"Kenapa ada Kak Darel?!"
Aziel menjauhkan ponsel. Terburu-buru mengecek nama penelepon sebelum akhirnya mendekatkan kembali benda itu ke telinga. "Kayin?" tanyanya pelan. Ada untungnya juga ia asal mengangkat telepon.
"Lo tuli apa gimana? Jawab, anjir!" Sepertinya Aziel sempat melewatkan beberapa kalimat bernada omelan selagi ia berusaha memproses apa yang sedang terjadi. Sehingga yang bisa ia cerna hanyalah beberapa kalimat terakhir. "Kenapa malah Kak Darel yang jemput gue hari ini?"
Alih-alih menjawab, Aziel malah menyunggingkan senyumnya. Detik kemudian ia terkekeh—menutup speaker ponsel dengan telapak tangan agar suaranya tidak sampai ke telinga Binar. Kalau ia tidak salah ingat, ini pertama kalinya Binar meneleponnya duluan setelah sekian lama. Perempuan itu bahkan mengomel—tidak hanya mengucapkan satu-dua kata.
Benar-benar kejadian langka yang harus Aziel catat dalam sejarah hidupnya.
Mimpi apa dia semalam?
Sebelum semakin tenggelam pada kesenangan receh itu, Aziel berusaha menyadarkan diri dengan berdeham. Dia harus mengontrol diri agar tetap terdengar kalem. "Gue ada kuliah pagi. Pagi banget. Subuh. Nggak bisa jemput-"
"Ya, kan bisa bilang dulu?!"
"Lupa." Helaan napas kesal terdengar dari sisi Binar. Aziel bisa membayangkan bagaimana perempuan itu merotasi bola matanya. Kemudian berdecak. Menghentak-hentakkan kaki karena kesal. Namun kemudian, akan tetap menyandang ransel dan berjalan keluar. "Lagian Bang Darel doang elah. Lo juga kenal, kan?"
"Hhh. Justru karena ini Kak Darel. Gue males banget sama dia." Binar bergumam sepanjang jalan. Niatnya bermonolog, tetapi setiap katanya justru masih bisa didengar oleh Aziel. Tentang Darel yang terlalu suka ikut campur. Tentang jokes yang tidak pernah bisa ia pahami. Darel begini. Darel begitu. Ya, betul. Aziel seratus persen setuju. Tetapi poinnya bukan di situ. Sudah lama sekali ia tidak mendengar curhat colongan bernada omelan khas Binar seperti saat ini.
Aziel tersenyum tipis. Dia sengaja tidak memberikan respons hanya supaya Binar tidak menyadari tingkah keceplosannya. Ini gila. Ternyata, Aziel masih ingin mendengar Binar mengomel meski kadang telinganya sakit karena terlalu banyak kata yang harus dicerna.
Berdasarkan perhitungan derap langkah yang Aziel hitung di kepala, ia bisa memperkirakan Binar sedang berhenti tepat di depan pintu rumah. Berdiri di teras—menghadap pagar—sambil berkacak pinggang. Manik matanya mungkin tengah menatap kesal ke mobil Darel yang terparkir di pinggir jalan depan rumahnya.
"Lo bisa bilang baik-baik kalau emang udah nggak bisa antar-jemput gue." Ucapan Binar kali ini jelas ditujukan ke Aziel. "Lo dilarang sama Kak Darel, kan? Biar nggak tawuran lagi? Gue bisa bilang ke Mama biar bisa bawa mobil."
Aziel menghela napas pelan. Tidak aneh jika Binar bisa berpikir ke arah sana. Binar merupakan pengurus aktif himpunan mahasiswa yang berkemungkinan besar mengetahui semua permasalahan di antara fakultas mereka. Bahkan, beberapa nama yang masuk ke daftar hitam Aziel, hampir selalu menghabiskan waktu di ruang kesekretariatan himpunan bersama Binar.
"Gue bisa." Jeda. Aziel bingung sendiri harus mengucapkan apa. "Besok gue yang jemput."
"Nyebelin lo bacot. Nggak usah. Gue bisa sendiri. Naik ojol juga bisa."
"Jangan naik ojol, njir. Mahal. Mending uangnya lo sumbangin ke anak yatim."
"Gue juga anak yatim, ya, brengsek!"
Dan seperti itulah panggilan dari Binar berakhir.
After effect-nya cukup membuat Aziel terguncang. Ia menatap ponselnya lumayan lama hingga layarnya menghitam sendiri. Jika itu bukan Binar, Aziel bisa saja melawan balik dengan mengucapkan rentetan kata yang lebih kasar. Seolah lupa, sedang berbicara dengan seorang perempuan. Namun, karena orang itu adalah Binar, ia malah kehilangan kalimatnya sendiri. "Ya ... sama. Gue juga anak yatim," monolognya nyaris tak bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Ruined by You
Fanfiction!!! Haeryu !!! Kalimat, "Gue benci sama lo." yang keluar dari bibir Binar, tidak pernah berhasil membuat Aziel merasa segelisah hari ini. Semuanya terdengar berbeda. Dan sangat menggangu. Keseriusan Binar hari itu membuat Aziel terus-menerus memikir...