SEVENTEEN―THE STORY OF US
"―I'm dying to know
is it killing in you?
Like it's killing in me?―"
BULIR hujan masih terus berjatuhan. Lani hanya bisa menatap bulir-bulir yang jatuh itu tanpa bisa berbuat banyak. Ia, Raga, Agatha dan Manuel terjebak di antara hujan yang turun. Mereka baru saja membantu acara penyuluhan akan campak kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Bersama duta campak dari UNICEF. Karena penyuluhannya di perkampungan dan mobil mereka tidak bisa masuk ke dalam. Jadilah mobil mereka hanya diparkir di depan perkampungan. Penyuluhan sudah selesai. Tapi mereka belum bisa pulang. Hujannya begitu deras dan mereka tidak membawa payung. Sepertinya pepatah 'sedia payung sebelum hujan' ada benarnya.
"Duh, masih lama nggak ya hujan berhenti? Aku ada janjian sama Mama buat belanja persiapan Natal, mana habis ini harus rapat lagi, makin lama deh, gimana dong?" kata Agatha panik.
"Tahu nih, hujannya lama banget. Udah dari tadi belum berhenti juga," keluh Lani.
"Gimana ya caranya biar kita bisa cepat pulang?" Manuel bertanya-tanya.
"Tunggu di sini," kata Raga.
Semua menatap Raga. Apa yang akan dilakukannya? Ia segera memakai topi jaketnya lalu meninggalkan mereka bertiga di situ dalam keadaan bingung.
Tak beberapa lama kemudian, Raga kembali dengan jaket Raga yang sudah agak basah karena kena hujan. Ia membawa dua buah payung. Satu payung ia kenakan dan satu lagi ia pegang. Kemudian menyerahkan payung satunya ke arah Manuel.
"Ini, aku pinjam dari warga," kata Raga.
"Dari tadi kek, Raga," kata Manuel sambil mengambil payung yang disodorkan Raga.
"Baru kepikiran," kata Raga sambil melepas jaketnya yang basah.
"Ya sudah, ayo nggak usah lama-lama," ajak Agatha segera berlindung di payung yang baru dibuka Manuel.
Raga segera meraih Lani dan melingkarkan tangannya di pinggang Lani. Mereka berdua berlindung di satu payung. Hujan masih terus saja deras mengguyur. Jalanan perkampungan agak becek. Membuat mereka yang sementara mengenakan jeans panjang basah. Mereka berusaha menghindari genangan-genangan air dimana-mana. Tiba-tiba guntur menggelegar membuat Lani menutup matanya dan menyembunyikan wajahnya di dada Raga.
Raga terus menuntun Lani. Cukup jauh memang jalan perkampungan dengan jalan utama. Sekitar lima belas menit mereka berjalan kaki akhirnya mereka tiba di mobil. Tadi mereka bersama menggunakan mobil dinas UNICEF. CR-Z Raga sengaja ditinggal di kantor UNICEF. Mereka segera masuk ke dalam mobil itu. Manuel dibalik kemudi. Agatha duduk di sampingnya. Raga dan Lani di belakang.
Mobil dinas UNICEF itu melaju di tengah hujan yang mengguyur. Mereka terjebak dalam kemacetan karena di depan ada kecelakaan. Akhirnya, mereka mengambil arah yang berputar. Sekitar satu jam kemudian mereka baru tiba di kantor UNICEF. Hujan masih saja tak mau berhenti. Mereka segera turun dari mobil mengenakan payung yang tadi. Bergegas masuk ke dalam kantor UNICEF. Langkah kaki mereka dipercepat menuju ruangan tempat berkumpulnya volunteer.
Dazza, Fika, dan Pras sudah berada di sana. Mereka juga tadi ke acara penyuluhan yang sama di tempat yang berbeda. Mereka semua segera duduk melingkari sebuah meja.
"Jadi, kita di sini mau mengevaluasi yang kita lakukan selama setahun ini. Kan ini sudah penghujung bulan Desember. Sebentar lagi Natal dan beberapa dari kita merayakannya. Sepertinya ini akan menjadi kegiatan terakhir volunteer di tahun ini. Bagaimana menurut kalian kerja kita? Apa perlu ditambah? Atau mungkin usul lagi biar tahun depan kita jalankan," Raga memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED
RomancePernakah kau diduakan? Arlani Kayana, gadis 23 tahun, penyuka warna merah yang bekerja di sebuah redaksi majalah. Mempunyai kenangan buruk dengan lelaki di masa lalunya. Ia selalu menjadi korban perselingkuhan. Baik itu dengan (mantan) sahabatnya se...