Jakarta, 1977
Malina menghisap kuat rokok tingwenya sebelum menghembuskan asapnya perlahan-lahan. Ada hari-hari dimana ia merasa ingin memberikan hadiah kepada diri sendiri atas jerih payahnya untuk mendapatkan keadilan. Tidak perlu hadiah yang muluk-muluk, memiliki sejenak waktu menyendiri bersama satu atau dua batang rokok tanpa interupsi sudah cukup baginya.
Dalam beberapa bulan, Malina telah mendalangi dan melakoni sendiri skenario balas dendamnya. Kadang ia masih tidak percaya bagaimana ia bisa bersikap seperti tidak mengetahui apapun. Bahkan sekarang, ia telah bertindak lebih jauh dengan meromantisasi hubungannya dengan pria yang pernah memperkosanya itu. Ia limpahkan seluruh cintanya, ia manjakan secara lahir batin hingga pria itu percaya bahwa ia telah tergila-gila dimabuk cinta. Melambungkan setinggi-tinggi ego pria itu sebelum menghancurkannya sehancur-hancurnya. Itulah yang ingin Malina capai dalam waktu dekat ini.
Mati rasa. Untuk pertama kalinya, Malina bersyukur atas kondisi mentalnya yang kini mati rasa. Ia amati Gibran yang sekarang tepar di tengah ranjang, secarik selimut tipis asal-asalan menutupi bagian kemaluannya yang sudah mengkerut lemas. Sejenak Malina biarkan dirinya tersesat dalam ingatan, beberapa saat lalu, ketika pria itu menggagahinya.
Malina sungguh membenci Gibran, tetapi munafik jika ia bilang tidak menikmati setiap hal-hal liar yang mereka lakukan bersama. Malina menyengir ironis sebelum kembali menghisap kuat rokok yang sempat bertengger di salah satu sudut bibirnya. Berhubungan seks sesering mungkin, seintens mungkin, adalah bagian dari permainannya. Malina ingin memastikan Gibran akan terus-menerus kelelahan hingga pria itu tidak punya waktu dan tenaga untuk mengamati gerakan balas dendamnya. Seks yang hebat juga berhasil meredam penentangan Gibran atas intervensi yang ia lakukan terhadap permasalahan hak asuh Husein.
Malina tidak bisa mengabaikan fakta bahwa keberhasilannya kelak akan membuat Husein kehilangan peran ayahnya. Anak malang itu tidak bersalah. Cintanya pada Husein tidak ada bedanya dari cintanya pada Aurora dan Dany. Ia tidak akan menelantarkan Husein dan akan bertanggungjawab penuh untuk memberikan kehidupan yang layak sekalipun tanpa Gibran di sisi mereka.
Kesepakatan yang Gibran buat dengan orangtua Zara, Malina telah berhasil mengacak-acaknya. Pendekatan yang ia upayakan melalui kunjungan demi kunjungan ke rumah mewah Keluarga Zein, berhasil meyakinkan Nyonya Tiara dan Tuan Zainuddin untuk tanpa ragu mengunjungi Husein kapanpun mereka mau. Tidak perlu menunggu jadwal yang Gibran atur pada kesepakatan sebelumnya.
"Apa kau sudah gila, Lina? Membiarkan mereka datang ke rumah kita sama artinya membiarkan mereka mengacak-acak kedamaian rumah tangga kita. Kau tidak tahu betapa beracunnya seorang Tiara Zain! Kau baru beberapa kali bertemu dengannya dan dia sudah berhasil memperdayamu. Wanita itu ular berkepala dua."
Gibran mengamuk setelah mendengar desakan Malina untuk mengizinkan orang tua Zara datang berkunjung. Membiarkan mereka melepas rindu pada Husein dari waktu ke waktu. Malina dengan tegas mengatakan tidak akan lagi mengizinkan Husein menginap di rumah keluarga Zein seorang diri, meski hanya semalam. Ia tidak ingin mengalami kecemasan dan prasangka buruk yang berulang setiap tiga bulan sekali. Demi kesehatan mentalnya, ia ingin mengawasi sendiri pertemuan antara Husein dan orang tua Zara. Jika Gibran tidak mengabulkan tuntutannya, Malina mengancam akan membawa serta Aurora dan Dany bersuaka ke rumah keluarga Zein, bergabung dengan Husein.
Tuntutan tersebut tentu saja membuat Gibran kalap.
"Nikmati hari-hari terakhirmu, Bajingan!" Malina mendesis sembari menggilas bara rokoknya yang telah mengerdil. Ia kemudian bangkit dan mengenakan pakaian yang pantas untuk mengucapkan selamat malam kepada anak-anak.
*
Keesokan harinya, Tiara Zain kembali menjejakkan kaki di rumah sang menantu untuk pertama kali pasca berselisih hak asuh. Bujukan Malina akhirnya membuahkan hasil, Gibran perlahan-lahan mulai melunak dan memberikan izin. Pria itu juga mengabulkan permintaan Tiara yang ingin menjemput anak-anak dari sekolah. Sebuah kebetulan lokasi sekolah berada di jalan yang Tiara lalui ketika menjangkau rumah Gibran dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Ficção CientíficaGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...