One Last Time pt. 2

258 32 2
                                    





....

    Jyesebel menangis dihadapan sosok pria yang juga tak kuasa menahan kesedihannya. Jyesebel berdiri menunduk dan meremat terusannya, dia tak mau terlihat lemah dihadapan pria yang merupakan sang ayah. Solivagant berada di depannya, dia tidak pergi. Sang ayah tidak pernah pergi kemana-mana, ia selalu bersama mereka. Pandangan berairnya melirik kearah sela tangga kayu, disana tengkorak dan tulang-belulang berserakan. Dia tak pernah tahu itu ada disana, sama tuanya dengan masa kematiannya.

   "jadi itu ayah?"

  "jyesebel, putri manis kesayangan ayah... akhirnya datang, ayah sendirian dan kedinginan di tempat ini. Ayah tidak pernah meninggalkanmu dan yelinne dan ibu, ayah menunggu kalian.. maafkan ayahmu yang tak becus ini, ayah tak bisa menyelamatkanmu- ayah tak bisa menyelamatkan keluarga kita... Jyesebel, ayah minta maaf nak.."

   Baru pertama kali Jyesebel mendengar permohonan maaf sang ayah. Ayahnya sosok yang keras dan tegas, meskipun mereka jarang bertemu tapi Jyesebel tahu kasih sayang sang ayah pada ibu dan adiknya begitu besar. Jyesebel juga tahu ayah menyayanginya, dia hanya benci dengan keadaan sang ayah yang terpaksa tidak bersama mereka tiap saat. Jyesebel membenci keluarga sang ayah yang terus memandang rendah sang ibu.

   "hiks... ayah!"

   Mereka sama-sama hantu, sama-sama arwah gentayangan dan jyesebel bersyukur atas itu dia bisa mendekap sang ayah. Keputusannya mengajak Yelinne kembali ke tempat ini membawa pada kenyataan tragis bahwa sang ayah lah sosok lycan jelek dan menyedihkan pada malam itu yang berusaha menghalangi para lycan lainnya menyerang mereka. Namun, karena sudah kepalang sekarat lycan tersebut tak lagi berdaya melawan lycan-lycan itu. Dia hanya bisa menghabisi setengah dari mereka sebelum pada akhirnya mati dengan luka gigitan di leher yang begitu kuat hingga mengambil nyawanya.

   Tidak ada yang sadar bahkan ibunya, bangkai lycan itu tak mampu berubah menjadi manusia dan jatuh masuk ke sela tangga menuju loteng yang gelap gulita dan lembab. Membusuk disana sendiri tanpa ada yang menyadari.

   "solivagant..."

   Kedua ayah anak itu serempak menoleh ke arah suara lembut yang menyebut nama pria tersebut. Eirene berdiri di depan pintu, kilat yang bertabrakan membuat suasana semakin mencekam. Eirene melangkah pelan, dia berjalan seakan tak ada keinginan untuk melanjutkan apa yang ia impikan.

   "Eirene..."

  "kau disini? selama ini? selama ini... aku menanggung rasa sakit yang tak kutemukan obatnya, aku menanggung rasa dendam yang tak kutemukan peredamnya, aku menanggung segala luka yang tak kutemukan penawarnya, dan selama ini pula aku tidak mengetahui kematianmu untukku?"

   Solivagant berdiri, tubuhnya melayang mendekati Eirene. Ada kalanya Soli mengutuk bagaimana takdir mereka ditulis setragis ini. Mengapa dewi menyatukan mereka namun diwaktu yang sama menakdirkan mereka berpisah. Seakan tidak ada masa yang mendukung mereka untuk bahagia bersama bahkan sedetik saja.

   "kau terlihat menyedihkan..."

   "kau tetap sama indahnya dari terakhir kali aku melihatmu, kau sama manisnya dari terakhir aku melihatmu, kau sama cantiknya dari terakhir kali aku melihatmu, tapi kenapa rasanya bukan Eirene yang berdiri di hadapanku?"

   Solivagant rasanya ingin memotong tangannya sendiri karena tak mampu menghapus jejak air mata sang kekasih tercinta.

  "aku Eirene mu yang kini penuh luka, v. Aku penuh darah dan penuh dosa, aku penuh rasa bersalah dan penuh dengan kemarahan. Apa dosaku dulu hingga kita mendapat takdir semalang ini?" gumam Eirene.

[✓] House of memory | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang