FOURTEEN—MINE
"—And every time I look at you
It's like the first time—"
NOVEMBER hampir berakhir. Saatnya Lani memasukan tulisan love story-nya. Love story Lani akan dinilai kelayakannya oleh Bob Suganda sendiri. Itu peraturan yang Bob Suganda rancang untuk proyek akhir tahun. Jika lolos, akan langsung diberikan kepada editor. Karier Lani menjadi taruhannya. Dengan gugup Lani melangkah menuju ruangan Bob Suganda. Setelah berada di depan ruangan Bob Suganda, Lani ragu-ragu untuk masuk ke dalam. Apakah tulisannya ini memenuhi standard tulisan yang dimaksud Bob Suganda?
Setelah mengatur napasnya dengan cara menghirup dan mengembuskan napasnya tiga kali. Lani mengetuk pintu ruangan Bob Suganda. Tiga kali Lani mengetuk pintunya, sebelum ada suara dari dalam menyahut menyuruhnya masuk. Dengan perlahan Lani membuka pintu ruangan Bob Suganda. Pintu berderit. Saat pintu itu benar-benar terbuka, Lani masuk ke dalam. Bob Suganda sedang terlihat mengamati beberapa foto hasil jepretan Manda.
"Selamat siang, Pak," sapa Lani.
"Selamat siang, Lani, silakan duduk,"
Lani segera duduk di hadapan Bob Suganda. Ia sedari tadi membawa map yang berisi tulisannya. Awalnya, Lani harus memasukan hard copy ke Bob Suganda. Setelah lolos, barulah Lani memasukan soft copy-nya pada pihak editor.
"Saya mau menyerahkan deadline tulisan love story saya, Pak," kata Lani sambil meletakan map itu ke atas meja Bob Suganda.
"Baiklah, tepat waktu. Saya akan pelajari dulu. Nanti kalau sudah saya hubungi kamu hasilnya," kata Bob Suganda.
"Baik, Pak, akan saya tunggu," kata Lani.
"Kamu tahu kan konsekuensi dari semua ini? Saya sudah memberikan banyak waktu untuk kamu dan yang lainnya juga," kata Bob Suganda.
"Iya saya tahu, Pak, saya permisi dulu, mau melanjutkan kerjaan yang lain."
"Oke, selamat berkerja."
"Terima kasih, Pak, selamat siang," kata Lani sambil melangkah keluar dari ruangan Bob Suganda.
Setelah Lani tiba di luar, dia mengembuskan napasnya. Agak sedikit lega. Tapi bebannya masih ada menanti hasilnya nanti.
***
"Apa sih, Ga... jangan melihatku seperti itu," kata Lani sambil menyentuh wajah Raga dan mendorongnya menjauh.
"Aku suka," jawab Raga tak menghiraukan tangan Lani yang sudah bersarang di depan wajahnya. Ia malah memberikan kecupan di telapak tangan Lani yang menutup wajahnya.
"Aku malu tahu ditatap seperti itu," kata Lani.
"Nggak usah malu, Sayang," kata Raga kemudian dengan lembut memindahkan tangan Lani dari wajahnya.
Ini untuk pertama kalinya Raga memanggilnya dengan panggilan 'Sayang' semenjak ia mengatakan 'ya' pada Raga. Kenapa ia jadi nervous dua kali lipat begini ya? Padahal kan harusnya ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini.
Raga menarik Lani mendekat ke arahnya kemudian melingkarkan tangannya mengelilingi pundak Lani.
"Artikel kamu sudah selesai?" tanya Raga kemudian membelai pipi Lani perlahan. Lani menutup matanya menikmati belaian Raga itu. Sampai-sampai lupa menjawab pertanyaan Raga.
"Sayang?" panggil Raga.
Lani tersadar dari kenikmatan itu. Raga menatapnya sedang menatapnya tersenyum penuh arti. Setelah itu menahan tawanya geli, "Kamu menikmatinya, ya?" goda Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED
RomancePernakah kau diduakan? Arlani Kayana, gadis 23 tahun, penyuka warna merah yang bekerja di sebuah redaksi majalah. Mempunyai kenangan buruk dengan lelaki di masa lalunya. Ia selalu menjadi korban perselingkuhan. Baik itu dengan (mantan) sahabatnya se...