+Reader POV+
I have no friends.
No weapons.
No home.
No money.
Dan aku buronan sekarang.
Bagus sekali, apalagi kesialanku nanti?
Aku menghangatkan diri di malam hari saja hati-hati.
Menyalakan api unggun sama saja aku memberitahu keberadaanku.
Aku berbaur dengan gelandangan.
Agar tidak dicurigai.
Ini hal yang bagus.
Aku bahkan sudah membuat pisau sendiri dengan sampah.
Bahkan bom.
Sekarang aku membuat panahan.
Tidak begitu efektif tapi cukup mematikan dan aku bisa ambil lagi panahnya.
Easy for survive.
Setidaknya aku tidak punya beban.
Seingatku dulu, waktu bertahan hidup dari kejaran penculik ada satu beban.
Kakakku, Matricia si primadona sekolah.
Kakakku dan aku sangat berbeda jauh.
Meski beban aku sayang padanya.
Waktu sekolah orang-orang membandingkanku dengannya tapi aku masa bodoh.
"This is enough"
Aku membuat senjata dari sampah yang kutemukan.
Aku bersembunyi di gereja saja setelah ini.
Ada misa besar katanya, aku bisa dapat tempat tinggal dan makanan.
Haha, pikiranku benar-benar sudah menyatu seperti gelandangan.
Aku tidak tidur, sengaja.
Aku tidak tahu kapan mereka akan menemukanku, bisa saja aku dibunuh saat sedang tertidur.
Srek.
Aku menyiapkan panahku.
Ada yang mendekat.
Aku mebereskan semuanya dan bersembunyi di rongsokan mobil.
Aku sekarang ada di tempat pembuangan.
Langkah berat, soldier.
Kode siulan yang hanya kuberikan pada satu orang yang kupercaya.
Aku membalasnya.
"Kau bisa keluar"
"Bagaimana aku bisa percaya?"
"He with another"
Aku keluar dari persembunyianku.
Soap, orang yang bisa aku andalkan.
Hm, apa dia yang satu-satunya memiliki hati?
Harusnya aku tak percayai siapapun.
"The city...everyone died, you are right"
"About the traitor?"
"Yes, everything"
"Let's move then"
"Ghost in the church, you in?"
"All in"
Padahal aku mau dapat makanan gratis.
"Kita berpencar, itu akan lebih baik, sampai ketemu di gereja Mactavish"
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Time
AdventureI never have this feeling before and i don't know how to say -Simon "Ghost" Riley