the saddest melody

404 49 30
                                    


•••

(Cr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Cr. Pinterest)

  "Sudah lama sekali ya, aku pikir kau takkan sudi. Ternyata kau datang..."

   Jhonny hendak meraih wajah sosok Theo didepannya, namun seluruh tangannya menembus tubuh indah itu. Mereka terlihat seperti yin yang, bahkan cahaya mentari pun tahu yang mana yang layak untuk penerangannya.

   Jhonny melihat Theo yang begitu indah. Theo dengan tubuhnya yang hanya ditutupi kemeja putih tipis dan celana pendek, tubuhnya memantulkan sinar yang menyiramnya. Dia terlihat begitu mahal, seperti meniru ciri-ciri berlian yang telah dipoles apik, dia sangat indah. Indah sekali yang membuat Jhonny tak mampu mengalihkan matanya barang sedetik saja.

   Theo tetap cantik meski di lubang matanya tidak ada lagi bola mata. Lubang mata itu menganga menampilkan kegelapan ruang kosong di dalamnya. Namun, meski itu gelap itu jauh lebih indah daripada eksistensi Jhonny yang muram mendung gulita.

   "Kau cantik," puji Jhonny.

   "Aku tak berekspektasi kau mengatakannya..." Ada gema yang mendayu di tiap akhir kalimat Theo.

   "Kau pasti sudah besar sekali kan? Kau dulu tinggi, pasti sekarang lebih tinggi kan?" Hati Jhonny tersayat mendengar nada antusias Theo.

   "Kau tetap sama, mungil dan cantik. Kau selalu cantik Theo," pungkas Jhonny.

   "Umurku 17 tahun. Kau?" Sosok Theo berbalik tanpa meraba, dia terlampau hafal dengan tempatnya terkunci itu.

   "32 tahun,"jawab Jhonny pelan.

   Theo terlihat mengambil sesuatu dari dalam lubang batang pohon. Namun mendengar jawaban Jhonny membuat pergerakannya berhenti.

   "Ah... Genap 10 tahun ternyata aku mati. Rasanya lelah sekali, kapan aku ke surga?" Gumam Theo yang masih dapat terdengar telinga sensitif Jhonny.

   "Tidak! Kau tidak boleh!" Theo terpaku mendengar pernyataan keras Jhonny.

   "Apa yang tidak boleh?" tanya Janice yang diam-diam telah duduk damai di dekat akar pohon.

   Jhonny menggeleng tak ingin menjawab. Lucas memberikan usapan hangat di bahu pemimpinnya itu. Dia bisa melihat mata Jhonny yang memerah menahan kesedihan.

   "Ini. Terimalah ini dan jaga baik-baik. Tanggung jawabmu selanjutnya untuk menjaga batu perak murni itu agar tetap aman dari jangkauan musuh. Terimalah," ucap Theo dengan menunjukkan kotak berisi batu perak murni lalu menyodorkannya ke Jhonny.

[✓] House of memory | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang