Semester enam, tugas besar yang menumpuk, juga akhir kepengurusan dengan rangkaian program kerja belum terlaksana nyaris kepepet, sungguh merupakan kombinasi yang cukup untuk membuat kepala Aziel terasa pening. Rasanya seperti menyeret rantai dengan ratusan beban yang membuatnya kerap kali enggan untuk membuka mata di pagi hari. Terlalu banyak hal yang harus dipikirkan—meminta penyelesaian—hingga rasanya waktu 24 jam dalam sehari tidak pernah terasa cukup.
Aziel memang bukan satu-satunya manusia yang mengalami hal ini, tetapi ia rasa, dirinya mulai mencapai limit.
Setelah menutup pagar rumah, Aziel menyebrangi jalanan kompleks dengan semangat hidup setipis tisu basah. Fakta bahwa hari ini ia harus mengumpulkan laporan pratikum yang belum setengah ia selesaikan, membuatnya nyaris berpikir, Apa gue pindah ke universe yang guenya terlahir sebagai batu aja, ya? Yang kemudian malah membuat kepalanya berdenyut pusing karena malah memikirkan bagaimana caranya memiliki kemampuan berpindah semesta seperti yang dimiliki para tokoh dalam film "Everything Everywhere All at Once".
Tanpa Aziel sadari, langkah gontai itu malah mengantarkannya berdiri di depan pintu rumah dari perempuan yang belakangan ini sering kali menyita pikirannya.
Ah, sial. Aziel terlalu banyak memikirkan hal yang tidak penting sampai-sampai alam bawah sadar—yang kurang ajar itu—malah menuntunnya ke sini. Sungguh kebiasaan yang harus secepat mungkin ia ubah sebelum sikap impulsifnya semakin membuat keadaan menjadi berantakan.
Aziel sudah berniat untuk putar balik ketika pintu di depannya tiba-tiba terbuka. Gerakannya terhenti. Sedang senyum lebar dari sosok yang biasa ia panggil dengan sebutan 'Mama Jihan', mau tak mau harus segera diberikan umpan balik.
"Eh, Iel!" Kalau sudah terlihat excited begini, mana tega Aziel mematahkan semangatnya? "Ke mana aja? Kenapa baru nongol sekarang? Lagi sibuk banget, ya, kuliahnya?"
Rentetan pertanyaan itu hanya bisa Aziel jawab dengan memberikan cengiran terbaiknya. Tipikal Mama Jihan yang sering memberondong lawan bicara dengan berbagai kata tanya sebagai bentuk basa-basi. Aziel sudah sangat hapal dan tahu pertanyaan-pertanyaan itu tidak perlu ia jawab karena beliau sudah memiliki asumsi sendiri.
Di detik yang sama, Binar baru saja muncul dengan wajah yang tertekuk. Mengomel sepanjang langkah dengan tangan kiri yang menenteng sepatu. Aziel bisa menebak, kedua perempuan ini pasti tadinya sedang mendebatkan sesuatu di meja makan dan masih belum memiliki titik terang karena memang selalu memiliki pemahaman yang berbeda—sama-sama keras kepala. Omelan itu sontak terhenti begitu manik matanya menemukan keberadaan Aziel di teras rumah. Alis kanan Binar terangkat. Berusaha untuk abai, ia meneruskan langkah menuju kursi teras untuk memasang sepatu.
"Mau sarapan, ya? Bunda lagi ke Riau, kan? Sini sini masuuk, Anak Ganteng. Mama masak banyak buat sarapan tadi. Nasi goreng suka, kan?"
"Enggak, Ma. Nggak papa. Tadi udah sarapan, kok." Aziel berdeham, berusaha tersenyum senormal mungkin. Padahal tadi niatnya memang begitu. Setelah mandi dan menyandang ransel berisikan laptop yang memberatkan punggungnya saat ini, seluruh alat motorik milik Aziel secara tidak sadar bergerak ke sini begitu ia memikirkan kata sarapan.
"Oh! Mau berangkat bareng Kayin, ya?"
Tuh, kan. Berasumsi lagi.
Aziel melirik Binar, panik. Perempuan itu mulai terlihat marah dan hendak melayangkan protes ketika Mama Jihan kembali melanjutkan kalimat penuh hipotesis miliknya.
"Eh, tapi kamu udah denger, kan? Kayin habis nabrak kemarin!" Mama Jihan kembali heboh dengan topik yang ia bawa. "Pulang rapat Hima, kemaleman, malah nabrak pembatas jalan di depan gerbang kompleks. Hadeh. Tuh, bumper mobilnya sampai penyok begitu. Untung nggak ada yang luka." Penjelasan itu membuat Aziel mulai bisa menebak topik apa yang sempat mereka ributkan sebelum ini. Terutama setelah ekor matanya dengan jelas menangkap raut wajah tidak senang dari Binar. "Udah kamu omelin belum, Iel?"
![](https://img.wattpad.com/cover/320971268-288-k546241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Ruined by You
أدب الهواة!!! Haeryu !!! Kalimat, "Gue benci sama lo." yang keluar dari bibir Binar, tidak pernah berhasil membuat Aziel merasa segelisah hari ini. Semuanya terdengar berbeda. Dan sangat menggangu. Keseriusan Binar hari itu membuat Aziel terus-menerus memikir...