Jakarta, 1967
Beberapa hari setelah menerima secarik foto bertuliskan nomor telepon Rhett, Malina akhirnya menerabas ruang kerja Rosa untuk menghubungi lelaki itu. Ia tidak punya pilihan yang lebih baik daripada melihat Dany bermuram diri dan diam-diam selalu menatapnya dengan sorot penuh harap.
Kala itu Rosa juga sedang berada di ruang kerjanya, sibuk mendata pemasukan dan pengeluaran panti.
"Boleh aku pakai telepon sebentar?" tanya Malina tanpa berbasa-basi, menginterupsi pekerjaan Rosa.
Rosa memicing menatap Malina sesaat sebelum menganggukkan kepala. "Tentu saja, Malina. Kau nggak perlu izinku. Memangnya kau mau nelpon siapa?"
"Rhett Janssen."
Nama tersebut sontak membuat mata Rosa membelalak. Untuk sekarang, Malina sama sekali tak ada waktu menghadapi rasa ingin tahu Rosa. Ia sambar gagang telepon dan mulai memutar nomor yang tertera di balik foto. Sikap dan gelagat Malina sungguh tidak ramah. Membuat Rosa tak hanya dibuat penasaran, namun juga mematung mewaspadai adanya ledakan emosi yang berbahaya. Bahkan secara sadar Rosa menutup berkas yang sedang dikerjakannya.
Beberapa jenak menunggu, panggilan Malina pun dijawab. Rhett menyebutkan namanya dan menanyakan siapa yang menghubunginya.
"Ini aku, Malina," Malina menyambar cepat. Menciptakan hening yang nyata—baik dari seberang telepon maupun dari seberang meja kerja. "Datanglah dan temui Dany sesukamu! Jelaskan padanya kalau kau bukan ayah Aurora. Jangan libatkan aku lagi! Apapun tujuanmu membangun kelekatan emosi dengan Dany, aku harap bukan karena kau ingin mengusik hidupku lagi. Sudah cukup! Cukup!"
Terdengar tarikat napas berat dari Rhett sebelum lelaki itu memberi Malina sahutan. "Kumohon jangan salah paham. Semua tak seperti yang kau pikirkan."
Malina tak kuasa meringis mendengar tanggapan Rhett yang membuatnya terkesan selalu berburuk sangka. Volume suara Malina semakin bertenaga. "Salah paham apa maksudmu? Kalau begitu, kenapa kau tidak mengatakan apa yang ingin kau katakan secara langsung padaku? Kenapa harus melalui perantaraan foto-foto yang kau sisipkan pada Dany dan Aurora? Selain maaf, apa lagi yang kau inginkan dariku, hah? Dengar, Pengecut! Aku sudah memaafkanmu. Juga sedang berusaha melupakan semua tuduhan kejimu hari itu. Sekarang selesai masalahmu dengan Dany dan anggap kita nggak pernah mengenal sama sekali!"
Rhett mendengarkan unek-unek panjang yang Malina lontarkan tanpa sepatah pun menginterupsi. Malina bisa menghargai sikap tersebut dengan memberi Rhett kesempatan yang sama. Walau sepertinya, lelaki itu masih kesulitan untuk memilah kata yang tepat untuk diucapkan.
"Aku tahu caraku memang pengecut," lirih Rhett usai menghela napas panjang. Menurunkan ego dengan mengakui sikap pengecutnya, serta memberi ruang pada Malina untuk melampiaskan emosi. "Kau boleh percaya, boleh tidak. Aku terlalu takut menggunakan lisanku lagi. Karena yang pertama dan terakhir, semua yang keluar dari mulutku adalah racun berbisa yang membuatmu marah dan membenciku. Pada satu sisi, aku takut melakukan kesalahan yang sama, tapi di sisi lain aku sangat ingin memperbaiki kesalahan yang telah ku perbuat."
Malina menahan napas menyimak uraian panjang Rhett. Ternyata bisa juga lelaki itu membacot panjang.
"Dengan memaksaku memulai percakapan lebih dulu, begitu?" Malina belum kehabisan bahan bakar untuk menyerang Rhett. "Dan memanfaatkan peran bocah melankolis seperti Dany?"
"Malina ... tolong jangan berpikir seperti itu!" Kali ini Rhett menekan intonasinya, berusaha meyakinkan Malina. "Aku tidak memanfaatkan Dany ataupun sengaja membuatnya berpikir aku adalah ayah Aurora. Baiklah, aku akan ke panti sekarang. Akan kubereskan semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Научная фантастикаGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...