•••
"Oh fuck..."
Theo tahu tempat ini. Tempat ini mimpi buruknya. Terlebih dengan seluruh tatapan dari makhluk- makhluk serigala yang beragam macam pandangan. Dia benci situasi ini, rasanya ingin menghancurkan barang tapi ia sadar kalau ini bukan waktu yang tepat.
Ketiganya– Theo, theano dan Rueve. Dibawa para pria dengan tubuh kekar menjulang menuju suatu tempat. Tatapan orang-orang itu membuat Theo tertekan, pandang menghina, benci, terkejut, tak percaya, semuanya. Theo benci mata mata itu, dalam hati berucap suatu saat mata mereka pasti akan keluar dari tempatnya.
"Alpha akan datang. Diam disini!"
Theano melirik pada Theo yang diam dengan raut gelisah. Mengangkat kedua tangannya yang dirantai untuk mengusap bahu Theo pelan.
"Kau tak apa?"
"Jelas tidak. Kenapa masih bertanya?"
Taeyong mendelik dan memukul bahu Theo, "sial kau!"
Rueve sendiri diam mengamati sekitarnya. Ruangan itu terbuat dari pondasi semen kasar dan kayu-kayu besar, terlihat tua tapi kokoh. Namun ruangan itu rasanya begitu kelam, seperti tidak ada kehangatan yang mengisi meski perapian sudah dibakar dan diisi kayu kering baru.
"Ini ruang eksekusi," ujar Theo.
"Oh...pantas saja," gumam Rueve paham.
" Mau berkeliling?" tawaran Rueve mendapat jawaban death glare dari kedua yang lebih tua.
"Aku bercanda, hehe."
"Oh gosh apa tidak ada kursi disini? Melelahkan sekali berdiri dengan diratai begini!" keluh Theo.
"Kau butuh kursi?"
Ketiganya berbalik badan saat suara asing membalas keluhan Theo. Kedua mata Theo membulat beberapa saat, terkejut dengan siapa yang ia lihat kini berdiri lima langkah didepannya. Namun tidak berselang lama setelahnya Theo berbalik badan, memilih kembali melihat kursi sang alpha.
Jhonny menatap punggung Theo dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi alpha dari crescent moon pack itu memilih melanjutkan langkahnya menuju kursi kekuasaannya. Theo menurunkan arah matanya, memilih melihat lantai yang dilapisi semen hitam.
"Lama tidak berjumpa, the.."
Namun Theo hanya diam, tidak menganggap ada sosok pemimpin tersebut. Sorot tajam alpha itu meredup, sedikit menyiratkan kerinduan yang mungkin hanya dia yang tahu sebab Theo nampak tak mempedulikan eksistensinya.
"Aku terkejut kau bisa kembali lagi kesini, apa kau merindukan rumahmu?" Seringai mengejek terbit saat Theo menaikkan pandangannya.
"Yang membuangmu, tidak layak menjadi rumah," jawab Theo dengan nada mengancam.
"Selamat atas kenaikanmu menjadi alpha, terima ucapan selamat dari mahluk sampah ini meski terlambat... Alpha Jhonny ragent," sambung Theo, ia melipat kakinya kebelakang dan membungkukkan badan dengan elegan.
Seringai diwajah Jhonny diubahnya pias. Tatapannya kosong, entah apa artinya Theo tak dapat membacanya. Tapi ia tidak akan pernah mau tunduk, Theo tunduk hanya dengan perintah sang ibu.
"Ya... Terima kasih atas ucapanmu," ujar Jhonny. Theo terkejut dalam hati, tidak menyangka jhonny— si paling tinggi dagunya dahulu itu mau mengucapkan terima kasih padanya yang selalu dipandang rendah oleh pack.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] House of memory | NCT
Fanfiction[ Behind The Book the Series ] [ First ] Kisah sekelompok pesulap yang dikejar polisi, media juga mahluk yang tak jelas asal-usulnya. | BxB [ ABO ] | ini hanya FIKSI, jadi jangan SALPAK. | Mine. | Do not tolerate any plagiarism or etc.