik kamar juga ikut merebahkan diri di samping sang adik dengan menumpukan kedua telapak tangannya sebagai bantal. Lantainya keras bor.
Renjun menatap Chenle dengan tatapan bingung. "Tumben? Biasanya kamu ga pernah ngeluh capek. Capek sekolah?"
Pemuda lumba-lumba itu mengangguk sekilas kemudian memejamkan matanya.
"Lele capek mas. Abis menang olimpiade kemaren Lele langsung di paksa ngadepin soal-soal tryout yang bikin puyeng. Pengen healing tapi males keluar, jadi kepikiran aja gitu gangguin mas Ren ngelukis. Ternyata seru juga." Celotehan Chenle ditanggapi dengan kekehan renyah oleh sang kakak.
Renjun merubah posisinya menjadi duduk dan membiarkan kepala sang adik bertumpu di paha nya. Tangan seputih susu itu terulur untuk mengelus rambut coklat Chenle dengan lembut.
"Belajar giat boleh, tapi jangan terlalu di forsir, Le. Kalo kamu belajar terlalu keras tapi akhirnya kamu gugup dan takut pas ujian akhir kan percuma juga, ilang semua kan?" Chenle mengangguk. Pemuda itu tampak menikmati usapan lembut di kepalanya.
"Makanya, kalo kata orang jaman dulu tuh gini. Semua di lakukan dengan santai, tapi harus tetap berjalan. Lele paham kan?" Renjun melanjutkan ucapannya.
"Iya mas."
"Ya udah ayo ke bawah. Paha mas pegel, kepala kamu berat." Ucapan Renjun membuat sang adik mendengus kesal. Ia tau dan sadar kalau kepalanya besar. Tapi isinya juga besar. Maksudnya sesuai dengan wadahnya.
Dua anak berbeda usia itu berjalan menuju lantai bawah dengan baju yang masih penuh dengan warna, mereka juga nampaknya enggan untuk berganti. Biarlah sesuka hati mereka.
Menginjak anak tangga terakhir, netra rubah Renjun menelisik ke seluruh ruangan. Semua saudara nya ada di depan televisi. Kecuali satu.
"Jie dimana?" Tanya Renjun pada Jaemin yang sibuk dengan telur gulung di tangan dan mulutnya. Pemuda kelinci itu menjawab dengan gerakan tubuh menunjuk Mark yang menatap datar pada layar televisi yang menampilkan dua anak kembar tak besar-besar, kakaknya tidak pernah menikah, dan neneknya yang sudah tua tapi tidak sekarat juga.
"Bang, adek mana?"
"Masih nangkring di atas pohon belakang rumah, mas." Haechan menyahut sambil memasukkan cimol kedalam mulutnya.
"Astaga ngapain tuh anak nangkring di atas pohon? Kenapa ga di turunin? Udah tau si adek takut ketinggian!"
Seketika triplets dan Mark langsung meringis mendengar omelan Renjun yang mirip dengan bunda.
Jeno menelan bulat-bulat bakso yang dia makan dan membuatnya seketika tersedak. Iya lah orang bakso nya segede bola tenis, apa ga sesek itu napas.
Jaemin yang ada di samping kembarannya langsung menepuk atau lebih tepatnya memukul punggung Jeno dengan keras, tujuannya sih biar itu bakso keluar, tapi yang ada Jeno malah makin sesek. Akhirnya Renjun turun tangan dan menuangkan es teajus dari teko lalu di berikan nya pada sang adik untuk di minum. Yakali buat ngaduk semen.
Jeno mendesah lega setelah bakso itu berhasil turun ke dalam lambungnya. Nafasnya masih tersengal tapi sudah mulai normal. "Gila, udah kayak tarik-tarikan nyawa sama malaikat Izrail."
"Lagian lu aya-aya wae bakso segede gaban lu telen bulat-bulat." Jaemin menyahut dengan tangannya yang masih betah menepuk punggung kembarannya.
"Terus ini si adek gimana? Kak, turunin Jie sana!" Suruh Renjun pada Jeno yang masih melanjutkan acaranya memakan bakso. Ga ada kapok-kapok nya emang.
Jeno hanya mengangguk sebagai jawaban lalu beranjak dari duduknya sambil membawa mangkok yang tadi ia gunakan untuk memakan bakso.
Pemuda samoyed itu meletakkan mangkoknya di wastafel dan mencuci tangannya sebentar, lalu melangkahkan kakinya menuju halaman belakang rumah tempat dimana adik bungsunya masih nangkring.
Namun, Jeno tak menemukan seorang pun di sana. Jeno kembali melangkahkan kakinya mendekati pohon rambutan tempat Jisung berada tadi tapi juga tak menemukan adiknya di atas pohon itu.
Tak ingin panik dan membuat seisi rumah khawatir, Jeno berinisiatif mencari Jisung dulu di sekitaran rumah. Bahkan ia sampai berteriak memanggil nama sang adik namun tak ada balasan. Tenang ga akan terdengar sampai dalam kok, kan tau sendiri rumah Gevanendra itu segede stadion Jamsil, jadi aman aja meski kalian teriak-teriak kayak bocah minta duit ke pesawat yang lewat.
Akhirnya Jeno putus asa. Pemuda itu memutuskan untuk meminta bantuan saudaranya mencari si adik bungsu. Jeno kembali memasuki rumah dan melihat hanya ada Mark dan Renjun di depan televisi. Sisanya ntah kemana.
Mark yang memang peka akan keadaan sekitar langsung menengok ke arah Jeno walaupun Jeno tak mengeluarkan suara apapun, bahkan suara sandal nya saja tidak terdengar. Emang ajaib ini pak CEO.
"Kak? Kenapa mukanya kusut begitu? Jie mana?"
Bukannya menjawab Jeno malah bersimpuh di depan dua kakak sulungnya lalu melipat bibirnya kebawah.
"Jie gak ada bang."
"Hah?" Beo Renjun dan Mark bersamaan.
Jeno berdecak sebal melihat reaksi dua kakak sulungnya itu. Bisa-bisanya mereka ngebug di situasi seperti ini.
"JIE HILANG BANG, MAS!!!" Teriak Jeno akhirnya membuat Renjun dan Mark terjungkal ke belakang karena terkejut. Mana posisinya tidak elit lagi.
Disisi lain, teriakan Jeno juga mengundang atensi para makhluk halus ehm maksudnya para Bagong eh maksudnya lagi para saudaranya.
Haechan dan Chenle datang dari arah kamarnya dengan menggebrak pintu kamar masing-masing. Sedangkan Jaemin....
"Apa? Apa? Ada apaan?" Pemuda itu datang dari arah dapur dengan membawa centong sayur dan daun bawang juga dengan apron berwarna ungu janda yang melekat di tubuh kekarnya.
Jeno melirik kembarannya sejenak lalu menyandarkan punggungnya di kaki Renjun dan menyambar biskuit buatan kakak iparnya dengan lahap.
"Jie ilang." Jawab Jeno santai. Jeno masih bisa santai sebelum....
"CARI JIE SEKARANG!" Teriak Jaemin dan Renjun bersamaan dengan Chenle, Mark, dan Haechan berlari keluar rumah.
Hehehe, haii
Ketemu lagi dengan Lia dan tujuh bagong kesayangan kalian
Hayoloh si adek kemana tuh
Tungguin aja kelanjutannya, hp lia rusak lagi soalnya 😭😭😭😭
VOTE FOLLOW KOMEN JANGAN LUPA BRODIEEE
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GEVANENDRA'S | NCT DREAM
Teen FictionTidak ada apa-apa, ini hanya menceritakan keseharian tujuh pemuda dengan ikatan darah yang mengaitkan antara mereka satu sama lain Mark, Renjun, Jeno, Jaemin, Haechan, Chenle, Jisung WARNING ⚠️ - SLOW UPDATE - NCT DREAM BROTHERSHIP (NOT BXB) - HARS...