..
Resha masih berjalan di samping Vano, mendengarkan apa yang Vano sampaikan padanya, sesekali mengamati bangunan-bangunan sederhana yang ada disekelilingnya.
Susah sekali rasanya mencari tempat yang cocok di kantong serta kebutuhannya, Resha hanya bisa gigit jari kalau-kalau dia melihat tempat yang menurutnya sangat cocok, tapi balik lagi, kalau tempatnya saja sudah terlihat bagus apa lagi harga sewa nya, dan Vano bukannya membantunya mencari tempat yang lebih murah harga sewa nya, malah menawarkan Resha untuk meminjam uang kepada Vano.
Kepalanya berdengung. Apa jangan jangan Vano deb kolektor ya?
Resha menampar pipinya sendiri, menyadarkan diri dari pemikiran konyolnya
"Loh! Kamu kenapa?! Ada nyamuk?" Resha memasang wajah bingung sewaktu Vano tiba-tiba bertanya dengan nada yang cukup tinggi.
"____hah?"
"Itu kenapa kamu nampar pipi kamu sendiri, sakit ngga?" Vano mendekat ke arah Resha, setelahnya mengangkat tangannya untuk mengusap pipi berisi Resha.
"___kak?" Vino menjauhkan tangannya. Dia mengerjap, sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan.
"Aduh sorry! __pegang sembarangan nih tangan." Melihat gelagat Vino yang terlihat merasa bersalahpun Resha dengan cepat menggelengkan kepala.
"Engga kok kak, saya cuma kaget aja ___haha."jawan Resha di akhiri tawa canggung karna ia juga bingung akan menjawab seperti apa?
"Mau lanjut? ___atau kamu udah capek?" Resha hendak menjawab, tapi merasa ada yang aneh, ia mengangkat sebelah alisnya bingung.
"___kamu?" Vano menatap tepat di netra berbintang Resha, setelahnya dia tersenyum kecil.
"iya ___biar enak aja sih." Dan Resha hanya tertawa, tawa indah yang membuat Vino kembali menatap wajah Resha lamat.
"Emang kenapa sih? Kok kamu malah ketawa gitu?" Resha langsung memberhentikan acara tertawanya.
"___ya abis kakak langsung pake kata kamu- ngga papa kok, pake lo - gue ngga masalah, kak Vano nanti malah ngga nyaman, jangan dipaksain."
"Lah, engga, ini malah yang udah paling nyaman, manggil aku - kamu." perkataan terakhir Vano hanya dibalas anggukan pelan oleh Resha.
"Kalo gitu hari ini udahan aja deh kak-" Resha melihatbjam diponselnya. "Udah sore." Tambahnya.
Vano mengalihkan pandangannya, di lihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu segera menatap Resha kembali, terlihat wajahnya yang begitu lesu, dan Resha tak tahu alasan dibalik wajah lesu kakak dari Jessica itu.
"Yaudah___ mau kapan lagi? Kamu waktu luangnya kapan?" Resha mengetuk-ngetuk dagunya sembari memejamkan mata sebentar, postur orang sedang berfikir keras.
"___kalo saya ngga ada kelas sih kak- nanti saya kabarin lagi aja ya."
Lalu setelahnya pertemuan antara keduanya di akhiri dengan ucapan yang cukup berkesan.
..
Resha sudah sampai dirumah semenjak sore tadi, tak ada makanan apa-apa dirumah, padahal perutnya sudah berisik meminta di isi, Reaha cemberut. berakhir ia mau tak mau harus ke kedai tempat Ibu dan Ayahnya kerja. Minta gratisan.Resha bahkan tak ingin mengeluarkan sepeserpun uangnya.
Sudah sampai ditempat kedai orang tuanya, Resha segera menuju ke dapur tempat dimana biasa Ayah dan Ibunya istirahat.
"Ibu ngga kuat liat Resha kaya gitu yah__" Suara Ibunya yang terdengar sendu, ia berhenti melangkahkan kaki.
"Kita juga masih belum bisa bantu apa-apa bu." Dia berdiri didepan pintu pembatas antara dapur dan tempat pembeli.
"Kita masih belum cukup biaya buat bantu Resha cari orang tua kandungnya." Kelopak matanya mengerjap, Apa maksud mereka?
"Ibu selalu ngerasa sakit liat Resha harus berjuang, dan bantuin kita kaya gitu, __padahal kita bukan siapa siapanya Resha." Resha tak mendapatkan petunjuk apapun dari arah pembicaraan mereka berdua.
"Kita harus cari cara yah, supaya Resha bisa nemuin keluarga kandung dia." degup jantung Resha tak beraturan, rasanya akan meledak begitu saja.
"Sejauh ini- sampai kapan kita nyembunyiin Resha dari hal kaya gini." setelah itu, Resha mendengar isak tangis dari Ibunya.
"Tapi gimana lagi, Resha ditemuin pake notes jangan pernah cari orangtua kandungnya, Ibu ngga sanggup liat Resha sedih." Kata-kata tersebut adalah yang terakhir Resha dengar dari kedua Orang Tuanya sebelum Resha dengan cepat pergi dari sana.
Tak pernah terbesit sekalipun, tentang fakta yang baru saja terungkap, mengapa semua ini baru di ketahui saat Resha sudah mulai merasakan rasanya rela berada di keluarganya sekarang?
Wajahnya menyendu, ternyata selama ini ia hanyalah anak yang ditemukan oleh mereka di jalanan.
Jadi Resha menyalahkan diri lagi, bagaimana bisa dengan tak tahu dirinya ia menyusahkan mereka sampai sejauh ini?
..
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Reshaya.
RandomThe one and only. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai kebutuhan. Mohon kerja samanya.