THIRTEEN: "SHOULD'VE SAID NO?"

19.8K 447 17
                                    

THIRTEEN—SHOULD'VE SAID NO?

"—It was a moment of weakness and you said, "Yes"—"

PENDULUM jam terdengar berdetak di seluruh sudut ruangan. Matahari sudah mulai menampakkan sinarnya. Dua bola mata yang terpejam mulai terbuka. Lani menyingkap selimutnya. Berusaha mengembalikan kesadarannya. Ia menatap sekelilingnya. Ada yang terasa asing. Sejenak Lani menutup matanya lagi. Dan pada hitungan ketiga. Ia membuka matanya melotot lebar. Ia masih mengenakan gaun kemarin. Lebih parahnya lagi, ia sedang tidak di kamarnya. Lani segera mengalihkan pandangannya menyusuri kamar itu. Sudah jelas-jelas desain interiornya maskulin. Berarti kamar itu punya seorang lelaki.

Napas yang teratur terdengar dari sebuah sofa di kamar itu. Membuat Lani cepat-cepat bangun. Raga tertidur di sofa kamar. Lani ingat, tadi malam ia sedang menonton film yang ditawarkan Raga. Dan seharusnya tadi malam Raga mengantarnya pulang. Tetapi, ia malah tertidur di kamar Raga. Salah Raga juga kenapa tidak membangunkannya?

Raga bergerak sedikit, sebelum matanya terbuka. Ia melihat Lani yang berada di tepi masterbed-nya.

"Sudah bangun?"

"Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi malam?" tanya Lani sambil berjalan mendekat ke arah Raga meminta penjelasan.

"Kamu tidurnya pulas banget, aku nggak mau kamu terbangun, itu mengganggu namanya, kelihatannya kamu capek," kata Raga masih dalam posisi tidur hanya matanya yang terbuka menatap Lani.

"Kamu yang mindahin aku ke tempat tidur?" tanya Lani dengan tatapan menyelidik.

"Iya, kasian masa kamu mau tidur di situ," kata Raga sambil menunjuk karpet di depan home theater.

Tiba-tiba saja sesuatu seperti alarm berbunyi di kepala Lani.

"JAM BERAPA INI? HADUUUHH... AKU HARUS SIAP-SIAP KERJA," kata Lani panik, "Raga... Raga... dimana jam? Jam berapa sekarang," Lani terlihat seperti orang kebingungan. Matanya menyusuri setiap sudut kamar Raga mencari jam.

"Jam delapan," jawab Raga santai sambil melihat arlojinya.

"Haduuhh... terlambat, aku harus pergi dari sini," kata Lani.

Baru saja Lani hendak beranjak. Raga menariknya, membuatnya jatuh ke atas tubuh Raga di atas sofa. Dari posisi ini, Lani bisa merasakan embusan napas Raga. Matanya terasa dekat. Sepersekian menit mereka terbuai akan posisi mereka itu. Sebelum deritan pintu dan sebuah suara mengagetkan mereka.

"Raga, Lani... kalian sara―," kata-kata Raya tertahan.

Lani membetulkan posisinya. Raga segera berdiri melihat bundanya itu.

"Hai Bunda," sapanya sesantai mungkin.

"Tante, tadi itu... hanya sedikit accident kok beneran," Lani membela diri. Takut Raya berpikiran macam-macam.

Raya malah tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sarapan dulu, Bunda tunggu di ruang makan," kata Raya lalu beranjak dari situ.

Raga merapikan rambutnya. Kemudian berjalan ke arah cermin. Sekali lagi merapikan rambutnya di hadapan cermin. Setelah ia rasa sudah rapi dia kembali berjalan ke arah Lani yang masih terpatung. Ia masih kebingungan.

"Turun yuk, sarapan," ajak Raga.

"Tapi, aku harus pulang sekarang, aku harus ke kantor," kata Lani.

"Sudah jam delapan, tinggal satu jam persiapan kamu ke kantor. Apa cukup? Perjalanan dari sini ke rumah kamu kalau nggak macet sepuluh menit, kalau macet satu jam pun ada. Kamu nggak punya banyak waktu. Minta izin dulu hari ini, kan sebentar siang kita mau pergi ke tempatnya Karen," kata Raga.

REDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang