bab 16

566 54 6
                                    

Mobil berbelok memasuki perumahan elit. Ganira pun tersadar dari lamunannya dan bergumam pelan, Laki-laki itu mengatakan rumahnya biasa saja, namun baginya definisi  'biasa saja' sangat berbeda jauh.

Terbukti dari pagar tinggi yang terbuka otomatis. Lalu mata Ganira langsung di manjakan dengan luasnya halaman rumah yang nampak asri. Bahkan ada satu air mancur di tengah-tengah taman.

"Harusnya gue gak kaget lagi kalo rumah ortu lo bakalan segede ini, tapi sumpah Ris gue tetep syok!" Celetuk Ganira dengan binar mata yang tak bisa di bohongi.

Di sampingnya, anak pemilik rumah hanya tersenyum tipis. Seketika suasana berubah tak secanggung tadi.

memandangi rumah megah di depannya dengan mulut menganga adalah ekspresi lucu yang bisa Faris nikmati. Sang Gadis nampak tenggelam mengangumi rumah yang didominasi warna putih dengan lampu-lampu menghiasi itu.

Memang kekayaan Faris tak perlu di ragukan lagi.

"Hmm, mau turun gak?" Sang Gadis menoleh menatap pintu mobil yang sudah di buka dan Faris berdiri membungkuk di sampingnya.

Ganira tersenyum kikuk, "Iya."

"Kok sepi banget Ris?" Ganira celingak-celinguk melihat sekeliling saat mereka berjalan iringin menuju pintu masuk.

"Mereka semua ada di belakang." Gadis itu mengagung-agungkan, lalu menghentikan langkahnya sambil mengepalkan tangan.

Faris pun ikut berhenti, "Kenapa?"

"Gue takut Ris...." Entah kenapa perut Ganira menjadi mulas di sertai jantung berdisko tak bersahabat. Karena perasaan takut muncul secara tiba-tiba.

Padahal kepercayaan diri Ganira tadi sudah di level seratus persen, tapi saat menginjak kaki di sini kepercayaan dirinya menurun derastis.

"Takut ketemu Raden?" Tanya Faris berasumsi jauh yang membuat Ganira memajukan bibirnya.

"Gak lah!" Jawabannya tanpa menjelaskan kejadian yang membuat Ganira berhenti menyukai adiknya.

"Terus?"

"Ya... takut aja."

Faris menyentuh tangan Ganira lalu menggenggamnya, "Gak usah takut. Gue selalu di samping lo."

Hingga seorang wanita dewasa yang mirip Faris keluar dari kediamannya. Wanita itu menyerukan nama anaknya, seketika Faris dan Ganira kompak menoleh kearah suara lalu berjalan mendekat sambil bergandengan.

Barulah tautan tangan itu terlepas saat Faris melabuhkan pelukannya untuk sang Mama. Sedangkan Ganira menatap sendu interaksi ibu dan anak itu, yang membuat ia tiba-tiba teringat ibunya.

Ganira tersenyum tulus saat Wanita dewasa yang nampak ayu itu menatapnya. Awalnya tak ada ekspresi di sana namun selang beberapa detik bibir berliptsik warna maroon itu terangkat.

"Nama kamu siapa nak?" Tanyanya dengan suara sehalus sutra.

Pantas saja Faris dan Raden layaknya pangeran yang keluar dari komik, orang yang melahirkan mereka saja secantik ini.

"Ganira Inka, Tante." Untungnya walaupun gugup Ganira bisa menjawabnya tanpa terbata.

"Kamu temennya Faris?" Tanya Mama Faris basa-basi, dia sudah tau bahwasanya gadis yang di bawa anaknya ini adalah kekasihnya.

"Pacar aku mah." Bukan Ganira yang menjawab tapi Faris.

Seketika badan Ganira panas dingin saat tubuhnya secara terang-terangan di intai dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Mama Faris langsung menatap anaknya, "Kamu masuk kedalam temui dulu calon tunangan mu." Lalu beralih kembali ke kekasih sang anak, "Dan kamu tunggu di sini." Ujarnya terdengar dingin.

Thanks ExpressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang