Hay Hay
•••Khao sudah di izinkan untuk pulang, toh lukanya juga masih bisa di bilang ringan. Buktinya sekarang Khao bisa mengikuti pembelajaran seperti biasanya.
Sebelum guru masuk ke kelas, Pawat melempar beberapa lembar foto di hadapan teman-temannya. Dia melempar empat lembar foto yang berisikan Khao, Bright, Pawat, Nanon, First, dan Win sedang berkelahi tempo hari.
Bright mengambil semua foto itu melihatnya satu persatu. "Dapet darimana ? Dari guru BK? Di balikin?" Tanyanya.
Pawat menggeleng, "Gue dapet duplikat foto ini dari tas Fluke."
Bright dan Khao mengerutkan keningnya heran, "Fluke? Ketua OSIS itu?" Tanya Bright.
Tepat sekali. Pawat mengangguk, "Gua yakin ni orang yang laporin kita ke BK dan orang yang ngelapor ke polisi."
"Pertanyaannya, lo ngapain buka buka tas si Fluke?" Khao menyahut.
"Oh, jadi tadi Pak Rio nyuruh gue buat ngasih laporan gitu ke Fluke, tapi pas gue samperin ke kelasnya tu orang gak ada, yaudah gue masukin aja laporannya ke tas dia, eh tiba tiba nemu ini," Jelas Pawat sembari menunjukkan empat lembar foto itu.
"Hebat lo ya tau tas nya yang mana," Kata Jj.
"Temennya yang bilang," jawab Pawat.
Bright mengepalkan tangannya, kemudian dia menggebrak mejanya. "Pengen banget gue tonjok mukanya, tapi dia ketua OSIS, punya kekuasaan besar disini!"
Jj mendecih, "biasa mau caper!"
•••
Win menarik First ke perpustakaan, ada hal yang harus dirinya dan First bicarakan. Win sudah mengumpulkan banyak niat untuk berbicara ini. "Apasih narik narik gue kesini?" Protes First.
"Jangan berisik, ini perpus," jawab win seraya memilih beberapa buku untuk di pinjam.
First dan Win sepertinya telah menemukan buku yang akan mereka pinjam. Win membawa First duduk untuk membaca sebentar, bukan membaca melainkan mengobrol. "Lo jangan marah ya," Win membuka topik pembicaraan.
Jelas saja First bingung, apa yang menjadi pemicu dirinya bisa marah pada temannya. "Apa?"
Keberanian Win terkikis sedikit demi sedikit, di kelas nyalinya sudah besar ingin mengatakan ini, namun saat bertemu dengan First dia gelisah, jantungnya merosot sedikit.
Win menghela napasnya mengumpulkan keberaniannya lagi. "Gue gatau sejak kapan ini terjadi, dan tolong jangan marah."
"Lo suka sama gue?" First asal menebak, lagian Win mengatakannya kurang jelas.
Win menggeleng, "Bukan." Memang perkataan win itu sangat berbelit belit dan ambigu, pasti orang lain yang mendengar itupun akan mengira Win akan menyatakan perasaannya pada First.
"Gue takut jadi peran tokoh jahat di pertemanan kita," kata Win lagi, tapi lagi lagi First belum bisa memahami apa yang akan Win katakan. Meliuk liuk sekali seperti jalanan.
"Tapi kayanya Lo bakal marah deh," Win sangat menyebalkan untuk sesaat.
First menggebrak meja, sontak semua yang ada di sana menjadikan First pusat perhatian dan menyuruh First untuk diam. First tersenyum pada orang orang yang ada di sana dan langsung minta maaf. "Langsung keintinya aja kan bisa!" First berbisik pada temannya, dia malu.
Win menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan senyuman polos terlukis di wajahnya. "Oke, pertama, gue minta maaf dan minta lo jangan marah."
"Apa dulu!" First sudah sangat kesal.
Win mengumpulkan kembali keberaniannya, "lo masih suka sama Khao?"
First sontak terkejut. Win mengajak dirinya ke perpustakaan hanya untuk menanyakan apakah First masih suka pada Khao? Oh ayolah win apa pentingnya ini.
First menggeleng, "Dari dulu gue gak suka sama dia, ngerepotin tau gak."
Win tersenyum dan bernapas dengan lega, "jadi lo gak punya perasaan apapun sama Khao?"
First menggeleng lagi. Sejujurnya First hanya berbohong, ia masih menaruh rasa pada Khao, hanya saja kata kata Khao yang kasar membuat First terpaksa menyembunyikan perasaannya. "Aneh banget sih lo win," Kata First.
"Gue suka sama Khao, makannya gue nanya dulu sama lo, takutnya lo masih suka sama dia."
First kali ini benar benar terkejut dengan pengakuan Win. First tidak pernah menyangka dirinya dan temannya mempunyai perasaan yang sama pada satu laki laki. Ini sungguh di luar nalar seorang First. Bagaimana ini? Apakah First harus bersaing dengan temannya sendiri?
"Lo suka sama berandalan kayak Khao?" Tanya First yang berusaha tetap tenang.
Win mengangguk, "Mungkin semenjak kejadian Khao masuk rumah sakit gue mulai suka sama dia. Tapi First, gue mohon jangan sampe siapapun tau oke? Cukup kita aja yang tau, gue malu." Win memohon dengan penuh harap pada First supaya rahasia ini tetap aman di tangan mereka.
"Kenapa bisa suka?" First penasaran mengapa Win bisa jatuh cinta pada pria yang sedang dia sukai juga.
Win menggeleng, sejujurnya dia juga tidak tahu alasan mengapa dia bisa menyukai sosok Khao. "Tiba tiba aja sih. Dia ganteng, liat mukanya tuh adem banget, salah gue nilai Khao dari sisi yang lain."
First tertawa hambar, dia harus menahan rasa sesak setelah mendengar pengakuan temannya. "Ohh, Semangat ngejar Khao nya."
"Lo gak marah kan?" Tanya Win lagi.
First menggeleng sambil tertawa, dia pandai menutupi kesedihannya. "Siapa gue harus marah?"
Win tersenyum. First itu ahli dalam menyembunyikan sesuatu, ia tak menunjukkan rasa sakitnya di depan Win yang berstatus teman dekatnya sendiri. Bukan apa apa jika ia harus berbagi perasaan dengan orang lain, toh Khao juga tidak tertarik padanya.
•••
Khao, Bright, dan siswa kelas lain sedang bermain basket di lapangan. Setiap istirahat, jika waktu nya banyak mereka memang akan bertanding basket.
Khao tak sengaja melempar bola ke arah luar lapangan. Lemparan yang cukup kencang itu mengenai Nanon tepat pada kepalanya hingga Nanon tersungkur ke tanah.
Bright dan Khao langsung berlari saat menyadari ada seseorang yang terjatuh karena lemparan bola mereka. "Bangsat! Nanon, lo gak pingsan?" Kata Bright sembari menepuk nepuk pipi Nanon.
Nanon yang setengah sadar itu mengacungkan jempolnya. Dengan mata yang tertutup Nanon memegang kepalanya yang terkena bola basket itu.
"Bawa ke UKS, Bai," titah Khao, dia panik.
Bright menoyor kepala Khao, "Lo sih ngelempar kenceng banget."
"Bego! Ini bukan waktunya nyalahin gue, ini Nanon bawa dulu ke UKS." Benar apa kata Khao, sebelum terjadi apa apa pada Nanon mereka harus membawa Nanon ke UKS. Tubuh Khao tidak cukup besar untuk membawa Nanon ke UKS, maka dari itu Bright yang membawa tubuh Nanon Ke UKS.
Setelah sampai di UKS, Bright membaringkan tubuh Nanon perlahan. Nanon masih setengah sadar, ia tau Bright membawanya ke UKS, tapi matanya masih terpejam.
"Ini gimana ? Gue gak ngerti soal beginian," kata Bright sedikit panik. Mereka merasa bertanggungjawab atas apa yang menimpa Nanon sekarang. Tapi mereka tidak mengerti tindakan apa yang harus mereka ambil.
"Non, kalo lo baik baik aja ngomong," Bright berusaha mengajak Nanon untuk berbicara.
Nanon mengangguk lemah, kepalanya pusing tapi dia masih bisa merespon beberapa orang yang mengajaknya bicara.
"Lo bisa ngerespon tapi mata lo merem, semoga baik baik aja ya, maafin gue non," Khao menyesal melempar bola itu dengan kuat.
Bright dan Khao tak tahu harus berbuat apa. Mereka saling menyalahkan satu sama lain tanpa berbuat apa apa untuk Nanon. Untung saja Petugas PMR datang dan segera membantu Nanon.
•••
Oh iya, kalo misalkan up nya telat atau gimana, maap banget ya hehe 🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
INTERACTION | KHAOFIRST
Fanfiction"Jadi gimana perasaan lo?" "..." WARNING: •BXB• •Mengandung unsur kekerasan, umpatan, dll•