7. Guardian Mimpi Buruk

421 78 33
                                    

Binar sedang sibuk tertawa ketika layar televisi yang sedang ia tatap sejak tadi, berubah menjadi siaran berita. Suaranya lenyap, spontan mengedarkan pandangan hingga manik matanya menemukan Aziel yang tengah berdiri di belakang sofa sambil memegang remot.

Gantian laki-laki itu yang tertawa. Tanpa rasa bersalah, berjalan memutari sofa untuk duduk di samping Binar.

"Udah gede masih nonton Upin Ipin."

"Suka-suka gue!" Binar menatap Aziel garang, mengulurkan tangan demi berusaha merebut remot kembali. "Balikin, nggak?" desisnya kesal.

"Marah-marah mulu. Coba nada suaranya diturunin satu oktaf kalau ngomong sama gue. Sakit ini telinga gue." Semakin Binar mendekat, semakin Aziel meninggikan posisi tangannya agar tidak bisa digapai. Tawa meremehkan keluar dari Aziel tiap kali Binar kehilangan keseimbangan, lalu menubruk bahunya. Diam-diam ia menggerakkan tangannya yang bebas ke pinggang Binar demi menjaga keseimbangan perempuan itu.

"Ih! Aziel!" Binar berdiri hanya demi menghentakkan kaki. Mukanya memerah karena kekesalan yang memuncak. Malamnya yang tenang dan sangat langka ini, tidak bisa ia relakan begitu saja hanya karena tingkah tidak jelas dari makhluk menyebalkan bernama Aziel. "Lo kenapa, sih? Nggak seneng TV-nya gue pakai buat nonton? Pelit amat!"

Aziel terkekeh. Merasa lega melihat reaksi Binar yang sangat sesuai dengan harapannya. Ia sempat berpikir perempuan ini akan langsung pergi karena ia baru saja bersikap sok akrab. Setelah mengamankan remot ke tangan kiri, Aziel menarik lengan Binar—pelan—agar mau duduk kembali.

"Nonton berita aja biar pinter." Laki-laki itu pura-pura memusatkan pandangannya ke layar. Berusaha menebak siaran apa yang sedang tersajikan saat ini. "Noh. Lagi ada sidang kasus apaan tuh. Lo, kan, anak hukum, ya. Harus sering-sering nyimak yang beginian, lah. Lumayan nambah ilmu."

"Nggak mau."

Wajah yang tertekuk itu membuat Aziel nyaris meledakkan tawanya. Susah payah ia menahan diri karena takut melewati batas. Diladeni begini saja sudah cukup terasa aneh. Sebelum keadaan berbalik menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, Aziel akhirnya memutuskan untuk mengulurkan kembali remot itu ke arah Binar.

"Nih."

Perlahan, Binar menurunkan tangannya yang sempat ia lipat di depan dada. Hati mendorongnya untuk segera menerima uluran itu, tetapi logika memaksanya untuk tetap suudzon. Karena itu Binar bergeming. Manik matanya menatap Aziel penuh curiga.

"Kalau Upin Ipin-nya habis bukan salah gue loh, ya."

Yang kemudian, dengan mudahnya menjadi pemantik bagi Binar untuk menjulurkan tangan. Remot itu nyaris saja ia raih ketika Aziel tiba-tiba bergerak mundur. Tangannya ia angkat setinggi merdeka. Membuat Binar yang sudah terlanjur mencondongkan badan, kembali kehilangan keseimbangan. Bukan hanya menubruk bahu, kali ini dia terjatuh sepenuhnya hingga menimpa laki-laki itu. Refleks, Aziel memeluk pinggang Binar agar mereka tidak terguling jatuh dari sofa.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik.

Manik mata mereka saling beradu. Dada bertemu dada. Hingga sadar tidak sadar, degup jantung mereka menjadi seirama. Deg. Deg. Deg. Meningkat cepat berkali-kali lipat bersamaan dengan sengatan listrik yang menggelenyar ke sekujur tubuh. Sengatan yang terasa aneh.

Remot terlepas dari genggaman Aziel. Dalam hitungan detik menimpa kepala Binar yang berada tepat di bawahnya.

"Aw!" Suara Binar-lah yang berhasil menyadarkan keduanya untuk segera saling menjauh. Aziel berdiri dengan panik, mendorong bahu perempuan itu agar menyudut ke sisi lain sofa yang berseberangan dengannya. "Aziel! Setan!"

Bukannya takut, tawa Aziel malah pecah karenanya. Sejenak melupakan debaran tidak biasa yang muncul ketika hilangnya personal space di antara mereka. Dengan penuh kesadaran, Aziel bergerak maju. Mengulurkan tangan untuk mengelus kepala Binar yang terkena timpaan remot.

[END] Ruined by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang