25. Ruined by You

560 58 23
                                    

Masih di semester tujuh, sebelum postingan anonim.

Kale sudah terbiasa dengan manusia-manusia kurang ajar yang sering mendatangi rumahnya tanpa pemberitahuan apa pun. Bagaikan Jailangkung, "Datang tak diundang, pulang tak diantar." Sebut saja ketiga temannya itu sebagai Jailangkung A, B, dan C. Yang paling menyusahkan berinisial Aziel, yang memegang peringkat A. Sejak mereka masih sekolah, mengenakan seragam putih-abu, Aziel sudah terlatih merenggut ketenangan Kale bahkan di tempat yang sudah ia nobatkan sebagai safe place. Aziel tidak akan segan mendobrak, mengacak-acak ambang kewarasan Kale hanya demi menjaga miliknya sendiri.

Namun, dia tidak pernah mendapati yang ini; datang sendirian tanpa si Jailangkung A.

Perempuan yang memiliki senyum seperti kucing, kata Aziel. Rambut pendeknya nyaris menyentuh siku, yang terpanjang berdasarkan memori Kale. Aziel memanggilnya dengan nama Kayin, sementara Kale selalu menyapanya dengan nama Binar—nama depan perempuan itu—meski mereka sudah saling kenal sejak SMA dulu. Aziel akan memukulnya jika ikut-ikutan memanggil Kayin atau Bibi. "Nggak usah sok akrab," omelnya. Sorot mata yang posesif itu bahkan masih terbayang walau sudah banyak tahun-tahun berlalu.

"Eh, Bi..." Kale mengernyitkan dahi. Masih tidak menduga dengan sosok yang ditangkap oleh manik matanya saat ini. "Wow. Ada apa, nih? Agak kaget dikit."

Mungkin alamat rumah—lebih spesifik studio—milik Kale, sudah tersebar ke penjuru dunia. Siapa pun boleh datang, untuk sekadar melepas gabut, atau mengonsultasikan hal-hal tidak penting yang sering kali membuat Kale berpikir, sejak kapan gue kuliah psikologi?

"Sorry, mendadak banget, ya?" Perempuan itu meringis, mulai menyesali keputusannya. "Gue ganggu?"

"Ya, iya, sih." Berlawanan dengan ucapan itu, Kale tetap saja membukakan pintu studio lebih lebar, mempersilakan Binar masuk dengan gestur kepalanya. "Lo orang paling random dari semua orang yang pernah tiba-tiba nongol di depan rumah gue." Laki-laki itu menoleh sekilas setelah teringat sesuatu, "Oh. Lo emang pernah ke sini, sih. Kalau Ziel lagi buat ulah."

"Iya ...." Rasanya lumayan canggung karena Binar sudah hampir tidak pernah dibiarkan mengobrol berdua dengan Kale sejak kuliah.

"Dan kalian berantem gede di sini."

Binar sudah duduk di sofa, yang biasa Aziel tempati jika hendak merokok padahal matanya jelas membaca tulisan no smoking yang sengaja Kale pasang demi menyadarkan teman-teman buta huruf-nya. Perempuan itu sedang meletakkan sebuah ponsel di meja ketika Kale sudah kembali dengan dua kaleng minuman soda. Mungkin Kale tidak akan pernah sadar, sikap refleksnya dalam melayani tamu-tamu tak diundang inilah yang membuat mereka tidak pernah kapok untuk datang lagi.

"Jadi ... kenapa?"

Pangkas saja basa-basinya. Tidak satu pun yang ingin mengetahui kabar meski sudah terhitung bulan mereka lalui tanpa kontak.

"Ini punya Radi."

"Hah?"

Binar menggeser ponsel yang ada di meja. "Kata Radi, ini hadiah karena gue udah bantuin dia selama magang."

"iPhone 14 Pro Max?"

"Bukan."

Kemudian Kale teringat. Semua temu yang Binar tawarkan, selalu berkaitan dengan Aziel. Lalu, dia mencondongkan badan, mulai meresponsnya dengan serius. Nama Radi dibawa-bawa pasti bukan tanpa alasan.

"Elaborate."

"Mulai kemarin, Radi udah anggap hape ini hilang."

Kale mengangkat alis kanannya, menunggu.

[END] Ruined by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang