Hi all,
Sebelum baca, mau ingatin ini bagian terpisah dari RED prologue-epilogue. Ini cuma iseng-iseng soalnya... banyak yang minta sekuel dari kisah ini. Karena kangen pada hero dan heroine-nya.
Saban hari saya dapet mentiondari orang-orang yang menunggu sekuel RED dengan tokoh utama Raga-Lani. Hupfh! Senang deh kalau banyak yang suka cerita ini. Hohoho. Tapi, untuk membuat sekuel RED. Saya masih berpikir... udah ada konsep di kepala. Tapi nanti agak dark-dark gitu deh. Nanti kalian bunuh saya, jangan deh! Wkwkwkwk. Soalnya pada minta mengeksplorasi keromantisan Raga. Saya pikir kalau saya bikin agak dark dari prekuelnya ini romantisnya (mungkin) kembali tereksplor dengan cara yang berbeda :3. Kalau monoton juga kan nggak enak (?) Tapi... rada-rada gimana juga wkwkwk.
Maka dari itu saya putuskan untuk mengobati kekangenan pembaca sekalian pada Raga-Lani saya buatkan ekstra part ini buat kalian cemua :3
Semoga suka^^
-----
EXTRA—OUR LAST NIGHT
“—You were holdin' my hand when the car pulled up for you
And I coulda spent a life with you—”LANI mematut dirinya di depan cermin. Besok merupakan hari bahagianya. Ia menatap dirinya yang ada di depan cermin. Melihat lekat-lekat sosok yang dipantulkan oleh cermin itu. Seorang gadis berambut panjang yang sedang memakai piyama polkadot merah hitam, Besok. Ya, besok ia akan memulai hari barunya. Menikah dengan Raga. Ia sangat tidak menyangka sekali. Diusia yang baru menginjak 24 tahun, ia sudah akan menikah. Benarkah ini? Lani bahkan tak percaya.
Sudah selama seminggu masa pingitan, Lani tidak bertemu dengan Raga. Lelaki itu hanya mengabarinya via telepon. Namun, hari ini, sehari sebelum ia berstatus menjadi isterinya Raga, lelaki itu sama sekali belum mengabarinya. Lani jadi was-was menghadapi hari esok.
Ia kemudian menatap gaun untuk resepsi pernikahannya. Hupfh! Padahal ia mau bridal dress-nya itu berwarna merah, bukan putih seperti itu. Raya dan Trisya bersekongkol menyediakan bridal dress ini tanpa sepengetahuan Lani. Dulu, ia memang ingin mengenakan bridal dress putih, karena mewakili unsur sakral. Namun, konsepnya itu kan sudah menjadi milik Tiara dahulu. Meski tidak jadi dipakainya. Tapi, tetap saja bayang-bayang itu masih tertanam di dalam benak Lani.
Ia menatap jam dinding di kamarnya. Pukul 21.00, ia berencana untuk segera tidur agar besok ia tetap terlihat segar. Ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjangnya. Mengambil bed-cover dan hendak menutupi tubuhnya. Namun, baru saja ia mau menghempaskan kepalanya di bantal. Ada sebuah suara yang mengangetkannya.
Hiii... Hiii...
Bulu kuduk Lani tiba-tiba berdiri. Bukan. Itu bukan suara kuntilanak. Melainkan suara kuda mengikik. Lani kembali mengangkat kepalanya. Kenapa ada suara kuda malam-malam? Ia pun berjalan mencari sumber suara tersebut. Sekali lagi kuda itu mengikik. Sepertinya suara itu berasal dari teras kamar Lani. Ia pun melangkahkan kakinya menuju pintu akses kamarnya dengan teras kamar. Ia membuka gordeng yang menutup pintu tersebut.
Dari kaca, ia bisa melihat sosok kuda putih. Yang terparkir di depan teras kamarnya. Ia segera membuka pintu kamarnya.
“Barley?” Lani mengernyit.
“No,” kata sebuah suara setengah berbisik. Lani tersenyum kecil mendengar suara itu. Ia pun menatap ke arah sumber suara tersebut, “Ini anaknya Barley, namanya Harley. Barley mati setahun lalu, sayang. Maklum dia sudah cukup tua,” kata seorang sosok lelaki yang membawa sebuah paper-bag dan muncul dari samping teras kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED
RomancePernakah kau diduakan? Arlani Kayana, gadis 23 tahun, penyuka warna merah yang bekerja di sebuah redaksi majalah. Mempunyai kenangan buruk dengan lelaki di masa lalunya. Ia selalu menjadi korban perselingkuhan. Baik itu dengan (mantan) sahabatnya se...