№. 52

1.2K 93 38
                                    

Jaemin duduk di kursi restoran. Tadi mereka datang ke sini setelah jalan-jalan dan bermain di kebun binatang. Awalnya Jaemin mengajak Jisung makan di dalam kebun binatang saja, namun Jisung menolak karena ingin makan di luar. Jaemin dan Jeno pun akhirnya menuruti permintaan anak mereka.

Saat ini hanya Jaemin yang duduk di sini karena Jeno sedang memesan makanan, Sementara itu Jisung sedang pergi ke halaman atau lebih tepatnya taman kecil di dalam restoran untuk melihat ikan.

"Sudah lelah?" Tanya Jeno setelah selesai memesan makanan dan duduk di samping Jaemin.

"Tidak." Jawabnya.

Jeno mengusap keringat yang ada di wajah Jaemin. "Istirahat di sini dulu saja jika kau sudah lelah."

"Tidak. Apa aku boleh bertanya? Sebenarnya tidak penting. Tapi aku hanya ingin bertanya saja."

"Baiklah, tentang apa?"

"Kenapa jika sedang berbicara dengan anak kita, kau memanggil dirimu sendiri dengan sebutan aku, bukan menggunakan sebutan papa?"

Jeno menganggukkan kepala tanda mengerti maksud dari pertanyaan Jaemin. "Jujur, aku masih menyesuaikan diri dengan panggilan itu. Di beberapa saat, aku merasa panggilan ayah, papa, atau yang sejenisnya bukanlah panggilan yang sepele. Aku senang karena Jisung hanya menggunakan panggilan itu untuk aku. Namun aku merasa belum pantas memanggil diriku sendiri dengan panggilan itu. Masih banyak yang harus aku usahakan agar aku pantas menganggap diriku sebagai seorang ayah atau papa."

"Kau pantas, Jeno. Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak merasa rendah diri."

"Aku tidak merasa rendah diri. Aku hanya merasa harus menyesuaikan diri dan mengusahakan beberapa hal saja. Apakah ini membuatmu tidak nyaman?"

"Sebenarnya tidak. Tapi agak aneh saja rasanya."

Jeno merangkul pinggang Jaemin. "Semua butuh proses, sayang. Begitupun aku. Selama hidupku, aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan seorang anak, bahkan aku mengenalnya tiba-tiba saat dia sudah besar. Karena itu, aku harus menyesuaikan diriku lebik baik lagi. Bagaimana pun cara aku memanggil diriku di depan anakku, aku merasa itu tidak akan mengurangi fakta bahwa aku adalah ayahnya dan dia adalah anakku. Namun karena kau merasa hal itu aneh, maka aku akan berusaha untuk memanggil diriku di depan anak kita dengan sebutan papa."

Jaemin tersenyum tipis. "Terima kasih, Jeno. Aku harap kau selalu percaya bahwa kau sudah pantas menjadi seorang ayah atau papa."

"Baiklah, Ada pertanyaan lagi?"

"Ada. Tentang hotel yang kita tempati, kau tidak asal memesannya kan? Maksudku, kau pasti mengenal orang dalam hingga kemarin malam kita bisa makan steak meskipun tidak ada di dalam menu."

"Kau mau jawaban jujur?"

"Tentu saja."

"Baiklah." Jeno melepas rangkulannya lalu berganti menggandeng tangan Jaemin. "Hotel itu sebenarnya milik kak Jaehyun."

"Sungguh?" Jaemin terkejut, namun juga kebingungan dengan jawaban Jeno karena Jeno tidak mengatakan apapun tentang hotel itu. Jeno saat itu langsung menunjuk hotel itu dan Jaemin setuju saja karena hotel itu tampak bagus dan nyaman. Jaemin tidak tau jika bisnis kakak Jeno bahkan sudah sampai sejauh ini.

Jeno tersenyum tipis. "Sungguh. Kenapa kau terkejut?"

"Tentu saja. Kau tidak mengatakan apapun dan aku tidak menyangka bisnis kakak mu sudah sampai ke sini."

"Kakak ku justru lebih memiliki banyak usaha di luar Korea."

"Kau membuatku merasa curiga jika seperti ini."

REDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang