Tangan lembut Jaemin mengelus kepala anaknya yang masih terlelap di gendongannya. Usianya masih 15 hari sejak bayi mungil itu lahir, dan sejak 15 hari itu juga Jaemin dilanda kebingungan luar biasa.
Nyatanya keputusannya untuk mempertahankan anaknya hingga sekarang membuatnya sadar bahwa dia hanya perlu menerima semuanya. Bukan menentang dengan brutal hingga mengorbankan hidup anaknya.
"Bagaimana?" Tanya seorang wanita yang sedang duduk di samping Jaemin. "Kau masih ingin menutupinya?"
Jaemin berganti mengelus pipi bayi mungilnya. "Bunda, aku ingin pergi saja. Pergi yang jauh. Hanya aku dan anakku."
Tarikan napas berat itu dilakukan sang bunda, wanita cantik bernama Yoona yang kini duduk di samping Jaemin.
"Aku tidak tau keputusan ini benar atau tidak. Tapi kepergianmu juga akan membuat alur hidup anakmu berubah. Kau siap untuk itu?"
Pertanyaan itu membuat Jaemin terdiam. Matanya menatap anaknya yang terlihat masih menikmati waktu tidurnya.
"Aku siap." Jaemin dengan keyakinannya mengatakan hal itu. "Setidaknya dunia harus memperlakukannya dengan baik meskipun kehadirannya berawal dari hal tidak baik. Keputusanku untuk mempertahakannya sejak awal sudah menjelaskan bahwa aku akan melakukan apapun, asalkan anakku bisa melanjutkan hidupnya."
"Kau siap dengan konsekuensinya?"
Anggukan kepala Jaemin berikan sebagai jawaban. "Siap tidak siap, aku akan menghadapinya. Anakku layak tumbuh seperti yang lainnya. Mungkin dia tidak akan mencari ayahnya, tapi aku akan tetap menjelaskan semua padanya."
"Kau akan membuatnya merasa tidak berguna. Jangan lakukan itu, Jaemin."
"Jadi apa aku harus menyembunyikan fakta bahwa dia lahir tanpa ayah?"
"Itu akan lebih baik."
"Tidak." Jaemin kembali mengelus pipi anaknya. "Aku tidak akan membuat kebohongan dalam hidup anakku. Apapun itu, pahit, manis, keras, sakit, bahkan kejamnya sekalipun, dia harus tau semua. Meskipun itu akan menyakitkan untuknya, setidaknya aku tidak menutupi jati dirinya. Membiarkan anakku tumbuh dengan sebuah kebohongan hanya akan membuatnya seolah hidupnya bukan untuknya, tapi hanya untuk mengikuti keinginan orang lain."
Yoona tidak tau bahwa pemikiran Jaemin akan seperti ini saat usianya masih 18 tahun. Di satu sisi, Yoona merasa bersalah karena dia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri hingga membuat semua jadi seperti ini. Waktu yang dia punya malah habis dengan pekerjaan, bukan dengan anak tunggalnya.
"Kau yakin dengan semua ini? Sekali lagi bunda bertanya, kau sudah mempertimbang semua ini dengan akal sehat?"
"Banyak waktuku sudah cukup untuk memikirkan semuanya. Di sini bukan tempatku lagi. Kini hidupku bukan hanya tentang aku. Karena itu aku harus pergi."
"Bagaimana dengan dia? Dia harus bertanggung jawab dengan semua ini. Kenapa kau seolah takut dengannya?"
"Aku tidak takut pada siapapun. Tapi aku akui aku takut dengannya karena jika dia tau semua ini, sangat mungkin untuknya mengambil anakku bahkan menyakiti anakku."
"Ini adalah anaknya juga, Jaemin."
"Tapi dia tidak harus tau bahwa anak manis ini adalah darah dagingnya. Dengan dia yang sama sekali tidak menemuiku sejak kejadian itu, aku yakin dia tidak mau berurusan lagi denganku. Dia tidak peduli dengan rasa sakit dan penderitaan yang dia berikan. Apa dengan semua itu dia akan peduli dengan anakku?"
"Tapi dia harus mendapat hukuman. Bagaimana bisa dia melakukan semuanya hingga membuatmu hamil, tapi dia malah bebas berkeliaran sampai sekarang? Setidaknya beri dia pembalasan, Jaemin."
KAMU SEDANG MEMBACA
REDUM
FanfictionPergulatan Na Jaemin dengan kerasnya hidup pada akhirnya membuat sebuah pertemuan yang sangat indah dengan Na Jisung. Meskipun Jaemin harus menuntun Jisung sendirian, dia tetap merasa mampu melakukan itu. Yang dilupakan Jaemin adalah sejauh apapun d...