Jisung keluar dari kamar mandi setelah buang air kecil pagi ini. Tadi dia sudah sarapan bersama orang tuanya dan dua jam lagi dia akan jalan-jalan. Malam nanti dia akan pergi ke Swiss dan menempuh perjalanan menggunakan pesawat. Karena itu nanti dia dan orang tuanya akan jalan-jalan hanya sampai siang dan akan lanjut istirahat di sore harinya.
Jisung naik ke atas kasur lalu duduk diantara orang tuanya. Sedari tadi setelah sarapan, mereka menonton televisi bersama.
"Jisung, papa ingin membicarakan sesuatu. Bisa?" Tanya Jeno.
"Bisa, papa. Tentang apa?"
Jeno mengubah posisi duduknya menghadap ke arah Jisung. Dia lalu menggenggam dua tangan anaknya dan menatap matanya.
"Jisung pasti sudah tau tentang pekerjaan papa, kan?" Tanya Jeno.
Jisung menganggukkan kepala. "Tau, papa."
"Jisung juga tau pekerjaan papa seperti apa, termasuk resikonya, dan Jisung juga ingin papa tidak bekerja seperti itu lagi. Benar?"
"Benar, papa. Aku tidak suka papa bekerja seperti menembak-nembak, bertengkar, atau pukul-pukulan seperti itu."
"Papa akan benar-benar berhenti bekerja seperti itu lagi. Papa akan membangun usaha baru yang lebih baik dari sebelumnya."
"Benarkah? Usaha apa, papa? Apa seperti mydy?"
"Bukan. Papa akan membuka usaha batu bara dan aftur."
"Wah, aftur yang untuk pesawat itu?"
"Benar sekali, sayang."
Jisung tersenyum senang. "Terima kasih banyak, papa. Aku senang karena papa tidak akan terluka lagi karena pekerjaan papa."
"Terima kasih kembali. Tapi, Jisung harus tau sekarang bahwa setiap pekerjaan ada resikonya, apapun itu bentuk pekerjaannya. Karena itu, papa akan mengatakan resiko dari pekerjaan papa."
Jisung mengerutkan dahi saat merasa ada yang aneh dari kata resiko yang dia dengar dari Jeno. "Resiko seperti apa, papa?"
"Karena papa akan membangun perusahaan dari nol, maka papa harus mengurus banyak hal penting dan itu membutuhkan waktu yang panjang. Papa akan sibuk dalam waktu tahunan. Papa sangat meminta maaf padamu karena papa tidak bisa tinggal bersamamu dan mydy di Singapura. Papa harus tetap di Korea selama membangun perusahaan itu, dan kita harus kembali berjarak lagi."
Jisung mengendurkan bahunya. "Aku baru saja bertemu papa dengan leluasa, tapi kita harus berjauhan lagi?"
"Maaf, Jisung. Papa benar-benar terpaksa dan tidak ada pilihan lain."
Jisung melepas genggaman tangan Jeno. "Papa pergi saja sekalian kalau begitu. Tidak usah kembali. Tidak usah bertemu aku dan mydy jika akhirnya akan berjauhan lagi." Ucapnya lalu mundur dan langsung memeluk Jaemin. Kini dia memunggungi Jeno dan tidak ingin melihat Jeno.
Jeno sangat sedih mendengar perkataan Jisung itu. Apalagi dia tau kini Jisung marah padanya. Sungguh dia pun berat melakukan semua ini, namun tidak ada pilihan lain.
Jaemin mengelus punggung Jisung. "Jisung, dengarkan papa dulu. Papa belum selesai bicaranya."
"Intinya papa akan kembali ke Korea, sibuk, dan tidak akan bisa bertemu dengan kita lagi. Apa yang harus aku dengar lagi, mydy?"
"Setidaknya papa ingin menjelaskan semuanya, sayang. Dengar dulu, ya?"
Jisung menggelengkan kepala. "Papa selalu membuat jarak. Aku tidak suka. Kenapa harus kembali jika papa terus-terusan pergi?"
"Katakan itu pada papa langsung. Ayo selesaikan semua ini dulu, oke?"
"Tidak mau. Menyebalkan sekali. Aku sakit hati, mydy."
KAMU SEDANG MEMBACA
REDUM
FanfictionPergulatan Na Jaemin dengan kerasnya hidup pada akhirnya membuat sebuah pertemuan yang sangat indah dengan Na Jisung. Meskipun Jaemin harus menuntun Jisung sendirian, dia tetap merasa mampu melakukan itu. Yang dilupakan Jaemin adalah sejauh apapun d...