Seharian Khages tidak bisa tertidur di apartemennya, ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan. Seperti akan ada yang terjadi entah itu apa, atau mungkin semua yang ada hanya diotaknya saja, tidak lebih.
Khages memilih untuk bangkit dari kasurnya dan membuka pintu balkon untuk melihat pemandangan langit yang gelap di jam 2 pagi. Angin begitu kencang menerpa seakan mengajaknya untuk merasakan dingin tanpa pelukan, merasakan sepi tanpa suara, dan lirih tanpa tangis.
Banyak hal yang menjadi pertanyaan mengapa di saat langit gelap orang tertidur, padahal langit gelap tidak kalah cantik dengan langit pagi. Pernah ada yang bilang tidur itu hanya menyia-nyiakan hidup terlebih di malam hari. Seseorang tersebut mengatakan bahwa ketika kita tertidur, kita melewatkan waktu malam panjang yang indah.
Hanya saja, semuanya memang indah, dan ada efek samping dari keindahan yang kita nikmati.
Khages merenung lalu mulai mengetikkan pesannya kepada seseorang yang sangat dicintainya selain ibunya. Dia Runesabbie, gadis cantik yang mengisi hari-harinya, gadis manis yang akan selalu manis di matanya.
Bagaikan langit malam yang saat ini ia sedang pandangi, begitupun pagi yang tak kalah cantik. Bagi Khages, Abbie itu segalanya. Bagi Khages, Abbie itu dunianya. Tapi...apakah selamanya akan menjadi dunianya?
Mungkin kekhawatirannya saat ini mengenai hal tersebut. Bisa dikatakan Khages adalah tipikal orang yang overthinking. Dia akan memikirkan sesuatu secara berlebihan yang membuatnya menjadi kacau, tapi Khages jadi teringat kalimat-kalimat menenangkan dari kekasihnya tadi siang dan membuatnya sedikit membaik.
Khages selalu bersyukur kepada Tuhan karena diberikan kehidupan yang pahit dan indah secara bersamaan.
Lalu lelaki itu memilih untuk kembali ke tempat tidurnya dalam keadaan pintu terbuka, dan entah mengapa tak lama dari berkelana jauh dalam pikirannya, Khages bisa langsung tertidur lelap sekali sampai pagi.
Keesokan harinya pun waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi dan Khages masih belum terbangun dari tidurnya sampai akhirnya suara ponselnya membangunkan lelaki itu. Refleks Khages mengucek matanya berkali-kali dan segera membuka ponselnya.
"Ya halo?" Dengan suara serak ia menyapa orang di seberang sana.
"Kamu udah bangun?" Itu suara bundanya.
"Bunda? Baru bangun, aku telat sekolah."
"Ya ampun, bangun, terus jangan lupa sarapan. Gapapa telat juga ya, Bunda udah telponin kamu dari tadi tau gak?" Khages menghela napasnya seraya tersenyum singkat.
"Maafin Ages, Bun."
"Its okay, semangat ya sayang, jangan males-malesan."
"Makasih udah telpon Ages ya, Bun. Ages mau siap-siap dulu."
Setelah itu Khages mematikan teleponnya dan langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya secara singkat dan memakai seragam sekolahnya. Sial sekarang ada latihan. Dengan mengendarakan motornya, sebelum itu ia menelpon Abbie terlebih dahulu apakah gadis itu sudah berangkat ke sekolah atau belum.
Tapi tidak ada jawaban sama sekali membuat Khages berpikiran mungkin saja Abbie sudah sampai di sekolah.
Bahkan sampai di sekolah pun lelaki itu tidak melihat batang hidung gadis itu. Apa Abbie sakit? Melihat keresahan Khages, sontak Abram sebagai teman dekatnya bertanya.
"Kenapa?" Pertanyaan yang membuat Khages mengalihkan pikirannya sejenak.
"Lagi mikirin cewek gue."
"Cewek lo kenapa?"
"Nggak ada kabar, gue khawatir."
Abram terdiam sejenak, lalu lelaki itu mengernyit, "udah cek di kelasnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KHAGESWARA (ON GOING)
Teen FictionRank #1 teenficiton 3/9/21 Rank #2 Fiction 3/8/21 Rank #1 Fiction 4/8/21 "Lo...gay?" Tanya Abbie memberanikan diri, bukannya menjawab Khages malah mendekat. Refleks Abbie mundur dan merasakan aura mengerikan dari lelaki itu. Apakah ia salah bertanya...