Ada dua respons alamiah manusia terhadap kejadian traumatis; fight or flight. Sebagian akan melawan, melakukan apa saja agar kejadian itu tak lagi terulang. Sedang sebagiannya justru akan kabur, sebisa mungkin menghindari hal-hal yang menjadi trigger. Reaksi yang sangat bertolak belakang, ya? Manusia memang seunik itu. Kejadian yang sama persis, bisa saja menghasilkan output yang berbeda.
Itulah yang terjadi pada Aziel dan Binar.
Hidup pernah membawa mereka ke satu titik terendah yang sama. Secepat membalikkan telapak tangan, takdir merenggut satu sosok paling berharga tanpa aba-aba. Seolah-olah memang tidak diberikan waktu untuk mencerna. Apalagi untuk mempersiapkan diri terhadap kehilangan yang memberikan efek kekosongan luar biasa.
Dulu, Binar masih bisa menertawakan lelucon Aziel, "Sesama anak yatim harus saling bantu." Namun, seiring berjalannya waktu, candaan itu tidak pernah lagi terasa lucu.
Dalam perjalanan hidup Binar—yang terasa sangat lama dan serba abu-abu—tiap-tiap langkah dirinya menyusuri stages of grief ini, tidak pernah ada kata acceptances. Di suatu pagi ia bisa sangat marah. Di pagi yang lain ia akan bersedih. Terkadang, sisi terdalam dari dirinya, masih juga berusaha untuk denial. Masa, sih, Papa udah nggak ada? Kok bisa?
Berbanding terbalik dengan Aziel yang terlihat sudah bisa berdamai. Rasa rindu itu masih sering menghantamnya tanpa ampun. Di hari-hari tertentu, di saat fase mental breakdown mengobrak-abriknya, ia masih saja menangis sambil berujar, "I wish you were here, Ayah. Iel masih butuh Ayah." Namun, sebagai anak sulung di keluarga kecilnya, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk bangkit paling cepat. Meski dunia tak pernah lagi terasa sama—seperti ketika Ayah masih sering mengajaknya duduk di teras, menyapa setiap tetangga yang lewat di depan rumah, sambil memberikan petuah-petuah hidup—Aziel berjanji akan melindungi Bunda dan Aya sekuat yang ia bisa.
Karena itu, di saat Binar menghilang dari semua orang, menyibukkan diri dengan segala aktivitas di luar rumah hingga lelah fisik dan jiwa, Aziel justru akan selalu menyempatkan pulang meski hanya untuk sekadar menemani Bunda membicarakan sinetron yang tengah viral di kalangan ibu-ibu kompleks. Eksistensi Binar perlahan mulai terlupakan, sedang Aziel justru semakin sering disebut-sebut namanya oleh bocah-bocah yang sering berlarian di lapangan dengan bedak cemong di sekujur muka.
"Ngapain lo di sini?"
Aziel baru saja selesai menaikkan salah satu kursi di atas meja makan ketika Binar masuk ke dapur. Ia menoleh sekilas, kemudian mengarahkan dagunya pada bohlam lampu yang bertengger di atas. "Lampu dapur lo mati," jawabnya sambil berusaha menaiki tangga DIY hasil dari otak pintarnya.
"Ohh." Binar mendongak, memperhatikan Aziel yang sedang berusaha menyeimbangkan badan. Dasar manusia tidak peka, Aziel sampai harus bersuara agar perempuan itu mau bergerak.
"Bantuin, anjir. Lo nggak lihat ini kursinya goyang?"
Selesai dengan urusan lampu, Aziel langsung bergerak menuju kompor gas tanpa suara. Binar mengikuti. Berdiri dengan canggung di samping Aziel yang tengah mencoba menghidupkan kompor itu. Tiap suara tek yang muncul, membuat Binar mengerjap waswas. Meski begitu, tubuhnya malah secara alamiah mendekat tiap kali Aziel bergeser. Perempuan itu ikut berjongkok di saat Aziel menunduk untuk mengecek kepala regulator yang terhubung ke tabung gas.
"Ini, mah, udah habis. Pantesan nggak bisa nyala," gumam laki-laki itu. Wajahnya super serius di saat tangannya bergerak untuk melepas kepala regulator. Aziel hampir terlonjak kaget ketika menangkap keberadaan Binar yang ikut berjongkok di sampingnya. Ia menaikkan alis, berusaha menahan tawa mendapati sorot mata polos dari Binar. "Ngapain?" Yang kemudian dijawab Binar dengan gelengan.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Ruined by You
Fanfic!!! Haeryu !!! Kalimat, "Gue benci sama lo." yang keluar dari bibir Binar, tidak pernah berhasil membuat Aziel merasa segelisah hari ini. Semuanya terdengar berbeda. Dan sangat menggangu. Keseriusan Binar hari itu membuat Aziel terus-menerus memikir...