bab 18

745 64 7
                                    

"Gue tidur dimana? Gak mungkin sekamar sama lo kan?"

Faris berbalik setelah selesai menutup pintu balkon dan gordennya, "Iya."

"Iya apa?" Dahi Ganira berkerut.

"Lo tidur aja di sini, gue tidur di kamar sebelah." Katanya lalu tersenyum miring, " Tapi kalo lo mau gue temenin sih boleh-boleh aja."

"Dih males!" Jawabannya sambil memutar bola mata.

Sang laki-laki lantas menatap serius, "Oh, Iya gimana tadi perasaan lo ketemu Raden?"

Dahi Ganira berkerut, harusnya sesi tanya jawab di awali dirinya bukan malah Faris. Sebab dari awal hingga akhir dia tak tau apa pun yang terjadi di acara pertunangan Faris. Ia penasaran karena Sila menelponnya dan mengetahui Faris dekat dengan Ganira.

"Biasa aja." Jawab Ganira lantang, jujur hatinya merasa tak memiliki perasaan apapun lagi dengan Raden.

"Ini gue gak murahan kan kalo gampang ngelupain seseorang?" Batinnya bertanya. Sebab mau mengelak pun perasan tak bisa berbohong kalau hatinya sudah terusik dengan keberadaan Faris di sisinya beberapa hari terakhir.

"Nyentuh lo gak?" Suara Faris terdengar lebih serius dengan tatapan lurus yang seakan menelanjangi membuat Ganira merinding, sebab tatapan itu terkesan tajam namun sarat kecemburuan.

Diam-diam jantungnya berdebar lebih cepat.

Gadis itu menaikkan alisnya,"Lo cemburu Ris?" tanyanya bermaksud mencairkan suasana. Sungguh tatapan Faris membuat atmosfer berubah mencekam.

Padahal Faris menyuruhnya untuk segera tidur tapi sekarang malah terjebak dalam obrolan panjang tanpa di sadari.

Kaki jenjang itu maju, mengikis jarak antara mereka. Lalu tangan besar itu mengapit dagu Ganira untuk mendongak, "Gak sopan, orang lagi nanya tuh di jawab bukan nanya balik."

Wajah yang berdekatan membuat Ganira tak kuasa langsung menepis tangan sang lelaki.

Ganira sadar walaupun Faris tak menginginkan pertunangan itu, dia tetep milik Sila. Mereka tidak boleh melewati batas seperti dulu lagi.

"Cie! bilang aja cemburu." Serunya dan bergeser lebih jauh dari tubuh jangkung Faris.

Lalu mencibir, "Ihhh parah banget! inget Ris lo tuh udah punya calon tunangan jadi lo yang gak boleh nyentuh-nyentuh gue lagi."

Melipat tangannya di depan dada, lantas salah satu alis Faris tersangkat, "Kayaknya bukan gue doang yang cemburuan tapi lo juga." Katanya dengan senyuman tipis yang terkesan jail.

"Hah? apaan sih ! mana ada gue cemburu sama lo. Gue sih seneng kali, kalo lo mau tunangan sama Sila. Otomatis Raden bisa gue milikin." Jelasnya tanpa pikir panjang. Sial mulutnya memang suka nyerocos kalau sedang panik.

Ngomong-ngomong kenapa Ganira harus panik sih?

"Kata lo yang terakhir coba ulangin?" Intonasi suara berat Faris dan tatapan penuh intimidasi semakin membuat Ganira kelabakan. Apa mau di kata, otak dan mulutnya malah tak bisa di sinkronkan.

"Raden bisa gue milikin, kan?"

Jerit Ganira tertahan kala Faris mendorong tubuhnya hingga terjerembab di atas kasur, lalu menindihnya.

Dengan jantung berdebar kencang, Ganira meremang kala wajah Faris berada di ceruk lehernya, "Jangan ngomong gitu lagi, karena lo cuma milik gue, Ganira..."

Nafas sang gadis makin tak beraturan kala hidung bangir dan bibir tebal sang lelaki terasa permukaan kulit Ganira. Menggelitiknya.

Tak bisa berkutik sama sekali karena semua tubuhnya telah berhasil di kunci. Ganira sadar ini salah, dirinya tak mau menyakiti Sila walaupun Ganira tau temannya belum tentu menyukai Faris. Hanya saja dia harus tau diri untuk menjaga batasan.

"Faris, jangan gini." Ujarnya sambil berusaha melepaskan diri. Sedangkan Faris matian-matian mengontrol emosi dan perasaan aneh muncul kala bagian depan tubuh mereka saling bergesekan.

Wajah Faris terangkat, saling berhadapan dan menyelami bola mata Ganira yang indah.

"Acara pertunangan batal, Ganira. Kalo lo mau tau." Seketika gerakan Ganira terhenti, keduanya sama-sama diam dan sang Gadis mencari kejujuran dalam netra di depannya.

Benarkah itu?

Kenapa batal begitu saja?

Belum sempat Ganira bertanya, Faris yang lebih dulu menjawab, "Alasannya satu, gue cuma mau lo. Mau lo jadi istri gue, Ra." Katanya sambil membelai lembut sisi wajah sang Gadis.

Ganira membatu seketika, tidak tau harus merespon apa. Kecuali untuk membulatkan  mata lebar-lebar, saat tanpa permisif bibir tebal Faris menyapu lembut bibirnya. Melumat lembut bibir bawahnya membuat Ganira memejamkan mata.

Ciuman untuk sekian kalinya, namun lebih terasa mendebarkan dan dalam. Faris menahan tengkuk Ganira saat lidahnya mulai menerobos masuk. Suara kecapan semakin terdengar nyaring sebab Ganira mulai berani untuk membalas serangan bibir tersebut.

"Mhhh..." Desah Ganira lolos merasakan remasan lembut di salah satu buah dadanya.

Hingga Faris pun melepaskan pangutan basah itu lalu tersenyum miring, "Mhh...?" Godanya menirukan suara yang di keluarkan Ganira.

Seketika pipi Ganira bersemu merah, malu tentu saja.

Tapi saat ingin mendorong Faris menjauh lagi-lagi Ganira kembali di serang dan kali ini santapan Faris adalah leher jenjang yang menggodanya sedari tadi.

Entah kenapa perasaan sesak yang tadi menyapa dirinya seketika menguap. Ganira senang sekaligus lega karena Faris memilihnya. Masih menahan desahannya, Ganira membelai kepala Faris yang masih sibuk menjelajahi lehernya.

Lalu membawa kepala itu terangkat, kembali untuk bertatapan "Faris, A-aku sayang sama kamu." ujar Ganira untuk pertama kalinya.

Pertama kali mengungkapkan perasaan kepada seorang dan Ganira tak mau pikir panjang resiko apa yang terjadi kedepannya.

Thanks ExpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang