8.

16.1K 1.6K 54
                                    




..


"Dengerin noh bang jago ... Tuan Putri gue kaga mau sama lo noh." ejek Gilang, tawa mengejek segera keluar setelah selesai mencibir.

"C'mon guys- Tuan Putri butuh ajudan." Ajak Yahsan bergurau, menyusul Gilang serta Resha yang sudah pergi terlebih dahulu. Dan 4 dari semuanya berjalan menyusul di mana Resha berada.

Tertinggal Axel yang kini tengah mengamuk- dia benar-benar sudah kehilangan semuanya sekarang. Reputasi yang sudah dia bangun setinggi mungkin runtuh dalam sekejap.

Harga diri yang sudah dia junjung tinggi selama ini ia turunkan tanpa sadar. Bagaimana bisa Resha seberpengaruh itu pada kehidupannya?

Kelopaknya memejam. Resha- Resha tetap jadi milik Axel- ya dan memang seharusnya begitu, tidak ada yang bisa mengambil Resha darinya.

"Kak."

Axel menyadari suara Wina, dan dia segera menyuruh perempuan itu untuk pergi.

"Pergi."

"Kak? Kakak beneran selama ini sama Resha?" Wina memainkan jarinya, ketakutan dan kebingungan.

"Win tolong-"

Wina menggeleng, Ia memberanikan diri, bertanya lebih jauh pada Axel.

"Kak- selama ini kamu suka cowo?"

"Wina gue bilang cabut sekarang!"

Barulah, Wina pergi meninggalkan Axel dengan wajah pucat dan gigi yang menggertak.

..


Rumor buruk menghampiri Axel- merusak semua rencana yang sudah dia bangun sedari awal.

Namun Axel tetaplah Axel, Dia sibuk mencari di mana Resha berada. Bisa mati jika Resha tidak bisa Ia genggam lagi. Itu berbahaya untuknya.

Hingga panggilan Dewan kampus tak di hiraukan.

Tidak- dia tidak boleh melepas Resha- dia tidak boleh kehilangan Resha- Resha hanya miliknya, dan itu berlaku sampai kehidupan selanjutnya.

..

"Udah dong- nangisnya- Res, gue ngga bisa berhentiin airmata lo, ntu inguslu meler mulu Res."

Sembari mengusap ngusap surai halus Resha- Gilang mendekat, menghapus air mata yang terus mengalir pada pipi Resha. Resha mendengar ujaran Gilang mengusap hidungnya. Mang bener sih ada ingusnya. Dikit.

"Gue benci fakta kalo gue cinta sama dia, lang." Dada Gilang rasanya ikut tersayat kala mendengar nada bicara Resha yang terdengar putus asa.

"Gimana sih caranya lupain bajingan kaya dia?"

Nelihat kondisi Resha yang semakin terisak. "Gu-gue juga pengen bahagia lang- kenapa sih- kenapa gue harus cinta sama bajingan kaya dia." Sungguh, melihat Resha yang jarang berperilaku seperti ini, terlihat rapuh. membuat Gilang seribu kali lebih ingin melindungi makhluk yang rentan seperti Resha.

"Lang~ gue harus gimanaaa." Gilang yang mendengar suara Resha makin tersendat segera mendekap tubuh anak itu.

Resha yang di dekap pun tidak menolak pelukan hangat Gilang, tidak ada salahnya jika seseorang ingin membantumu.

"Mau pulang?" Tanya Gilang.

Resha menggeleng, "Engga- gue harus kerja!"

"As-astaga! Aya! Jangan teriak." Gilang menutup telinga sebelahnya.

"Gue bukan aya! Gue Resha!"

"Sama. Aja."

Gilang sih cuma senyum-senyum aja ngeliat Resha yang kayanya udah males nanggepin omongan nyeleneh Gilang

"Yaudah, selama masih bisa kerja ngga papa, tapi kalo ngga bisa kabarin gue ya? nanti gue anter pulang."

"Eh- eh kenapa nangis lagi?"

"Lo- temen pertama yang gue punya huhu lo- baik banget sama gue."

Aduh jantung Gilang rasanya perih juga- cuma di anggep temen doang sama Resha.

Tapi ngga papa kan Gilang straight? Yah? Ngga tau deh pusing.

..


"Sore pak." Resha menyapa. Di balas anggukan oleh atasannya.

Tumben tumbenan bosnya datang ke cafe- tapi Resha tidak terlalu peduli, Dia menuju loker untuknya sekedar mengganti baju.

Matanya menangkap eksistensi Nanda yang tengah memunggunginya. Jadi tanpa pikir panjanh Resha segera memanggilnya.

"Nan?"

"Oh! Astaga!" Nanda tersentak. Dia berbalik badan dan memandang wajah Resha ketakutan.

"Apa?" Nanda bertanya.

"Cie." tidak ada hujan, tidak ada angin.

"Hah apasih?"

"Tuh tumben tumbenan ada pak bos- sapa gih."

Najis banget gue suruh nyapa rival sendiri.

"iya sip nanti deh."

"Kabarin ya kalo udah jadi."

Resha pergi meninggalkan Nanda yang baru pertama kali melihat Resha tertawa sebegitu lebarnya, sampai membuat jantung Nanda rasanya mau meledak saja.

tapi Nanda bingung, yang dimaksud Resha itu apa?

Tuh kan muka si nanda aja ampe merah deg degan nih pasti dia- semoga berjalan dengan lancar deh nan-

Saking senangnya membayangkan gimana lancarnya pdkt antara Nanda dan pak bos. Resha berakhir menabrak karyawan lain yang tengah membawa gelas kotor.

"Lo buta ya?!"

"So-sorry sumpah gua galiat."

"Iyalah lo kan kerja, niatnya caper sama bos."

Resha bisa tahu kalo perempuan di depannya ini melemparkan senyum sinis ke arahnya. Bahkan sembari menatap Resha tajam.

Resha sendiri heran kenapa perempuan di depannya ini seperti akan meroastingnya.

"Lo penyakit tau ngga? Sadar diri anjing. Penyakit ngga usah di tularin ke orang lain." seolah sudah meluapkan segala kekesalannya, perempuan itu melangkah hendak meninggalkan Resha yang duduk, membereskan pecahan kaca gelas tadi.

"Lo ada masalah apa sama gue." Resha mencegah perempuan itu pergi, membuat perempuan itu berhenti, dan memutar badannya menatap Resha dengan jijik.

"Karna lo, lo homo, homo itu penyakit. salah satu dari kotoran dunia yang menjijikan."

Resha bangkit dari duduknya. Menghiraukan tetesan darah yang keluar dari jari-jarinya. Memantapkan suaranya. "Terus masalahnya sama lo apa?"

"Gue ngerasa kotor harus ngeliat manusia hina kaya lo." jawab si perempuan.

"Oh gitu-" Resha mengangguk paham.

"Gue kasih saran deh ... congkel aja mata lo gimana? biar ngga bisa liat orang-orang yang lo kata disgusting itu, kalo ngga bisa, mau gue congkelin aja gimana?"

Resha menodongkan pecahan gelas yang membuat jarinya terus menerus mengeluarkan cairan merah pekat.

Perempuan menelan ludahnya gugup. Dia segera melangkahkan kakinya dengan tergesa meninggalkan si malang Resha.

"Berapa banyak orang yang tau gue kaya gini? Astaga- gimana, gimana kalo bos tau."

"Gimana kalo nanti gue dikeluarin cuma gara-gara ini?"

Yatuhan cobaan apalagi ini?

..

Reshaya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang