CW // Kissing , Slightly Mature (please be wise)
***
"Gue nggak ngerayain Valentine."
Binar masih mengingat ucapan yang sudah berulang setiap tahun itu. Argumennya, kasih sayang bisa diungkapkan kapan saja, tidak perlu hari khusus. "Kalau sayang, mah, setiap hari. Masa harus nungguin tanggal 14 mulu?"
Biasanya, kalau kalimat itu sudah keluar, Aziel pasti akan mendebat dengan semangat. Tujuan hidupnya adalah menjadi pihak oposisi bagi eksistensi Binar. Dan menjadi menang merupakan kesenangan yang tak terdefinisikan.
"Halah, gaya amat. Ngomong gitu karena lo jomblo, kan? Defense mechanism karena nggak ada yang mau ngasih cokelat ke cewek galak kayak lo." Senyum miringnya tertarik. "Yang namanya perayaan harus ada tanggal khususnya, lah, Jelek. Apa nggak boncos tiap hari ngasih hadiah? Apa nggak diabetes tiap hari makan cokelat? Opini lu jelek."
"Adab lo jelek!"
Tiap kali mulai terpojok, Binar pasti akan menghentakkan kaki. Wajah cemberut yang memerah itu ujung-ujungnya akan membuat Aziel melepaskan tawa. Semakin meledek, semakin menjadi-jadi wajah tengilnya. Sampai kemudian, dibungkam paksa lantaran kakinya yang berakhir diinjak dengan sengaja—kekuatan penuh.
"Sakiiit! Woy! Sial!" Aziel meraih kakinya, meringis. Sandal butut yang sedang ia kenakan jelas kalah banting dengan sneakers bersol tebal milik Binar. "Kasar banget jadi cewek!"
Tidak peduli. Binar sudah terbiasa mendengar tuduhan itu dari orang banyak; terutama Aziel-kemungkinan besar, dialah sang penyebar rumor. Alih-alih meminta maaf, Binar malah menjulurkan lidah, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan teras rumah sang laki-laki.
Diam-diam, kedua saling tersenyum. Interaksi jenis apa pun jelas akan menjadi sesuatu yang harus disyukuri pada era perang dingin tak berkesudahan ini.
Malamnya, ketika Binar berniat untuk mengunci gerbang, dia malah akan mendapati Aziel—lagi. Duduk di bangku teras rumahnya sambil mengembuskan asap rokok. Tanpa mengalihkan pandangan dari langit malam, ia akan menyerahkan sebungkus Hello Panda rasa cokelat; cemilan kesukaan Binar.
"Habis beli rokok, nggak ada kembalian. Tapi gue udah males ngemil."
"Buat gue?"
"Nanya lagi gue kasih Aya."
"Bu-buat gue aja."
Terserah. Binar tidak peduli. Buru-buru ia merebut, lalu memeluk camilan berbungkus merah itu sambil menatap Aziel yang sudah bergerak pulang menuju rumahnya di seberang jalan. Dia juga tidak akan ambil pusing perihal dirinya yang sudah menyikat gigi, nanti bisa diulang lagi.
Jika dulunya selalu seperti itu, maka, jangan salahkan Binar jika dia mengharapkan sesuatu dari Aziel di masa yang sekarang. Hubungan mereka sudah berkempang pesat. Dia bahkan sudah tidak pernah lagi melepaskan cincin pemberian Aziel di hari wisuda laki-laki itu. Lebih dari sekadar pacar, laki-laki yang baru mengangkat telepon setelah matahari tenggelam ini sudah menjadi tunangannya.
"Maaf, ya, Sayang. Aku masih belum bisa pulang hari ini." Suara Aziel terdengar sangat lelah. Membuat Binar dengan cepat menyesali perasaan kecewanya. Harusnya, Binar bisa mengerti. Aziel sudah dibuat repot dengan masalah besar yang sedang terjadi di kantornya. Kasus fraud membutuhkan proses audit yang kompleks dan memakan waktu.
"Mama lagi pergi bareng Bunda, kan? Kamu nginep di kamar Aya dulu, ya? Biar bisa tidur."
"Iyaa." Sebagai orang yang selalu kesulitan dalam merangkai kata, Binar sering kebingungan dalam merespons. Ada suara-suara berisik di belakang Aziel; sepertinya sedang ada perdebatan besar dengan pihak-pihak yang tak mau mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Ruined by You
Fanfiction!!! Haeryu !!! Kalimat, "Gue benci sama lo." yang keluar dari bibir Binar, tidak pernah berhasil membuat Aziel merasa segelisah hari ini. Semuanya terdengar berbeda. Dan sangat menggangu. Keseriusan Binar hari itu membuat Aziel terus-menerus memikir...