bab 9

719 74 0
                                        

"Alah, modus! lagian lo lagi sembunyi dari siapa sih?"

Wajah Faris maju, "Mau tau aja urusan orang," jawabnya tepat di telinga Ganira, yang membuat area tengkuknya terasa geli.

Lantas Ganira memberikan satu cubitan keras di pinggang lelaki itu, "Dih, kalo gitu sana jangan nempel-nempel gue!"

Faris pun menjauh, dia menusuk-nusuk pipi kirinya dengan lidah sambil memandangi Ganira yang sudah berbalik menghadap dirinya.

Diam-diam laki-laki ini menahan senyum, melihat bibir gadis itu maju dengan berpinggang tangan.

"Raden," Ucapnya tiba-tiba.

Seketika kepala Ganira celingukan mencari sang empunya nama, "Mana?"

"Udah pergi."

Ganira bernafas lega, "Malu banget ketemu dia, kalo penampilan gue gini."

Namun seketika otak Ganira yang lemot itu bekerja, dia baru sadar akan ucapan Faris, "Oh, maksud lo. Lo ngehindar dari Raden? kenapa?"

Dia mengangkat bahunya, "Males aja ketemu." jawabnya tanpa alasan yang jelas.

Berapa bungkus paper bag sudah berada di kedua tangan Ganira, semuanya sudah di bayar oleh kartu ajaib Faris. Yang mana membuat Ganira heran kenapa uang itu tak pernah ada habisnya.

Faris tanpa niatan membantu, hanya berjalan santai sambil memasukkan tangannya ke dalam saku.

"Mau makan?"

Ganira menoleh, "Iyalah mau! dari tadi kan gue belum makan." Adunya.

"Yaudah ayo makan dulu."

"Eh, tapi jangan makan di sini. Makan di pinggir jalan aja, gue lagi pengen sate ayam."

Faris menaikan alisnya, seolah bertanya lebih lanjut. Hingga matanya menatap wajah Ganira yang memerah sambil beberapa kali menunduk.

"Orang pada ngeliatin gue gara-gara nih baju. Makanya ayo cepet pergi dari sini." Jelasnya pada akhirnya.

Tapi nyatanya, sesampainya di area parkiran Raden dan temen-temen itu belum juga pergi. Mereka masih mengobrol di atas motor mereka, yang letaknya cukup dekat dengan Faris memarkirkan motornya.

Ganira yang lebih dulu menangkap sosoknya segera menarik tubuh Faris cukup kuat ke arah samping mobil. Mengukung tubuh laki-laki itu tanpa dia sadari.

"Iss, kenapa Raden belum pergi juga sih?" Tanya sambil memejamkan matanya kesal.

Faris diam lantaran dia fokus memandangi wajah Ganira yang begitu dekat. Nafas Gadis itu terasa di wajahnya, membuat Faris tak kuasa.

Ganira terkesiap ketika Faris memeluk pinggangnya, matanya yang sempat terpejam langsung membelak sempurna saar tau tujuan Faris kemana di lihat dari arah matanya memandang ke arah bibir Ganira.

Menegug ludahnya kasar saat tatapan mereka terkunci, hingga dengan gerakan kilat Faris merubah posisinya jadi dia yang mengukung tubuh ramping itu.

"Ris?" Ganira terkejut, dia mendongak menatap Faris yang tengah menatapnya tajam.

"Mereka benar-benar salah besar. Lihat betapa gilanya gue sekarang yang harus nahan mati-matian buat gak cium lo!" suaranya terdengar berat membuat Ganira merinding.

Dia juga tidak mengerti ucapan laki-laki ini sebenarnya di tujukan untuk siapa. Yang dia tau, dia harus segera lepas dari Faris.

"Ris, lepas." Pintanya sambil berusaha menyingkirkan lengan laki-laki itu di pinggangnya.

"Tapi, gue gak bisa. Karena lo ada di depan mata gue sekarang." Ganira terdiam mendengarkannya. Hingga wajah laki-laki itu semakin dekat dengan buru-buru Ganira semakin memberontak, dia pun menjatuhkan belanjanya pikirannya sudah tidak perduli barang-barang itu pecah yang terpenting Faris tidak menciumnya. Apa dia gila? berciuman di tempat imum seperti ini, orang-orang akan mudah melihat mereka dan akan beranggapan mereka adalah pemuda mesum.

Setelah ada celah baginya, Ganira langsung menutup mulut Faris dengan kedua tangan. Jantungnya berdetak cepat, "Nanti, gue bakal kasih nanti."

Shit! kenapa malah mengatakan itu.

"Hmm?" Satu alisnya naik, bertanya.

Dengan tangan yang kepalang gemetaran, Ganira menyentuh bibirnya sendiri. Hinga akhirnya dia langsung merasa lega luar biasa saat Faris mundur sambil tersenyum, tersenyum miring lebih tepatnya sambil membasahi bibir sexynya itu, "Oke, gue pegang kata-kata lo."

Faris mengambil barang-barang Ganira, lalu menatap Ganira yang bersandar pada badan mobil, "Mereka udah pergi, ayo pulang."

****

Ganira fikir nafsu makannya akan hilang setelah kejadian di parkiran tadi. Tapi nyatanya dia malah habis dua porsi saat melihat sate ayam yang sangat menggugah selera itu.

Sebenarnya dia sengaja makan banyak, agar Faris ilfil karena dirinya terlihat seperti gadis rakus, namun tidak sesuai harapan Faris hanya memandanginya dengan tatapan geli dan sesekali tersenyum.

Ganira menghela nafas, di satu sisi dirinya senang karena Faris selalu menghargainya dan tidak banyak omong. dan di sisi satunya dia merasa takut, karena sikap Faris yang terlalu manis.

Walaupun minus, dengan sikap mesumnya. Mesikipun wajar sih, karena dia laki-laki dan ada Ganira di sampingnya. mereka pun hanya tinggal berdua.

"Sini duduk."

Ganira tersadar dari lamunannya, dia pun menatap horor Faris yang tengah duduk nyaman di atas sofa.

"Gak mau!" Tolaknya, karena Ganira yakin Faris akan menagih janjinya.

Mulut bodoh, Ganira terus merutuki ucapannya. Ada banyak kata yang bisa dia ucapakan kenapa dia harus memilih kata-kata penuh janji itu. Membuat dirinya harus terjebak lebih dalam.

Sorot mata Faris langsung menghunus tajam berhasil membuat Ganira goyah, dia pun berdehem, "Maksudnya, gue mau sikat gigi dulu! iya mau sikat gigi dulu!" Setelah mengucapkan itu dia pun melesat hilang tertelan pintu kamar mandi.

Dilain hal, sebenarnya Faris hanya ingin mengobrol dengan Ganira. Dia ingin mengajak gadis itu ke rumahnya dan berpura-pura sebagai kekasihnya. Dan soal ciuman tadi, dia bahkan berniat tidak ingin mengungkit dan memaksa Ganira lagi karena bisa saja membuat gadis itu takut.

Tapi kalau Gadis itu mau, Faris siap untuk melakukannya. Dan mempastikan akan membuat Ganira menginginkannya lagi dan lagi.

________

Thanks ExpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang