..
Di sini, pagi sekali, dengan cuaca mendung di luar sana, Resha duduk dengan nyaman meminum sedikit demi sedikit hot chocolate yang sedari tadi menemaninya.
Sembari menunggu kakak Jessica yang di sebut dengan baik hati akan membantunya mencari dan mengira-ngira tempat strategis yang cocok untuk bisnis kecilnya.
Udara memang begitu dingin akhir-akhir ini, di karenakan sudah memasuki musim hujan.
Resha sudah duduk disini semenjak 20 menit yang lalu, Resha tak terlalu terganggu karna hari ini tak ada kelas dan Restoran tutup karna dalam masa renovasi.
Resha menyatukan kedua telapak tangan dan menggosoknya satu sama lain, Ia merasa udara semakin dingin meski sudah berada di dalam kafe.
Beruntung dia memakai baju lengan panjang yang meskipun tak terlalu membantu, tapi setidaknya cukup untuk menghalau rasa dingin yang menusuk kulit.
Tak ada foto dari Jessica, hanya visual karakter kakaknya yang kemarin Jessica sedikit jelaskan.
Jessica hanya memberi inti dari tampilan kakaknya yang di sebut memiliki rambut ikal. Maka dengan itu Resha mencari ponselnya, mengetik nomor kontak Jesica dan segera memanggilnya.
"Hallo Jes?" Sapa Resha. Jessica menjawabnya dengan cepat. Bertanya apakah Kakaknya itu sudah berada di tempat atau belum.
"Belum___ kenapa?"
Jawaban Resha membuat Jessica menghela nafas. Berkata bahwa Kakaknya sudah berada di Cafe janji temu mereka. Dari 15 menit yang lalu.
"Duh sorry ___gue juga kebingungan." Kata Resha. Lalu dia berujar dengan cepat.
"Iya deh, coba gue cari- oh itu ada orang berdiri disana, yaudah gue matiin ya."
Tembok pembaras itu membuat Reaha menghela nafas. Halah, ana-ana wae.
"Permisi?" Resha menegur laki-laki didepannya yang tengah fokus dengan ponsel yang berada di tangannya.
Pria itu menoleh dengan cepat, menjawab dengan satu alis yang terangkat. "___ya?"
Lalu, pria di depannya berdiri dari duduknya, perbedaan tinggi keduanya bisa dengan cepat Resha rasakan, Resha harus mendongak supaya bisa menatap tepat di wajahnya.
"Maaf sebelumnya ___kakaknya Jessica?" Resha merasa canggung, dan pada akhirnya Dia bertanya dengan nada suara pelan.
"Iya, __Reshaya ya?"
"Iya hehe. Mau pindah tempat duduk aja ngga kak? Saya di ujung sana." tunjuk Resha pada meja tempatnya tadi duduk.
"Oo___ kamu duduk disana? Pantesan ga keliatan."
"Hah?" Reshaya tak mendengar begitu jelas, namun pertanyaannya hanya di balas sedikit gelengan "Oh engga."
..
"Kalo gitu kenalan dulu biar enak__ nama gue Vino." Laki-laki didepannya mengangkat tangan, meminta Resha untuk menjabat tangannya. Di tanggapi Resha dengan cepat dan sopan.
"Reshaya."
Perkenalan keduanya terjadibbegitu cepat. Menenggelamkan kecanggungan yang di kiranya akan mengganggu.
"Uhm __jadi lo masih belum nemuin tempat yang cocok?"
"Kalo di bilang udah atau belum sih udah nemu__ banyak malah, yang menurut saya cocok-cocok aja-"
Namun, ucapan Resha yang belum selesai, di potong begitu saja. menyebabnya hanya bisa merasakan kecanggungan. "Emangnya lo mau nyari yang gimana?"
Menghela nafas. "Yang strategis tentu aja." Resha berucap dengan pelan, agaknya dia ragu dengan Kakak dari temannya itu.
"Kenapa ngga di mall, dekat gedung gedung kantor, atau tempat wisata gitu? ___biasanya tempat kaya gitu udah pasti bakal cocok." Resha menahan ledakan emosinya, belah bibirnya mengerut.
"Ngga bisa kaya gitu kak, lagipula saya masih belajar, ini baru pertama kali, kalo saya tebas langsung gimana saya bisa tau hasilnya gimana? atau misal kenapa saya ngga buka di mall atau dekat dekat gedung yang udah keliatan pasti juga untuk modal udah pasti perlu banyak, kita butuh pengeluaran yang lebih banyak lagi, sementara kita ngga tau hasil dari coba-coba kita ini berhasil atau gagal."
"Kenapa ngga di tempat wisata? Itu emang cocok, tapi engga buat saya yang masih harus bolak-balik buat kuliah, apalagi disekitar rumah atau kampus saya jauh dari tempat wisata." ujar Resha panjang lebar.
Vino mengangguk. "Iya juga sih, tapi bisa aja kan ada karyawan."
"Karyawan kan juga perlu gaji kak, semisal pengeluaran sama pemasukan ngga sesuai juga bakal rugi." balas Resha menghela nafas sabar.
"Buka bisnis itu bukan soal untung atau engga nya Res, kalo lo niat awalnya buka tempat kerja Tuhan bakal mudahin jalan lo."
pandangan mata Resha meliar, menyiapkan jawabannya yang sedikit sensitif. "Emang kedengeran gampang kak, maaf bukannya menyinggung, tapi kalau asal pasrah sama Tuhan juga bukan jalan yang bener ... apalagi niat awal saya memang jualan buat nyari untung bukan buka tempat kerja, saya bukan orang baik yang mau bagi-bagi kalo bahkan saya sendiri belum bisa tanggung jawab sama apa yang saya sendiri kerjain." Jawab Resha dengan jelas tanpa berbelit.
Memang, Resha sedari awal tak ada niatan membuat buka lowongan kerja, niatnyaa buka usaha hanya supaya dapat untung, bukan buntung.
Tak masalah menurut Resha kalau semisalnya dia sudah bisa membangun usaha sendiri dengan benar, tapi kalau hal-hal seperti ini saja dia masih hitung-hitungan, jelas dia tak akan mau.
Vano menatapnya lamat, senyum kecil terbit di bibir yang dihiasi piercing itu, Reshaya memang tak bisa di tebak.
"Bukannya lo bakal dapet bantuan dari Jessica sama Corla?"
Resha menatap vano bingung "Saya cuma butuh bantuan nyari lokasi yang cocok bukan minta bantuan cuan" jelas Resha yang sedikit tersinggung dengan ucapan Vino.
"Bukan itu- mereka mau bantu lo, gunain mereka jadi karyawan lo, maksud gue." Resha menatap Vino tak percaya, bagaimana bisa Vino dengan suka rela menyuruhnya umtuk menjadikan adiknya karyawan di tempatnya.
"Saya ngga bisa bayar, mereka temen saya, saya ngga ada niat buat manfaatin mereka"
"Kalo gitu, gue yang bakal bantuin lo." Resha yang sedang mengalihkan rasa kesalnya itu melotot ke arah Vano yang spontan berkata hendak membantunya.
Berdecak tak habis pikir.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Reshaya.
RandomThe one and only. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai kebutuhan. Mohon kerja samanya.